Mohon tunggu...
Nor Hilmi Wati
Nor Hilmi Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Dakwah opini untuk kebangkitan ummat yang hakiki

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengentaskan Kemiskinan, PEP Jadi Solusi?

7 Juli 2022   11:46 Diperbarui: 7 Juli 2022   12:15 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 25 Juni 2022 diselenggarakan sebuah acara Sosialisasi Penguatan Perekonomian Subsisten sebagai Upaya Perekonomian Masyarakat di Malang, Jawa Timur. Mengutip dari laman kompas.com pada acara tersebut Mensos Tri Rismaharini mendorong 1.500 ibu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) untuk berani mengubah nasib lewat berwirausaha. Perlu diketahui bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH. PKH sendiri telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2007 sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.

Sejalan dengan apa yang ia sampaikan pada sosialisasi tersebut, Mensos kemudian membawa program Pahlawan Ekonomi (PE) di Surabaya menjadi Percontohan nasional dan ingin UMKM berkembang secara nasional. Pahlawan Ekonomi (PE) adalah salah satu program yang digagas oleh Mensos Tri Rismaharini semasa menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada tahun 2010 lalu.

Mengutip dari laman detik.com, Mensos mengatakan bahwa PE digagas untuk mengubah nasib warga yang kurang mampu. Melalui pemberdayaan UMKM, warga diajarkan banyak hal mulai dari produksi, pengemasan, perizinan hingga marketing, termasuk manajemen keuangan. Tentu saja yang menjadi sasaran program ini adalah ibu rumah tangga dari keluarga kurang mampu yang kemudian diberi modal untuk mengembangkan UMKM melalui pelatihan dan pendampingan komprehensif. Tahun ini, para Pahlawan Ekonomi dari Surabaya akan memulai menjadi mentor. Mereka akan berkeliling mengenalkan strategi menjaga bisnis UMKM secara nasional, khususnya di wilayah Indonesia Timur.

Kemiskinan menjadi salah satu masalah mendasar dan mengakar di negeri ini, setiap tahunnya tidak pernah absen untuk dibicarakan dan diberitakan bahkan saat terjadi pandemi kemiskinan kian meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada 17 Januari 2022, persentase penduduk miskin pada September 2021 sebesar 9.71 persen yakni sejumlah 26.50 juta orang. Meski terjadi penurunan sebesar 0.43 persen atau sebanyak 1.04 juta orang dari Maret 2021 dan 0.48 persen atau 1.05 juta orang dari September 2020, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat banyak, mengingat melimpahnya kekayaan sumber daya alam negeri ini yang seharusnya dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyat.

Menjadikan ibu rumah tangga atau perempuan dalam keluarga menjadi sasaran program PE dengan tujuan untuk mengubah nasib warga kurang mampu, bukanlah solusi yang tepat. Hal ini terkesan memaksa para ibu dan perempuan untuk berkewajiban mencari nafkah demi memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Sementara di sisi lain mereka memiliki kewajiban untuk mengurus dan mengatur rumah tangga, mendidik dan merawat anak hingga melayani suami di rumah.

Justru ini dapat menggeser peran laki-laki sebagai kepala keluarga yang berkewajiban bekerja untuk memberi nafkah orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri dan anak-anaknya. Inilah solusi yang lahir dalam kehidupan sekuler-kapitalisme hari ini, perempuan dipaksa bekerja untuk berkonstribusi dalam roda pergerakan ekonomi dengan motivasi jika orang yang memiliki keterbatasan fisik saja semangat dalam mencari nafkah maka sebagai orang yang diberi kesempurnaan harus berani mengubah nasib. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Mensos pada acara Sosialisasi di atas.

Padahal dalam Islam, jelas bahwasanya yang berkewajiban untuk bekerja dan memberi nafkah keluarga adalah laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga. Perempuan tidak dilarang untuk bekerja tapi tidak pula diberikan kewajiban untuk bekerja, dalam hal ini bekerja bagi perempuan adalah mubah. Para laki-laki atau kepala keluarga akan diberi lapangan pekerjaan dan difasilitasi agar memiliki pekerjaan. Apabila laki-laki yang menjadi kepala keluarga tidak lagi memungkinkan untuk bekerja dan tidak ada laki-laki lain dalam keluarga tersebut untuk menggantikannya bekerja maka negara akan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Negara tidak akan melemparkan tanggung jawabnya dengan membebani para perempuan untuk bekerja di luar rumah. Begitu pula dengan warga yang memiliki keterbatasan fisik mereka akan diberi tunjangan oleh negara, bukannya justru dijadikan sebagai objek motivasi untuk giat bekerja. Sebab negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya. Sebagaimana pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mampu mengentaskan kemiskinan hingga tidak ada satu pun orang yang berhak mendapatkan zakat.

Maka dari itu tidaklah layak mencari solusi lain yang jelas tidak mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Sementara telah ada di depan mata satu-satunya solusi shohih yang terbukti mampu menyejahterakan kehidupan, yakni kembali kepada Islam. Menjadikannya sebagai sistem dan acuan dalam kehidupan.Wallahu a'lam bish showab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun