Mohon tunggu...
Norm(a) Rahmawati
Norm(a) Rahmawati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Merantau, Membaca, Belajar, Menullis... Fighting m/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyenangkan Meski Terisolasi di Desa Bandealit

22 Maret 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:38 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar setahun yang lalu, tepatnya tanggal 18 - 24 Januari 2011, Saya dan 27 rekan dari PLH Siklus ITS mengunjungi Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang letaknya di daerah Jember hingga Banyuwangi. Tujuan Kami melakukan kunjungan ini adalah untuk belajar konservasi secara langsung di habitat asli flora dan fauna TNMB.

Hari pertama, Kami menginap di desa Bandealit. Untuk menempuh Desa ini, dari terminal Tawang Alun Jember, Kami naik truk selama kurang lebih 4 jam dengan melewati jalan makadam yang menanjak, itu pun dengan kondisi truk sering mogok. Sebelum sampai ke Desa ini, Kami dimanjakan dengan pemandangan perkebunan yang sebagian besar terdiri dari kelapa sawit dan kopi. Tidak ada yang berubah dengan pemandangan yang kulihat pada bulan Juli 2010, waktu itu Saya mengunjungi desa ini ketika mengikuti Latihan Gabungan Konservasi OPA Se-Jatim. Para pencinta alam di sekitar Jember memang sering mengunjungi tempat ini untuk pendidikan konservasi.

Desa Bandealit letaknya terpencil dan jauh dari Kota. Terdapat 3 RT dan rata-rata jumlah keluarga di tiap RT adalah 30 KK. Di desa ini Kita tidak dapat menemukan sinyal maupun listrik. Pengadaaan listrik menggunakan mesin diesel atau ganset yang hanya menyala pada pkl. 17.30-21.30 WIB. Untuk menyekolahkan anaknya, Mereka harus melewati perkebunan terlebih dahulu. Setiap minggu terdapat sebuah truk yang mengangkut barang dari kota. Warga Bandealit berbelanja keperluan sehari-hari melalui truk tersebut. Tak jarang juga ditemukan warung-warung kecil yang menjual berbagai keperluan sehari-hari dan juga aneka jajanan.

Menurut pengakuan salah satu warga, penduduk desa Bandealit telah tinggal di daerah tersebut  sebelum daerah tersebut di jadikan taman nasional.  Mata pencaharian utama warga sekitar adalah nelayan. Pada bulan–bulan tertentu Mereka tidak bisa melaut karena badai yang sangat kencang sehingga mengakibatkan penghasilan mereka berkurang. Oleh sebab itu, untuk mengisi kekosongan  hari kerja Mereka menjadi buruh di perkebunan. Upah yang Mereka dapat adalah delapan ribu rupiah tiap harinya. Selain sebagai nelayan dan berkebun, warga bekerja sampingan dengan berternak sapi atau memelihara hewan ternak milik orang lain.

Tidak semua warga Bandealit menetap di desa ini. Ada beberapa yang merantau ke luar kota bahkan luar pulau terutama para remaja lelaki karena mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kurang dari penghasilan orangtua Mereka sehari-hari. Meskipun desa ini terisolasi, tapi menyenangkan berada disini. Jauh dari hingar bingar kehidupan kota dan dimanjakan pemandangan alam, mulai hutan, binatang liar, hingga ombak di lautan.

Foto di depan Rumah warga Bandealit, doc. LATGAB OPA Se-Jatim 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun