Entahlah! Yang pasti Pak Edi tidak terlihat lagi. Lapak korannya pun tak ada lagi. Semangat menjual korannya sudah pupus digilas perubahan zaman terutama media massa.
"Sekarang menjual koran susah," itu kalimat Pak Edi dua tahun lalu ketika saya sapa di lapaknya. Ditanya lebih jauh, Pak Edi hanya terdiam. Mulutnya tertutup rapat. Ia tak mau bercerita panjang lebar. Dia menyimpan kegelisahannya itu dalam-dalam di hatinya. Ia menaruh di relung-relung hatinya.
Pak Edi mengaku dulu pernah tinggal di Tangerang. Orang menyebutnya sebagai Cina Benteng. Waktu pula yang akhirnya mendaratkan dia di Depok dan menapaki hidup sebagai penjaja koran di perempatan Siliwangi Depok. Â Baginya, koran - apalagi di tengah gelombang senjakala cetak yang sulit dihindari - adalah jembatan untuk mengarungi ganasnya kehidupan ini.
Dua tahun adalah waktu. Seperti detak pada jam dinding yang terus berputar. Bersamaan itu pula sosok Pak Edi menghilang ketika koran tidak lagi dilirik orang. Entah ke mana penjaja koran yang setia itu. Mungkinkan dia sudah tergilas atau...entahlah!
Memasuki pandemi Covid-19, saya tidak menemukan sosok Pak Edi lagi. Lapak korannya di perempatan Siliwangi Depok sudah tak terlihat lagi. Saya pernah bertanya kepada beberapa anak pengecer koran di Stasiun Depok Baru. Katanya, Pak Edi kecelakaan akibat tertabrak sepeda motor. Saya tanya rumahnya, mereka hanya geleng-geleng kepala. Mereka hanya bertemu ketika koran-koran tiba sebelum subuh. Begitu katanya.
Saya kehilangan sosok Pak Edi. Penjaja koran yang bertahan dengan koran-koran yang dijajakan kepada pembaca. Zaman sudah berubah. Pembaca koran pun mulai tergerus. Banyak koran yang akhirnya mengibarkan bendera putih. Yang punya modal gede berusaha bertahan dengan mengikuti arah angin: entah beralih ke media online atau edisi e-paper atau juga secara diam-diam mulai menerapkan apa yang sedang in sekarang ini: jurnalisme multiplatform. Â Â
Saya hanya memikirkan sosok Pak Edi yang entah berada di mana sekarang. Â Semoga suatu saat Pak Edi muncul dan menebar senyum. Senyum dari Sang Pahlawan surat kabar yang mungkin tak secerah dulu. Ya, setidaknya masih bisa tersenyum!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H