Mohon tunggu...
Norbert Banusu
Norbert Banusu Mohon Tunggu... Guru - Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba

Samudera biru yang tenang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjalanan Menuju Hidup Bermakna, Inspirasi Nabi Elia

21 September 2024   16:56 Diperbarui: 21 September 2024   16:57 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam tradisi Ibrani, ada tiga waktu doa yang menjadi moment introspeksi dan membuat keseimbangan hidup (jasmani dan rohani). Doa Pagi, adalah waktu yang indah setelah istrahat malam hari dan memulai hari baru dengan pujian dan rahmat Tuhan. Waktu mengenang usia muda, bertumbuh berkembang, penuh energi, optimisme dan ide. "Pada waktu pagi, Engkau mendengar seruanku." (Mzm 88:14). "Kenyangkanlah kami dengan kasih setia-Mu" (Mzm 90:14).  Doa Sore, waktu untuk hening sejenak dari kesibukan yang sedang berlangsung, moment untuk sejenak melihat ke belakang sekaligus ke depan, untuk sebuah Langkah maju yang lebih baik. Waktu mengenang usia dewasa yang produktif, namun penuh tantangan. Doa sore bagaikan persembahan dupa, dengan tangan terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang (Mzm 141:2). Pada waktu petang, aku berlutut dengan pakaianku dan jubahku yang terkoyak-koyak sambal menadahkan tangan kepada Yahweh, Tuhanku (Ezra 9:5). Doa Malam, adalah waktu menyucikan hari, menghadap wajah Tuhan dan memohon doa restu. Mengenang masa tua; waktu alami untuk membuat keseimbangan, waktu penuh kesadaran dan evaluasi kehidupan (mindfulness).

 

Pengalaman Berkelimpahan dan Kekeringan 

Elia mengalami peristiwa kelimpahan di sungai Kerit, ketika bangsa Israel mengalami kekeringan hebat. Namun pada waktunya, sungai Kerit pun menjadi kering. Nabi Elia pun kembali dituntun Tuhan menuju Sarfat, wilayah Sidon. Bersiaplah pergi ke Sarfat, yang termasuk wilayah Sidon (1Raj 17:9). Hal ini berarti Elia harus bersiap ke waktu lainnya dari kelimpahan menuju kekeringan. Waktu hidup dalam kesunyian, keheningan, kontemplasi, menimba dan merenungkan inspirasi Sabda telah selesai. Allah menuntun Elia untuk ke Sarfat, hidup di tengah umat, di tengah-tengah dunia.

Sebelumnya, Elia menjatuhkan hukuman kekeringan karena bangsa Israel menyembah Baal. Namun sekarang Elia diutus kepada Sarfat-Sidon, di mana dewa Baal itu berasal. Dengan demikian, Elia diutus ke jantung penyembahan berhala itu hidup dan berakar. Sebuah perutusan kenabian yang sejati. "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala" (Mat 10:16). "Sesungguhnya tidak ada perutusan ke tempat yang enak, atau tempat yang kita sukai. Jika demikian, itu bukan perutusan, itu rekreasi atau ziarah". Jaminannya adalah Sabda Allah: ".... diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan." (1Raj 17:9) Hal yang sama terjadi ketika Elia dituntun ke sungan Kerit: "bersembunyilah di tepi sungai Kerit, ... Engkau dapat minum dari sungai itu dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana." (1Raj 17:3-4)

Ketaatan adalah Suatu Kehormatan

Menarik untuk direfleksikan. Apa yang membuat Elia melakukan semuanya itu? Elia TAAT. Elia merespon sabda Tuhan. Elia bangun, lalu pergi ke Sarfat (1Raj 17:10). Ketika Elia diperintahkan ke sungai Kerit, Elia bangun dan melakukan sesuai dengan firman Tuhan. Ketaatan adalah KEHORMATAN dari seorang Hamba Tuhan. Baginya tidak ada yang lebih berarti selain TAAT kepada perintah Tuhan.

Ketaatan kepada kehendak Tuhan adalah segalanya bagi perjalanan hidup Nabi Elia. Seorang Hamba Allah selalu menunjukan sikap ketaatan kepada Allah. Allah selalu memenuhi janji-Nya, dan menjawab doa-doanya. Bahkan dalam situasi sangat sulit sekalipun. Elia mengemis: "Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum." (1Raj 17:10) dan "Cobalah ambil bagiku sepotong roti" (1Raj 17: 11). Dan Allah memenuhi janji-Nya melalui Janda Sarfat.

Bruno Secondin menulis, cara Elia meminta jelas menujukan bahwa Elia tidak terbiasa meminta mengemis. Kata-kata yang diucapkannya kaku dan tidak menunjukan rasa tidak memiliki dan penderitaan yang dialami seorang pengemis. Elia melakukannya atas nama ketaatan kepada Allah dan misi yang diembannya. Cara hidup "mendikan" (semangat hidup miskin), tidak berarti tidak bekerja dan hanya meminta-minta.

Permintaan air adalah tanda berakhirnya kekeringan. Secara spiritual bermakna panggilan pertobatan (air pembaptisan). Permintaan roti adalah permintaan yang menyentuh realitas kemiskinan. Air saja sulit, apalagi roti. Sebuah permintaan untuk berkurban, bahkan nyawa. Secara spiritual menandakan kerinduan akan ekaristi, makanan surgawi, yang membuat tidak akan lapar lagi. Tindakan mendikan yang dilakukan Elia, menuntun kita pada kesadaran dan solidaritas dengan mereka yang miskin. Janda Sarfat berbagi dengan Elia dengan ketulusan hati.

Pemberian janda Sarfat menunjukan tangan kosong yang meminta-minta justru memberi jauh lebih dari orang lain yang tangannya selalu penuh dengan harta dan kekayaan. Paus Fransiskus dalam suatu kesempatan lawatannya ke Asia Pasifik baru-baru ini mengatakan: "Jika engkau memberi sedekah kepada orang miskin di tepi jalan atau di mana saja, apakah engkau pernah melihat wajahnya dan menyentuh-memegang tangannya?" Sungguh, sebuah pengalaman rohani yang sangat berkesan dan bermakna. Mari berefleksi atas panggilan perutusan kita, solider dengan yang kecil dan miskin dalam segala lini kehidupan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun