Pengantar: Pengalaman Bermakna dan Transformatif
Belum lama ini saya mengambil waktu mengikuti sebuah kursus penyegaran medior di Griya Samadi Vinsensius (GSV) Prigen, Jawa Timur. Sebuah kursus penyegaran bagi kaum religius yang sedang berada pada usia tengah umur atau yang disebut medior. Usia sekitar 40 hingga 50an tahun. Saya bersyukur mengalami kursus penyegaran ini sepanjang 11-24 November 2024 lalu. Waktu-waktu kursus diisi dengan input materi refleksi bernas dari para narasumber, doa, meditasi, kontemplasi, retret, sharing, rekreasi dan makan minum yang enak. Suasana alam dan lingkungan GSV yang hijau, sejuk, dan bersih sungguh-sungguh memberi kesegaran baru bagi tubuh.Â
Sebuah pengalaman yang sangat mengesankan bagi saya. Saya bisa berinteraksi bersama sejumlah rekan seperjalanan panggilan dalam terang inspirasi spiritualitas Santo Vinsensius a Paulo. Menarik bahwa hari-hari kursus penyegaran ini, kemudian membuat saya, mungkin juga teman yang lain, mulai sadar ternyata saya telah memasuki usia tengah umur, masa transisi medior. Hari-hari sebelumnya, hidup saya dipenuhi dengan berbagai aktivitas rutin di komunitas dan di sekolah, tempat tugas perutusan saya. Saya menjalani panggilan dan perutusan dengan antusias, semangat, dan penuh dedikasi. Dalam suasana kursus ini, saya baru mulai sadar ternyata saya bukan yunior lagi, bukan pula senior namun tidak sepenuhnya muda lagi.Â
Tanda-tandanya bisa dilihat. Secara fisik banyak yang mulai berubah. Rambut banyak gugur, kekuatan dan kelenturan fisik berkurang, badan mulai tidak langsing dan seatletis dulu. Secara mental psikologis, semakin matang dan tegar. Namun, terkadang ada rasa gusar, gelisah, galau, marah dengan realitas sekitar. Ada keinginan akan kehadiran seseorang yang bisa menjadi teman bercerita dan berbagi. Secara spiritual, kesadaran dan kebutuhan akan kehadiran Tuhan semakin tinggi. Kerinduan untuk dekat dan setia dengan Tuhan pencipta dan penyelenggara kehidupan semakin tinggi.
Pengalaman lain saya alami pada pertengahan tahun ini, tepatnya 20 Mei 2024, saya kehilangan ayah tercinta. Sebuah pengalaman tiba-tiba, sangat kehilangan dan sangat menggugah saya. Saya terdiam, sedikit air mata, tetapi lebih banyak bermenung tentang realitas, arti dan makna kehidupan. Â Saya mulai menyadari waktu telah terlewati. Kesadaran akan waktu menjadi penting dan berharga. Waktu itu singkat, begitu pula hidup. Semuanya, baik waktu dan hidup perlu dimanfaatkan, diisi dengan pengalaman baik, berguna dan bermakna bagi diri sendiri, sesama dan bagi Tuhan sendiri. Waktu dan kehidupan akan terus berjalan, perlu disyukuri dan dijalani dengan sebuah kesadaran baru.Â
Realitas hidup medior yang sedang saya alami ini beriringan pula dengan kepercayaan, tugas, tanggungjawab dan peran yang diberikan semakin besar dalam hidup dan karya perutusan. Saya semakin dipercaya. Titik perhatian, kepercayaan dan perutusan diberikan penuh oleh pimpinan pada masa ini. Kebutuhan aktualisasi diri terpenuhi dengan berbagai tugas dan peran yang saya jalani. Saya mengemban tugas memimpin sekolah dua belas tahun belakangan ini. Saya menikmati perutusan ini. Saya mendedikan diri saya sebaik-baiknya dan sepenuhnya untuk tugas ini, untuk sesamaku yang lain di mana saya diutus dan ada bersama mereka.
Pertanyaannya adalah bagaimana sesungguhnya saya menjalani masa medior ini dengan lebih bermakna. Apa yang seharusnya diperhatikan untuk menjaga keseimbangan di tengah pergolakan masa medior? Apa upaya yang diperlukan agar terhindar dari situasi burn out, tetap segar, bernyala dan menginspirasi? Beberapa point refleksi sepanjang kursus penyegaran ini, saya bagikan sebagai buah-buah kado refleksi akhir tahun, yang kiranya menjadi wujud perhatian dalam menjalani hidup ini dengan lebih segar, menyala dan menginspirasi.Â
Kesadaran Transisi Hidup Medior (Mid-life Transition)
Medior adalah masa tengah umur dalam tahapan usia manusia. Transisi tengah umur  terjadi ketika seseorang memasuki usia 40 tahun atau awal 40-an. Masa ini dimulai dari usia dewasa awal hingga usia dewasa akhir. Kita baru mulai mengetahui masa transisi ini ketika mulai menyadari hal yang paling bernilai dalam hidup ini adalah waktu, bukan uang atau kuasa yang kita miliki. Kita mulai menyadari waktu sangat berharga, lalu kita bertanya tentang apa yang akan kita lakukan pada waktu yang tersisa.Â
Pada masa ini kita kembali membuat pilihan, prioritas dan komitmen tentang apa yang akan kita lakukan, bagaimana kita menggunakan waktu dan sumber daya yang ada, mengevaluasi aspek-aspek dalam hidup yang perlu diperbaiki atau diubah. Pilihan ini berkaitan dengan munculnya kesadaran baru tentang seberapa banyak waktu yang diberikan dan warisan bermakna apa yang akan diberikan kepada generasi selanjutnya.Â
Transisi tengah umur menjadi jembatan penghubung berakhirnya masa muda dan mulainya masa dewasa awal hingga dewasa akhir. Harus diakui proses transisi ini tidak selalu mudah. Ada jurang pemisah antara apa yang kita impikan untuk terwujud dan apa yang terwujud dalam realitas. Pada titik ini dapat muncul kekosongan, depresi, menangis dan meratapi kesempatan yang terlewatkan dan keputusan yang telah kita ambil, dan segala pengalaman yang telah terjadi yang diterima maupun yang ditolak. Beberapa hal ini dilupakan pada masa muda dan kembali muncul dan menuntut perhatian kita.Â
Periode transisi medior dapat menjadi masa yang indah, masa yang menyenangkan, ketika kita tidak lagi berusaha menghabiskan waktu untuk menyenangkan orang lain. Fokus kita bukan lagi pada pemenuhan kepentingan kita atau kepentingan kesenangan orang lain. Kita lebih fokus membuat pilihan-pilihan kita, membangun struktur hidup sesuai pilihan kita dan memusatkan perhatian pada tujuan dan nilai tertentu yang hendak dicapai. Ada masa kosong di antara transisi masa akhir menuju masa awal suatu perubahan. Waktu kosong dapat menjadi kesempatan merefleksikan, mempertanyakan nilai, tujuan, cita-cita dan struktur hidup kita. Kesempatan mempertajam dan memperkuat diri menuju sebuah transformasi.Â
Transisi medior dimulai dari suatu akhir di mana kita menempatkan diri pada situasi baru, mempertanyakan alasan di mana kita berada saat ini. Tentu saja mengakhiri sesuatu dapat saja memberi rasa sakit. Ada ratapan dan tangisan ketika mengakhiri sesuatu, misalnya ketika akan menjalani sebuah perutusan baru. Transisi akan dimulai ketika kita mulai fokus pada masa depan dan tidak tergoda untuk menilai atau mengevaluasi masa lalu dengan ekstrem dan ketat. Awal yang baru pada masa transisi ini bergantung pada kerinduan, nilai dan motivasi seseorang, yang tentu saja tidak bisa dipaksakan. Transisi memerlukan waktu, ketika tiba waktunya segera bersikap dan bertindak.Â
Beberapa tantangan yang perlu dihadapi dan diselesaikan pada masa transisi medior ini antara lain, pertama mengerjakan kembali mimpi (Re-working dream). Kesempatan untuk melanjutkan mimpi atau mengerjakan kembali mimpi, "Apa yang akan saya lakukan dengan hidup saya." Kita ditantang kembali kepada diri sendiri dan menyalakan kembali semangat hidup. Kedua, memformulasikan kembali identitas (Re-formulating identity). Kesempatan untuk memahami kembali identitas kita, "siapa diri kita dan kemana hidup kita akan bergerak." Kita ditantang untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan kita, dan membuat komitmen.Â
Tantangan ketiga adalah menjadi pendamping bagi yang lain (multi-generational mentoring). Kesempatan mendampingi dan memperhatikan orang lain. Kita ditantang menjadi pendamping yang mau memahami keadaan orang lain, tidak memaksakan kehendak pribadi dan membantu untuk mewujudkan mimpi. Hal keempat adalah membentuk kembali komitmen (Re-fashioning commitments). Kesempatan mengungkapkan cinta kepada orang lain dan cara menjaga cinta itu. Komitmen lahir dari sebuah cinta dan terus berlanjut dalam cinta.Â
Masa mid-life transition, melahirkan kesadaran baru. Kesadaran paling pertama adalah pengalaman menghadapi mortalitas untuk pertama kalinya. Sakit, kematian orangtua, sahabat, pengalaman menjadi tua menghantar kita pada pengalaman berhadapan dengan mortalitas atau kematian. Kesadaran pertama ini perlu menuntun kita pada kesediaan untuk meluangkan waktu merenungkan mimpi hidup Anda, terutama yang memberikan gairah dan semangat untuk mengerjakan atau mewujudkannya.Â
Sejarah Hidupku adalah Sejarah Keselamatan AllahÂ
Setiap pribadi memiliki kisah perjalanan hidup masing-masing. Kisah-kisah itu memiliki keunikan tersendiri. Bisa jadi kisah itu adalah lembaran pengalaman yang menggembirakan dan mencerahkan, namun bisa juga lembaran suram, gelap, menyesatkan atau menakutkan. Semuanya dibungkus dalam sebuah sejarah hidup, sejarah keselamatan Allah yang patut kita terima dan syukuri. Pertanyaan pentingnya adalah pernahkah Anda mengambil waktu, sekedar duduk membuat catatan kecil, menggali pengalaman-pengalaman ringan, kecil dan mencoba merenungkannya? Mampukah kita menemukan kehadiran dan keterlibatan Allah di sana? Ada banyak pengalaman kecil yang bila direnungkan, kita menemukan Allah terlibat di sana. Â
Suatu waktu ketika masih menjalani masa novisiat, saya merasakan suatu kerinduan yang sangat besar kepada keluarga di kampung. Saya bergulat dalam batin dan berniat untuk pulang. Beberapa malam saya masuk kapel sendirian, duduk bahkan membaringkan diri di depan kapel ruang doa hanya untuk berdoa dan sekedar menenangkan diri. Perasaan, pergulatan dan niat saya pulang ini, saya ceritakan kepada magister novis saya. Beliau mendengarkan dan menjawab singkat, "semua orang merasakan dan mengalami hal yang sama, yakni rindu keluarga. Itu pengalaman kecil dan biasa, dan dialami banyak orang. Jangan pulang!" Saya terkesan, merasa bebas. Beliau kemudian memberi kabar bahwa saya dipilih untuk mengikuti program "exchange novices" di Kenya, Afrika. Pengalaman itu saya jalani, dan saya mendapat banyak penguatan yang membuat saya terus berjalan. Tuhan punya rencana baik.Â
Realitas menunjukan ada banyak orang hanya sampai para perasaan kesepian, frustrasi, putus asa, jatuh, dan meratapi sejarah hidupnya. Mereka tidak mampu menemukan kehadiran dan keterlibatan Allah di sana. Tidak banyak orang menyediakan waktu untuk merenungkan sejarah hidupnya. Tidak semua pribadi sampai pada kesimpulan sejarah hidupku adalah sebuah sejarah keselamatan Allah. Alasannya, karena pengalaman tertentu dirasa sangat berat. Misalnya, ada pengalaman kehilangan atau ditinggalkan orang-orang terkasih. Ada pengalaman kegagalan. Ada pengalaman dikucilkan, dilecehkan dan ditolak. Pada titik ini, ada orang merasa ditinggalkan Tuhan, tidak lagi percaya, marah dan mengutuk Tuhan.
Dalam lembar peristiwa sejarah hidup yang bagaimapun, bila ditelusuri dengan tenang dan jujur, kita akan menemukan bahwa ada pengalaman diterima, dirangkul dan dicintai dengan sungguh. Suatu masa dimana kita merasakan pencerahan, hingga kita mengalami sebuah titik balik, kisah sejarah hidup yang baru. Kita merasa ada titik terang, menemukan cahaya. Kita dirangkul dan dicintai dengan sungguh. Bahkan di saat kita mengalami masa frustrasi, sepi, dan gelap Tuhan tetap hadir dan terlibat. Selalu kita menemukan cara Tuhan hadir dan terlibat, lewat perjumpaan atau peristiwa tertentu.Â
Bukti paling konkret kehadiran dan keterlibatan Allah dalam lembaran kisah perjalanan hidup kita saat ini adalah diri kita sendiri yang ada saat ini, di mana saja, saat menulis atau membaca tulisan ini. Kita bahkan bisa terpesona, termangu menemukan keajaiban yang berasal dari Tuhan sendiri saat ini dalam diri kita. Kita seolah tidak percaya bisa sampai pada titik ini. Akhirnya yang adalah perasaan kagum, bersyukur dan berterimakasih atas lembar pengalaman sejarah hidup yang bisa dilewati. Itulah karya Allah. Itulah sejarah keselamatan Allah yang nyata dalam sejarah hidup kita. Sejarah hidupku adalah sejarah keselamatan Allah, yang patut saya terima dan syukuri. Semua baik adanya.Â
Sukacita Panggilan Vinsensian: Api yang Menyala
Spiritualitas, semangat dan inspirasi perutusanku bersumber dari Santo Vinsensius a Paulo, pewarta kabar gembira kepada orang-orang miskin. Santo Vinsensius a Paulo berasal dari Perancis, tampil menginspirasi gereja di masa-masa sulit akibat konflik, perang, revolusi Perancis. Ia mendirikan kongregasi Misi (CM) dan Suster Putri Kasih (PK). Di kemudian hari hingga saat ini, ada berbagai kongregasi, tarekat religius dan awam mengikuti spiritualitas hidupnya dalam karya misi perutusan. Sebut saja kongregasi seperti CMM, SCMM, KYM, PMY, Alma, dan banyak lagi, termasuk serikat awam seperti SSV, dll.Â
Mengenai hidup dan perutusan, Ia mengajarkan lima keutamaan yang menginspirasi banyak orang hingga saat ini. Kerendahan Hati (humility), kesederhanaan (simplicity), kelembutan (meakness), mati raga (mortification), menyelamatkan jiwa (zeal for soul). Santo Vinsesius a Paulo adalah santo yang memilih cara hidup religius yang terjun ke dunia. Ia bersama banyak pengikutnya hingga saat ini tergerak melakukan pelayanan kepada yang miskin di dunia sekitar. Lalu, apa yang mendorongnya melakukan semua gerakan ini. Apa yang menjadi sukacita hidup dan pelayanannya. Teladan Yesus yang melayani orang miskin menjadi spiritualitas dan kharisma hidupnya. Hatinya tergerak oleh belaskasihan melihat penderitaan di sekitar, seperti Yesus tergerak hatinya melihat orang miskin.Â
Spiritualitas adalah sebuah cara hidup untuk mencintai Allah. Mencintai Allah dalam semangat Vinsensius a Paula berarti bekerja keras. Menurutnya, cinta kepada Allah bermuara pada karya, yakni usaha melaksanakan kehendak Bapa. Bagi Vinsensius doa dan karya harus merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kepada para suster Puteri Kasih, ia mengungkapkan "bila harus meninggalkan doa untuk melayani orang miskin, jangan cemas, karena itu berarti meninggalkan Tuhan untuk berjumpa lagi dengan Tuhan dalam diri orang miskin." Ungkapan ini seringkali dikenal dengan istilah meninggalkan Allah demi Allah.Â
Warisan spiritualitas Vinsensius ini menjadi sebuah sukacita bagi para pengikutnya. Saya bersyukur menjalani panggilan ini dalam terang spiritualitas yang terinspirasi dari santo Vinsensius a Paulo. Menjadi Frater CMM adalah sebuah pilihan yang membawa sukacita. Sukacita saya terletak pada spiritualitas Frater CMM yakni "Persaudaraan dan Belaskasih". Seorang biarawan Frater CMM bersukacita dalam hidupnya. Mereka memiliki semangat dan hal keutamaan kesederhanaan, kelembutan, persaudaraan, belaskasih, percaya pada penyelenggaraan Ilahi.Â
Penutup: Transformasi Perutusan Bersama KristusÂ
Pilihan, prioritas, motivasi dan komitmen hidup dan perutusan pada masa medior ini hendaknya dipersatukan dalam konteks kesiapsediaan untuk diutus bersama Kristus. Pembaharuan dan transformasi hidup, panggilan dan perutusan perlu dibangun kembali dalam diri seorang yang berada dalam masa medior. Transisi medior bisa menjadi gembira, stabil dan membahagiakan kalau dimulai dari fondasi spiritualitas yang kokoh dan kuat.Â
Satu pertanyaan penting yang perlu selalu direnungkan seorang medior dalam perutusannya adalah kata-kata "Quid nunc Christus." Apa yang akan dilakukan Kristus bila IA berada pada saat dan situasi kita. Kristus hendaknya menjadi penggerak, sekaligus pedoman cara bertindak dan bermisi kita. Keberadaan dan eksistensi hidup kita, hendaknya dijiwai oleh kasih Kristus, yang menjadi manusia, mencintai, mengasihi dan solider dengan kemanusiaan kita. Â
Peristiwa Natal, adalah peristiwa kelahiran Tuhan yang mau menjadi sama dengan manusia,mau solider, mau berkolaborasi dengan manusia dalam rencana karya penyelamatan Allah. Maka merenungkan transisi hidup medior dalam terang Natal kelahiran Tuhan, dalam peristiwa hidup dan karya penyelamatan Kristus, dapat memberi sukacita, kegembiraan. Transisi medior adalah kesempatan menyalakan kembali api semangat, diutus dan berkarya bersama Kristus. Bersama Kristus yang mulai memasuki sejarah manusia melalui peristiwa Natal, kita mampu bertranformasi dalam hidup, karya dan perutusan kita.Â
Mengakhiri suatu masa 2024 tentu meninggalkan banyak catatan, kisah, pengalaman yang indah, diterima bahkan ditolak. Kini kita akan memasuki sebuah masa baru, transisi waktu menuju 2025. Waktu-waktu ini bisa saja diwarnai tangisan akan suatu peristiwa dan pengalaman yang telah berlalu. Misalnya pengalaman ditinggalkan keluarga, sahabat, atau kegagalan tertentu. Transisi ini bisa berjalan mulus, indah, bila kita mengambil waktu, bermenung tentang waktu yang tersisa yang diberikan kepada kita.Â
"Quid Nunc Christus." Tuhan sekiranya Engkau ada di sini, dalam peristiwa, momentum, pengalaman yang sedang saya alami, apa yang akan Engkau lakukan. Akhirnya, melalui kutipan indah ini, semoga memberi inspirasi, perspektif, kesadaran baru yang tetap menyala dan menginspirasi sesama dalam hidup di tengah-tengah dunia. Selamat Natal, Selamat Tahun Baru!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H