SEKOLAH (KOMUNITAS) YANG POSITIF, NYAMAN DAN BAHAGIA
Fr. Norbert Banusu, CMM, M.Pd (Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba)
Pengantar
Sekolah sebagai komunitas pendidikan telah memasuki tahun pelajaran 2024/2025. Serentak, hampir seluruh jenjang pendidikan formal menengah telah melaksanakan kurikulum merdeka. Gagasan tentang sekolah merdeka, kurikulum merdeka dan merdeka belajar sesungguhnya bermuara pada terciptanya sebuah komunitas yang positif, nyaman dan bahagia. Lantas apa maknanya? bagaimana mengupayakannya? dan apa dampaknya bagi sebuah sekolah? Mari telusuri bersama, agar kita melihat dan tahu bahwa ini sekolahku dan kita sudah sekolah.
Sekolah sebagai sebuah komunitas
Untuk sampai pada pemahaman sekolah sebagai sebuah komunitas, harus dimulai dari pemahaman konsep sekolah itu sendiri. Sekolah tidak boleh hanya dimengerti sebagai sebuah bangunan tempat berkumpulnya sekelompok orang untuk belajar mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran sesuai tingkatannya (Bdk. Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pada awalnya, secara harafiah sekolah dikenal dengan kata skhole, scola, scolae, schola (Latin) yang berarti waktu senggang atau waktu luang. Orang-orang pada zaman Yunani kuno mengisi waktu-waktu luang mereka dengan mengunjungi seseorang pandai di suatu tempat. Mereka berdiskusi, mengajukan banyak pertanyaan, meminta pendapat dan nasehat. Selanjutnya mereka kembali kepada kehidupan mereka masing-masing.Â
Mereka melakukan itu dengan tujuan mempertanyakan segala hal yang mereka rasakan sangat perlu dan dibutuhkan untuk diketahui dalam kehidupan. Masyarakat yunani kuno menamai kegiatan itu sebagai skhole, scola, scolae, atau schola. Kebiasaan ini diturunkan kepada putra-putri mereka hingga akhirnya menjadi lembaga sekolah di mana keluarga atau orangtua mempercayakan anak-anak untuk dididik di sana. Istilah sekolah seperti saat ini belum dikenal pada masa Yunani kuno. Pada masa itu, orang-orang pintar hanya mendatangi kaum bangsawan atau para pejabat negara untuk mengajari anak laki-laki mereka. Mereka mengajarkan filsafat, dialektika (berdiskusi), orasi (berpidato) matematika, sastra, logika, ilmu hukum, ketatanegaraan, seni dan olahraga. Para filsuf besar seperti Socrates, Phyatagoras, Plato, Arstoteles memberi fondasi besar bagi perkembangan dan pemahaman sekolah hingga saat ini.Â
Sekolah pertama didirikan pada masa hidup Plato (427-347 SM). Sekolah pertama yang didirikan Plato ini dinamai Akademia (387 SM). Akademia ini merupakan sekolah filsafat. Lokasinya di sebuah taman atau hutan luar gerbang utara Athena, sehingga disebut Park Academy. Konsep kegiatan di Park Academy adalah para anggota bertemu, kemudian membicarakan keilmuan sambil berjalan sekitar taman. Salah satu siswa yang termasyur di sekolah ini adalah Aristoteles. Model sekolah ini dikembangkan di zaman Yunani kemudian dilanjutkan zaman kekaisaran Romawi dengan lebih menambahkan aspek kedisiplinan dan asrama. Gagasan Plato mendirikan sekolah ini menjadi permulaan era para siswa berkumpul di suatu tempat untuk belajar bersama guru. Demikian halnya juga mulai dikenal istilah ruang kelas dan lamanya belajar.Â
Pemahaman konsep sekolah pada awal mula hingga saat ini menghantar kita pada kesadaran bahwa sesungguhnya sekolah itu adalah sebuah komunitas. Komunitas adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi di tempat tertentu. Kita perlu menciptakan sekolah sebagai sebuah komunitas. Jika sekolah disebut sebagai komunitas dapat dimengerti sebagai tempat berkumpulnya sekelompok pendidik dan tenaga kependidikan dalam satu sekolah yang belajar bersama-sama dan berkolaborasi secara rutin dengan tujuan yang jelas dan terukur untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik. Indah sekali maknanya.
Komunitas yang Positif, Nyaman dan Bahagia
Sekolah sebagai komunitas belajar yang positif, nyaman dan bahagia mengandaikan kesediaan, partisipasi dan kolaborasi dari setiap anggotanya. Seluruh stakeholder sekolah berkontribusi konkret untuk terciptanya suasana belajar yang bisa dirasakan oleh semua. Semua mendapat ruang yang cukup bebas untuk bersuara, berpendapat, dan berbeda pendapat secara kritis. Ekspresi, inisiatif, kreativitas anggota terlihat. Kesepakatan komunitas diciptakan secara sengaja untuk menjamin interaksi positif, nyaman dan bahagia. Selain campur tangan para anggota, juga diperlukan sistem belajar yang disepakati bersama, dan atmosfir lingkungan belajar yang dirancang sedemikian, ditata dan dikelola dengan baik. Lingkungan belajar yang diakses dengan mudah, sumber daya yang memadai dan terkontrol turut menjadi suasana positif, nyaman dan bahagia.