Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ternyata masih memiliki persoalan yang belum  terselesaikan. Hal tersebut tercermin dalam proses penerimaan calon mahasiswa baru dalam berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia. Mahasiswa yang memiliki semangat yang tinggi harus dihantui kekhawatiran akan biaya masuk perguruan tinggi yang menggunakan uang pangkal sebagai salah satu faktor penentu diterimanya seorang mahasiswa.
Bobroknya tingkat pendidikan di Indonesia dalam jenjang perguruan tinggi, dapat dilihat dari kasus penyelewengan ataupun korupsi yang dilakukan para petinggi perguruan tinggi dalam menyangkut seleksi jalur mandiri. Misalnya kasus Rektor Universitas Lampung (Unila) terkait suap dalam penerimaan mahasiswa baru tahun 2022. Ditambah lagi momok bahwa semakin besar uang pangkal yang dipilih maka kemungkinan diterima juga akan semakin besar.
Kemendikbudristek telah menetapkan tiga jalur masuk untuk terlaksananya Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) bagi mahasiswa program diploma dan sarjana yang tercantum dalam Perkemendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022 dengan perubahan pada Perkemendikbudristek Nomor 62 Tahun 2023. Tiga jalur masuk tersebut diantaranya Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi atau SNBP, Seleksi Nasional Berdasarkan Tes atau SNBT dan terakhir seleksi mandiri .
Berbeda dengan SNBP dan SNBT yang di kelola langsung oleh panitia SNPMB, jalur mandiri dikelola oleh masing-masing perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu hampir semua perguruan tinggi menerapkan jalur mandiri  dengan uang pangkal atau uang sumbangan.
Hal itulah yang menimbulkan spekulasi apakah jalur mandiri merupakan bentuk ketidakadilan mahasiswa?
Jalur mandiri yang di kelola langsung oleh masing-masing perguruan tinggi menyebabkan perguruan tinggi memiliki hak penuh untuk mengatur segala hal terkait penerimaan mahasiswa baru yang menimbulkan berbagai kasus yang mengarah pada kecurangan finansial. Jalur mandiri menimbulkan kontra diantara masyarakat berupa anggapan masyarakat terkait jalur mandiri hanya mampu diakses oleh kalangan masyarakat yang memiliki kemampuan finansial yang cukup.
Tidak jarang dalam praktiknya, penerimaan mahasiswa baru ditentukan dari besaran uang pangkal yang mampu diberikan calon mahasiswa baru. Jika uang pangkal yang diberikan semakin besar kemungkinan diterima akan semakin besar.
Seperti yang dijelaskan dalam website resmi Universitas Hairrun, Uang pangkal atau SPI (Sumbangan Perkembangan Intitutusi) merupakan uang yang harus dikeluarkan seorang mahasiswa baru guna  meningkatkan kualitas pelayanan dan menunjang penyelenggaraan kegiatan di lingkungan kampus yang hanya dibayarkan sekali selama perkuliahan.
Besaran uang pangkal ditentukan masing-masing perguruan tinggi yang mana antara calon mahasiswa berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan diantara mahasiswa satu dengan yang lainnya. Besarnya uang pangkal atau SPI antara perguruan tinggi berbeda-beda dengan rentang minimum dan maksimum yang harus dipilih dan dibayarkan calon mahasiswa.
Sekelas Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Brawijaya, dan perguruan tinggi klaster 1 lainnya saja juga menerapkan sistem uang pangkal untuk calon mahasiswanya. Dalam website resmi PMB UNDIP besarnya uang pangkal tergantung pada jenis program studi dan fakultas yang dipilih. Untuk fakultas hukum besarnya uang pangkal dimulai dari 6,7 juta hingga 40 juta, sedangkan untuk fakultas teknik dimulai dari 6 juta hingga 35 juta.
Terlihat dari data diatas, besarnya uang pangkal yang ditetapkan perguruan tinggi cukup besar hingga menyebabkan banyak mahasiswa kehilangan kesempatannya untuk bersaing mendapatkan hak menempuh perkuliahan akibat keterbatasan ekonomi. Banyak calon mahasiswa kelas menengah ke bawah yang harus rela mengorbankan impiannya karena kalah dengan calon mahasiswa kelas atas yang berani mengeluarkan uang pangkal paling tinggi.