Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Pandemi Covid-19 dan Ibu Tua di Braga...

1 Agustus 2021   13:18 Diperbarui: 1 Agustus 2021   13:32 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 belum juga berakhir.  Tanda-tanda bakal sirna pun belum tampak. Namun, tiba-tiba saja ingatan saya kembali kepada sebuah foto yang saya ambil di kawasan Braga Bandung sebelum wabah virus corona berkecamuk di negeri ini.

Foto tersebut saya ambil persis di sebelah warung makan Cemara.  Ketika itu jam menunjukkan hampir pukul 10 malam.

Naluri jurnalis saya muncul ketika melihat moment langkah ini: seorang ibu tua renta sambil tertidur (mungkin) tetapi tangannya menengadah berharap ada pengunjung di sebuah minimarket yang ibah dan mengucurkan rupiah demi rupiah ke gelas plastik bekas air mineral.

Sekitar 20-an lebih frame yg saya ambil dari peristiwa ini. Hasilnya (dari pencahayaan dan komposisi), foto ini yang paling ciamik! Setidaknya menurut saya.

Saya tidak kenal ibu ini. Namanya pun saya tidak tahu tetapi foto ini bisa bercerita banyak tentang sebuah kemiskinan di kota-kota besar seperti di Kota Paris van Java.

Sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana seorang ibu yang sudah termakan usia ini. Di tengah malam masih mencari sesuap nasi agar hidup ini bisa bergulir panjang. Di mana anak-anaknya; di mana sanak-keluarganya.

Dia berjuang mati-matian ketika dingin menyeruak dan mencubit tubuhnya yang sudah keriput itu. Angin malam yang jahat merobek kulitnya. Ia masih bertahan hidup meski hanya bermodalkan menjulurkan tangan: berharap ada yang ibah dan terenyuk.

Setiap akhir pekan usai mengajar di kampus, saya selalu menyambangi Kota Bandung menggunakan bus travel. Menghabiskan akhir pekan di kota kedua saya itu. Saya biasa menginap di Cihampelas atau Braga. Senin saya kembali ke Jakarta.  

Saya tidak tahu di mana sekarang ibu tua rentah tersebut karena saya tidak mengunjungi Braga di masa pandemi Covid-19 ini. Ya cukup lama juga!

Jumlah Warga Miskin

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, genap setahun pandemi Covid-19  tidak hanya menimbulkan krisis di sektor kesehatan, tetapi krisis ekonomi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Salah satu indikator kondisi krisis ekonomi di Indonesia akibat pandemi Covid-19 adalah meningkatnya jumlah warga miskin.

Angka kemiskinan di Indonesia menolonjak hingga menembus dua digit dalam rentang waktu satu tahun saja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2020 tercatat 27,55 juta orang. Angka penduduk miskin meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret 2020.

Adapun, realisasi warga miskin bertambah 2,76 juta orang terhadap September 2019 (year-on-year/yoy) atau sebelum pandemi virus Corona menghantam Indonesia dan dunia. Lebih lanjut, persentase penduduk miskin pada September 2020 tercatat 10,19 persen. Realisasi tersebut meningkat 0,41 persen poin terhadap Maret 2020 dan naik 0,97 persen poin terhadap September 2019.

Secara umum, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan pada periode 2010 - 2020. Dalam 10 tahun terakhir, terjadi penurunan tingkat kemiskinan baik dari sisi jumlah maupun persentase.

Namun, BPS mengecualikan periode September 2013, Maret 2015, Maret 2020, dan September 2020. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013 dan Maret 2015 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.

"Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia," tulis laporan BPS pada 2 Maret 2021.

Ukuran Kemiskinan

Ya, pandemi Covid-19 telah menambah jumlah orang miskin. Lantas bagaimana dengan ibu tua rentah yang saya abadikan di Kawasan Braga Bandung tersebut. Bagaimana keadaannya sekarang ini? Apakah masih menunggu rezeki di sana?

Saya akhirnya hanya terdiam. Bibir saya terkunci rapat. Inikah wujud kegagalan memerangi kemiskinan yang kerap disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memahami karakteristik kemiskinan itu sendiri.

Saya jadi teringat Amarty Sen, peraih Nobel Ekonomi 1998. Dalam bukunya Development as Freedom (1999) menuliskan bahwa ukuran kemiskinan seseorang bukan dinilai dari kekurangan uang saja melainkan juga dari ketidakmampuan untuk mewujudkan potensinya sebagai manusia. Hal yang biasa kita gambarkan sebagai "menjadi manusia seutuhnya".

Saya janji untuk kembali ke kawasan Braga Bandung jika pandemi Covid-19 berlalu dan berharap gambar yang saya ambil itu tidak ada lagi. Setidaknya ibu tua itu telah menjadi "manusia seutuhnya". 

Dia sudah terjangkau entah apa namanya itu. Paling tidak ibu tua itu tidak lagi harus mati-matian berjuang untuk hidup yang kadang kejam. Saya menaruh harap: dia sudah menebar senyum manis. Semoga!(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun