Mohon tunggu...
Norma Sulistiyaningtyas
Norma Sulistiyaningtyas Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan Sosiologi UNY 2022/2023

Tertarik pada isu pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendidik dengan Hati, Bakti Pada Negeri

28 Januari 2023   11:26 Diperbarui: 28 Januari 2023   11:38 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa lepas dari perjuangan Ki Hajar Dewantara.

Ki Hadjar Dewantara merupakan salah satu tokoh ikonik di dunia pendidikan Indonesia. Semboyannya yang sampai saat ini dipakai juga sebagai semboyan Kementrian Pendidikan Nasional di Indonesia adalah "tut wuri handayani". Semboyan ini sebenarnya memiliki bentuk lengkap "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". 

Ing Ngarsa Sung Tuladha

Semboyan ini memiliki arti di depan memberi contoh. Setiap peserta didik memiliki cita-cita. Mereka ingin mewujudkan cita cita tersebut karena melihat seorang tokoh. Seorang peserta didik ingin menjadi astronot karena melihat Neil Amstrong, ilmuwan ketika melihat Albert Einstein, guru ketika ia melihat gurunya di kelas, dan lain-lain.

Ki Hajar Dewantara berpesan kepada orang orang yang sekarang ini dijadikan anak-anak sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Jangan sampai ada guru yang seharusnya mampu dicontoh oleh peserta didiknya namun justru melakukan tindakan yang tidak baik atau melakukan hal tidak terpuji.

Ing Madya Mangun Karsa

Bagian kedua yaitu "ing madya mangun karsa" yang artinya di tengah memberi semangat. Hal ini mengacu pada peserta didik. Seorang peserta didik memiliki sosok yang dekat dengan mereka, diantaranya guru dan teman-temannya. Ki Hajar Dewantara ingin menekankan bahwa siswa itu sendiri harus saling mendukung. Tolak ukur keberhasilan guru dalam mengajar adalah range nilai yang tidak terlalu besar dalam satu kelas. Tolak ukur ini dapat tercapai tidak hanya dari pengaruh guru, tapi juga dari dukungan antar murid di kelas.

Selanjutnya yang berperan memberi semangat adalah diri mereka sendiri. Semangat terbesar untuk mendapat pendidikan harus berasal dari peserta didik itu sendiri. Peserta didik yang termotivasi akan berusaha belajar dan memperluas wawasan semaksimal mungkin. Mungkin anda pernah melihat tayangan bahwa ada anak yang belajar secara autodidak dan menjadi bisa, itu adalah contoh nyata bahwa motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri

Tut Wuri Handayani

Bagian ketiga yaitu "tut wuri handayani" artinya di belakang memberi dorongan. Pesan ini ditujukan bagi mereka yang berperan penting dalam kemajuan peserta didik. Orang-orang ini adalah orang tua terutama. Untuk terwujudnya pendidikan yang baik dalam aspek kognitif maupun emosional, dukungan terbesar diberikan oleh orang tua peserta didik. Orang tua adalah sosok yang berperan dalam pembiayaan pendidikan formal anak dan mengajari anak baik pelajaran untuk mengontrol emosi. Selain itu tokoh yang berperan memberi dorongan adalah guru. Guru yang hebat menghasilkan murid yang hebat, tapi guru yang luar biasa menghasilkan murid yang pantang menyerah, karena guru yang luar biasa tidak akan menyerah pada kondisi peserta didiknya.

Ungkapan ini memiliki makna yang sangat dalam bagi seorang guru. Ing ngarso sung tuladha artinya guru di depan menjadi teladan. Ing madyo mangun karsa, memiliki arti guru di tengah untuk membangun semangat. Tut wuri handayani berarti guru di belakang memberikan dorongan. 

Mendidik adalah proses timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam menjadi manusia yang berakhlak. Agar proses mendidik bisa berjalan dengan baik maka perlu adanya proses pembelajaran yang interaktif dan menarik. Pembelajaran di kelas hendaknya dibangun dalam prinsip rumah kedua bagi peserta didik dengan menumbuhkan pendidikan yang memerdekakan dan berpihak pada peserta didik. 

Mengapa pendidikan yang memerdekakan itu penting? Di awal perjuangan Bangsa Indonesia, Ki Hajar Dewantara menyadari bahwa untuk melepaskan diri dari penjajahan Balanda. Pendidikan adalah hal yang paling utama untuk melawan kolonialisme. Dengan melalui jalur pendidikan maka akan dapat menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Maka beliau pun mendirikan sekolah Taman Siswa pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta.

Peserta didik memiliki karakter masing-masing yang mungkin berbeda-beda. Setiap siswa memiliki keunikan karakternya masing-masing. Dengan konsep merdeka belajar, maka siswa dapat memilih bidang sesuai dengan keinginannya. Pendidikan yang memerdekakan itu harus didasarkan pada minat dan bakat peserta didik, serta untuk memperoleh masa depan sesuai harapan dan keinginan mereka sendiri.

Masing-masing peserta didik membutuhkan metode dan media pembelajaran yang mungkin berbeda. setiap anak memiliki keunikan masing-masing dan seharusnya belajar sesuai kesenangan mereka. Tidak harus didikte dengan kurikulum, sistem, dan aneka mata pelajaran yang dipaksakan kepada siswa-siswa seperti di ruang kelas konvensional pada umumnya. Anak harus terlibat langsung dengan materi pembelajarannya.

Pendidikan yang sesuai dengan karakter dan budaya Indonesia tidak bersumber pada paksaan, tetapi nilai yang ditanamkan adalah nilai kasih sayang, cinta kedamaian, persaudaraan, kejujuran, kesopanan, dan penghargaan terhadap kesetaraan dalam derajat manusia.

Peserta didik diberi ruang yang luas untuk mengeksplorasi potensi diri, dan kemudian berekspresi secara kreatif. Pendidik atau pamong berperan sebagai penuntun proses pengekspresian potensi diri peserta didik agar terarah positif dan tidak destruktif.

Disinilah peran guru sangat dibutuhkan dalam mengenali peserta didiknya. Mengenali peserta didik bukan saja tau akan nama mereka saja namun yang paling penting adalah mengenali karakter dan potensi dari peserta didik sesuai perkembangannya. Seorang guru yang baik bisa membedakan peserta didik A dan si B. Dalam mendidik seorang guru harus jeli dengan perbedaan karakter yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.

Seringkali pembelajaran di kelas hanya mengarah pada kemampuan akademik peserta didik hanya untuk menghafal namun seringkali kurang diimbangi dengan pemahaman dari apa yang dihafalkan. Peserta didik sering menghafal tanpa adanya penekanan pada pemahaman. Ketika ini terus dilakukan maka akan mengarah pada lahirnya manusia yang hanya tau akan teori namun kurang terampil dalam praktik sebagai kenyataan dalam menjadi manusia yang mandiri. Sehingga, inilah saatnya untuk merubah cara mendidik yaitu ada penyeimbang dari apa yang dihafalkan juga harus dipahami.

Mendidiklah dengan hati agar pendidikan berhasil mengantarkan siswa menjadi manusia yang mandiri. Mendidik dengan hati menekankan pada prinsip panggilan jiwa sebagai dasar sebuah profesi guru yang disanjung tinggi. Mendidik dengan hati akan menyentuh aspek psikologis dari anak didik yang membuat proses pembelajaran di kelas penuh akan rasa kesadaran bukan menolak tentang apa yang diajarkan.

 

Penulis :
Norma Fajarina Sulistiyaningtyas, S.Sos.
(Mahasiswa PPG Prajabatan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta 2022)
Email: normafajarina.2022@student.uny.ac.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun