Mohon tunggu...
Norika Dewi
Norika Dewi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

a reader, a listeners..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mawar untuk Mario

29 Oktober 2011   13:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:19 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mario tak pernah suka dengan bunga. Apalagi aromanya. Pernah suatu ketika, Mario berpesan jika ia berpulang ke rumah Tuhan, ia tak ingin ada setangkai bungapun menemaninya di pekuburan. Ia ingin sendiri. Benar-benar sendiri menghadap sang khalik. Tapi itu mungkin hanya sebagai filosopi, sebab aku tahu Mario hapal betul sifatku. Aku terlalu takut makhluk halus. Tentu saja makhlus halus tak terlihat, namun biasanya mucul dengan dibarengi bau wangi khas melati yang seolah memberi tanda.

Seolah melupakan pesan itu, setiap datang ke pekuburan aku selalu merangkai mawar putih di atas nisan yang mulai usang. Kubersihkan beberapa daun kamboja kering yang menutupi gundukan tanah merah yang mengering. Juga tak lupa ku cabuti rumput liar yang tumbuh. Bulan ini adalah musim kemarau, namun tanpa malu rumput mencuat tinggi mengintip dari tanah yang di dalamnya terdapat jasad tubuhmu. Tubuh yang dulu hancur mengucurkan darah segar hanya selang beberapa jam kita resmi bertunangan. Ku bayangkan bila saat ini kau masih ada, masih bernafas di dunia yang fana ini. Mungkin kau akan lebih bahagia, memandangiku yang dulu kau bilang cantik. Kau masih ingat, di hari terakhir kita bertemu? Hari ini aku ulangi mengenakan pakaian yang tujuh tahun lalu kau kirim dalam sebuah kotak merah berpita merah jambu. Aku tak akan lupa hari itu, hari dimana setelah itu ada kecelakaan yang merenggut nyawamu juga nyawa kedua calon mertuaku.

Usai ku curahkan rinduku sejak tujuh tahun lalu, usai ku cucurkan air mataku yang puas mengailir, juga seusai ku panjatkan banyak doa untukmu juga kedua orangtuamu, ku lantunkan surah Al-Fatihah sebagai penutupnya, kakiku mulai ringan meninggalkan tanah pekuburan. Senja mulai tenggelam. Sebentar lagi malam menyapa, dan dari balik pohon kamboja putih yang melambaikan bayangan menutupi nama sebuah nisan bertuliskan Mario. Mario bin Hasan. Setumpuk mawar putih ini untukmu. Untuk menemanimu..

===

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun