(Kali ini masih tulisan kawan yang tak ingin dikenal namanya, yang dititipkan di akun ini)
Secara singkat, jarak bisa diartikan sebagai rentang antara satu objek dengan objek lainnya berdasarkan parameter tertentu, sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian data dari satu subjek kepada subjek lain.Â
Nah, salah satu unsur yang bisa menjadi hambatan dalam komunikasi adalah jarak, tapi gadget dan media sosial bisa mereduksi atau bahkan menganulir hambatan komunikasi yang tercipta karena jarak tersebut.Â
Bagus? Dari sudut pandang solutif, iya. Tapi dalam perspektif realitas yang lain bisa jadi berbeda.
Ada satu quote bahwa sosial media bisa mendekatkan yang jauh sekaligus menjauhkan yang dekat. Asyik berjelajah di dunia maya sambil acuh pada teman semeja adalah fenomena yang kerap ada, bahkan dalam pertemuan reuni sahabat yang terpisah lama.Â
Gadget jadi seperti memberi ilusi optik pada kemampuan pandang manusia terhadap skala prioritas komunikasi sosialnya. Tidak hanya sampai di sana, media sosial juga menggerus akurasi persepsi jarak antar penggunanya.
 Mari mencoba memakai kasus Babang Tamvan versus artis cover yang lagi ramai baru-baru ini sebagai pendekatan untuk membedah persepsi jarak oleh pengguna sosial media.
Jagat media beberapa hari belakangan dihebohkan oleh aksi dua artis cover yang dianggap melecehkan penyanyi aslinya. Netizen kemudian bereaksi dengan bully massal yang tak kalah kejamnya.Â
Sedikit saja yang mau melihat bahwa yang dianggap pelecehan tersebut adalah potongan video impersonate yang sebenarnya lazim terjadi di dunia hiburan, seperti Gilang Dirga yang bahkan bisa sukses karenanya.Â
Aksi bully massal ini sebenarnya bisa tidak terjadi bila netizen mau memberi jarak dengan melihat videonya secara utuh, bukan potongan yang memang berpotensi menghasilkan peyorasi.Â
Sudah kita ketahui bersama bahwa jarak yang jauh memang berpotensi mengaburkan obyektivitas persepsi kita terhadap sebuah peristiwa.Â
Lebih lanjut, si penyanyi asli bersikap legowo pada satu artis cover tapi bersikap relatif tegas pada artis cover lainnya dengan alasan tidak saling kenal. Ini sekali lagi memberi gambaran pada kita bahwa jarak juga bisa terjadi secara sosial.Â
Diksi yang sama bisa mendapat respon tak serupa bila diucapkan oleh orang yang berbeda. Kita bisa bertoleransi pada sahabat yang berkata kasar, tapi bisa emosional pada ucapan orang yang tidak kita kenal.
Ini bukan untuk membela apalagi menilai siapapun. Ini cuma sebagai pengingat personal bahwa pengetahuan tentang jarak bukan cuma berfungsi sebagai ETA (Estimation Time Arrived) saja, tapi bisa menjadi dasar untuk menentukan aksi dan reaksi kita dalam realitas sosial.Â
Adalah wajar bila tiba-tiba kita mengucapkan "I love you" pada pasangan.Â
Tapi bila suatu waktu anda berpapasan dengan Pak Luhut Binsar Panjaitan, jangan coba mengatakan hal yang sama, apalagi dengan gestur mesra.
Percayalah, jarak anda dengan beliau tidak sedekat itu. Apalagi bila anda pria.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H