Mohon tunggu...
Norma
Norma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mulai dengan bismillah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rendahnya Kesejahteraan Guru, Menurunkan Minat Generasi Muda Untuk Menjadi Guru?

28 Februari 2023   12:21 Diperbarui: 28 Februari 2023   12:28 2830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat pembelajaran, guru memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung terciptanya SDM yang unggul dan berkualitas. Sesuai dengan apa yang tercantum di UUD 1945 Alinea IV, Bangsa Indonesia memiliki tujuan yaitu salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan ini, peran guru sebagai tenaga pengajar pada pendidikan formal tentu sangat krusial. Sudah seharusnya guru memperoleh penghargaan berupa terjaminnya kesejahteraan bagi seorang guru. Hak dan Kesejahteraan ini bahkan termuat dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam Pasal 14 ayat (1) bagian a yang menyatakan bahwa guru berhak untuk memperoleh penghasilan lebih dari kebutuan hidup dan kesejahteraan nasional yang terjamin.

Realitanya, kesejahteraan guru bisa dikatakan jauh dari kata sejahtera terutama pada guru-guru yang bertugas di daerah pedalaman dan guru honorer.  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nande dan Amrin (2018) di Kecamatan Kota Kamba, Manggarai Timur menunjukkan rentan gaji guru dibeberapa SMA di Kecamatan tersebut berkisar Rp 300.000 hingga Rp 1.200.000 perbulan. Terkadang gaji mereka tidak diterima atau dibayarkan segera. Pembayaran gaji seringkali harus dirapel selama tiga sampai enam bulan sekali. Tentunya dengan jumlah gaji tersebut, kata sejahtera masih sangat jauh dari yang diharapkan.

Problematika yang dihadapi oleh guru honorer bukan hanya mengenai gaji yang masih tergolong minim, akan tetapi pada manajemen pengelolaan sumber daya guru yang masih relatif kurang maksimal. Masih terdapat guru honorer yang belum mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang lebih tinggi untuk menjadi guru profesional agar nantinya dapat diberikan dan diajarkan kepada peserta didik. Dalam hal penjenjangan karir bagi guru honorer, masih belum ada regulasi yang jelas mengenai penjenjangan karir mereka. Guru honorer dituntut harus menjadi guru profesional tanpa dukungan dari berbagai pihak.

Apabila kesejahteraan guru masih belum terjamin dengan baik, maka hal tersebut tentu akan berimbas dengan kualitas guru. Dengan gaji rendah dan jenjang kerja mereka yang masih belum terjamin, banyak guru-guru yang memutar otak untuk mencari pemasukkan lainnya. Hal ini mengkibatkan konsentrasi guru akan mudah terpecah, mudah lelah, dan menjadikan guru tidak profesional dalam tanggung jawabnya yang akan membawa pengaruh negatif terhadap peserta didik. Sehingga nantinya dapat mempengaruhi kualitas guru dalam proses belajar mengajar.

Terdapat juga beberapa kasus mengenai guru yang menjadikan profesi guru bukan sebagai pendidik namun hanya untuk pengalihan karena tidak diterima pada pekerjaan lain atau dengan kata lain menjadi guru adalah pilihan terakhirnya. Sehingga hal ini mengakibatkan kualitas guru menjadi rendah yang membuat persepsi generasi muda terhadap guru menjadi kurang bergengsi. Padahal, ada beberapa aspek yang harus dimiliki oleh pendidik untuk mencapai profesionalisme yang baik, yaitu kebiasaaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, etika, dan sikap. Semuanya harus berkesinambungan agar pendidik dapat memberikan teladan pada peserta didiknya. Mengacu pada pendidikan di Finlandia yang memiliki sistem pendidikan terbaik dunia, yang menjadi guru harus merupakan lulusan terbaik.

Hal ini mengakibatkan minimnya ketertarikan generasi muda untuk menjadikan guru sebagai profesi yang diimpikan mereka di masa depan. Dalam penelitian yang dilakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menemukan bahwa minat siswa menjadi guru masih rendah. Sejalan dengan itu Totok Suprayitno, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), mengakui bahwa rendahnya minat generasi muda terhadap profesi guru disebabkan rendahnya persepsi masyarakat terhadap profesi guru itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh Enny Sri Hartati, peneliti senior Institute For Economic Development and Finance (INDEF), rendahnya minat generasi muda menjadi guru disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru.

Di sini peran pemerintah untuk menarik minat generasi muda untuk menjadikan guru sebagai profesi yang dicita-citakan kembali yaitu dengan merombak atau memperbaiki kembali kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Kesejahteraan guru dan kualitas guru menjadi tolak ukur tentang persepsi generasi muda memiliki minat menjadi guru. Pemerintah harus dapat mengembalikan citra seorang guru yang bergengsi dan idamkan oleh generasi muda. Menurut Agus Sartono, Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pemerintah mendorong generasi muda dengan dengan berbagai upaya, salah satunya dengan menaikkan tunjangan bagi guru agar generasi muda memiliki ketertarikan dan minat untuk jadi guru.

Selain itu kualitas guru yang profesional sangat penting dalam proses pendidikan, sebagaiman yang dibutuhkan oleh masyarakat global. Hal ini terlihat dari isi tujuan pembangunan berkelanjutan PBB 2015-2030, yang menurutnya pemerintah semua negara di dunia harus dapat menjamin pada tahun 2030 para peserta didik dibimbing oleh guru yang berkualitas, terlatih, dan motivator yang baik. Mengingat posisi profesionalisme dan kesejahteraan guru yang strategis dalam peningkatan kualitas pendidikan nasional, maka pemerintah melakukan upaya yang serius melalui program PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Pada program PPPK, gaji guru dapat mengalami kenaikan gaji, bukan hanya itu guru juga akan mendapatkan tunjangan yang hampir sama dengan tunjangan PNS. Salah satu syarat diterimanya PPPK guru adalah memiliki sertifikat PPG (Pendidikan Profesi Guru). PPG adalah pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang tujuannya untuk mempersipkan mahasiswa agar memiliki keahlian khusus yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dengan dua program tersebut, diharapkan nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru ke depannya.

Dapat disimpulkan, menurunnya minat generasi muda untuk menjadi guru di karenakan kesejahteraan guru pada kenyataannya terlihat memprihatinkan, namun di sisi lain profesionalisme guru semakin dituntut. Guru yang sudah memiliki sertififikasi profesi guru dan berstatus ASN memang sudah lebih baik. Tapi kesejahteraan guru yang berstatus tidak tetap atau berstatus guru honorer masih jauh dari yang diharapkan. Kesejahteraan guru masih menjadi tolak ukur bagi generasi muda, karena profesi guru belum menjadi profesi yang membanggakan secara ekonomi dan sosial.

Apabila kesejahteraan guru sudah terjamin, maka kualitas guru nantinya akan menjadi lebih baik lagi ke depannya. karena dengan kualitas guru yang baik akan menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Dua program yang dirilis pemerintah untuk menangani permasalahan kesejahteraan guru dan kualitas guru dengan program PPPK dan program PPG, semoga ke depannya kesejahteraan guru dan kualitas guru di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Agar nantinya dapat mendorong minat generasi muda untuk menjadikan guru sebagai profesi yang mereka impikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun