Langkah-langkah kecil menyusuri trotoar Malioboro, Yogyakarta, akan membawa Anda pada sebuah cerita yang lebih besar dari sekadar riuh rendah wisatawan. Di tengah gemuruh kota yang tidak pernah tidur ini, suara lembut nan penuh haru kerap kali terdengar dari seorang perempuan sederhana. Dialah Ibu Ratna, seorang pengamen yang memiliki semangat hidup luar biasa meski keterbatasan fisik membatasi pandangannya.
Malioboro, jantung pariwisata Yogyakarta, telah menjadi tempat tinggal kedua bagi Ibu Ratna. Setiap hari, ia membawa speaker kecil yang tergantung di pundaknya, mikrofon di tangan, dan sebuah kantong plastik yang lusuh untuk menampung rezeki dari mereka yang terketuk hatinya. Dengan mata yang telah kehilangan cahaya, ia menyampaikan nada dan lirik yang menyentuh jiwa, seolah dunia ini masih memiliki begitu banyak keindahan untuk dinikmati.
Kehidupan di Tengah Keterbatasan
"Saya lahir dengan mata normal seperti orang lain," ungkap Ibu Ratna dengan suara lirih namun tegar. "Tapi sejak umur 15 tahun, saya mulai kehilangan penglihatan perlahan-lahan karena infeksi yang tidak sempat diobati. Waktu itu, keluarga saya kurang mampu untuk berobat." Kini, di usianya yang menginjak 45 tahun, ia telah hidup dalam kegelapan selama lebih dari separuh hidupnya.
Meski demikian, kegelapan tidak memadamkan cahaya dalam hatinya. Ibu Ratna memilih untuk tidak menyerah pada nasib. Bermodalkan suara dan keberanian, ia mulai mengamen di jalanan sejak usia muda. Baginya, mengamen bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga tentang menyampaikan pesan-pesan kehidupan yang sering kali terabaikan di tengah hiruk pikuk dunia modern.
"Saya suka menyanyi karena itu cara saya untuk merasa hidup," tambahnya. "Menyanyi membuat saya merasa bahwa saya masih berarti, meskipun saya tidak bisa melihat lagi."
Harmoni di Malioboro
Setiap pagi, Ibu Ratna memulai perjalanannya dari rumah kontrakan kecil di pinggiran kota Yogyakarta menuju Malioboro. Ia menaiki angkutan umum dengan bantuan tetangga atau rekan pengamen lainnya. Sesampainya di Malioboro, ia mencari tempat strategis di bawah pohon rindang atau di dekat bangku taman, di mana lalu lalang wisatawan cukup ramai.
Dengan speaker yang mengalunkan melodi pengiring, Ibu Ratna mulai bernyanyi. Lagu-lagu lawas seperti "Bengawan Solo" atau "Kemesraan" menjadi favoritnya. Ia percaya bahwa lagu-lagu tersebut memiliki kekuatan untuk menyentuh hati pendengar dari berbagai usia.
"Saya pernah dapat cerita dari salah satu pendengar," ujarnya sambil tersenyum tipis. "Katanya, suara saya bikin dia ingat ibunya yang sudah meninggal. Dia sampai nangis di depan saya waktu itu. Itu salah satu momen yang bikin saya yakin bahwa apa yang saya lakukan ini punya arti."
Dukungan dan Tantangan
Mengamen di jalanan bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi bagi seseorang dengan disabilitas. Tantangan sering kali datang, baik dari segi keamanan maupun penerimaan masyarakat. Ibu Ratna mengaku pernah diusir oleh petugas ketertiban karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun, ia juga merasakan dukungan dari banyak pihak.
"Kadang ada orang baik yang kasih uang lebih, bahkan ada yang kasih makanan atau minuman," katanya penuh syukur. "Mereka juga sering tanya apa saya butuh bantuan lain, tapi saya selalu bilang, doa saja sudah cukup untuk saya."
Di sisi lain, teknologi modern juga memberikan peluang baru bagi Ibu Ratna. Beberapa wisatawan atau penduduk lokal merekam aksinya dan mengunggahnya di media sosial. Dalam beberapa kesempatan, video-videonya menjadi viral dan mengundang simpati dari netizen.
"Ada anak muda yang bilang ke saya, 'Bu, video Ibu viral di TikTok!' Saya nggak tahu apa itu TikTok, tapi saya senang kalau itu bisa bikin orang jadi tahu cerita saya," ujarnya sambil tertawa kecil.
Inspirasi yang Tak Pernah Padam
Bagi banyak orang yang bertemu dengan Ibu Ratna, ia lebih dari sekadar pengamen. Ia adalah simbol kekuatan dan keberanian untuk melawan keterbatasan. Salah satu pengunjung Malioboro, Anita, mengungkapkan pengalamannya bertemu dengan Ibu Ratna.
"Saya sedang duduk di bangku taman ketika mendengar suara merdu dari arah belakang. Ternyata itu Ibu Ratna. Setelah mendengar ceritanya, saya benar-benar merasa terinspirasi," ujar Anita. "Dia mengingatkan kita bahwa keterbatasan fisik bukanlah akhir dari segalanya."
Inspirasi yang sama dirasakan oleh banyak orang, termasuk sesama pengamen yang sering berbagi cerita dengannya. "Ibu Ratna itu seperti kakak bagi kami," kata Darto, seorang pengamen muda yang sering tampil di Malioboro. "Dia selalu mengajarkan untuk tetap semangat, meskipun hidup ini sulit."
Harapan dan Doa
Di tengah segala tantangan yang ia hadapi, Ibu Ratna tetap menyimpan harapan besar untuk masa depan. "Saya cuma ingin hidup sehat dan terus bisa menyanyi," katanya. "Kalau ada rezeki lebih, saya ingin punya alat musik sendiri, supaya saya bisa tampil lebih baik lagi."
Ia juga berharap bahwa pemerintah dan masyarakat dapat memberikan lebih banyak perhatian kepada penyandang disabilitas seperti dirinya. "Kita ini cuma butuh diberi kesempatan," tegasnya. "Kalau ada yang membantu, kita pasti bisa mandiri."
Cerita Ibu Ratna adalah pengingat bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk memberikan dampak positif, tak peduli seberapa besar keterbatasan yang mereka miliki. Dengan suara dan semangatnya, ia terus menginspirasi banyak orang, menyentuh hati mereka yang mendengarnya.
Malioboro mungkin dikenal sebagai pusat keramaian dan wisata belanja, tetapi di balik itu semua, terdapat kisah-kisah penuh perjuangan yang memberikan makna lebih dalam pada tempat ini. Ibu Ratna adalah salah satu di antaranya, sebuah harmoni kehidupan yang patut dihargai dan didengar oleh dunia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H