Mohon tunggu...
Norberth Javario
Norberth Javario Mohon Tunggu... Konsultan - Penjaga Perbatasan

Menulis semata demi Menata Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Tabloid Bola Sampai Pengingat Facebook

3 Januari 2023   15:03 Diperbarui: 10 Januari 2023   10:35 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram/tabloid_bola

Saya mengenal Tabloid BOLA sejak kecil, saat BOLA masih sebagai suplemen Harian Kompas. Selanjutnya BOLA diterbitkan terpisah dan menjadi tabloid olahraga yang selalu dinanti setiap minggu. Karena Atambua tergolong kota kecil yang jauh dari Jakarta, tibanya tabloid kesayangan ini tak selalu tepat waktu.

Dari BOLA, saya mendapat beragam asupan informasi olahraga berbagai cabang. Dengannya, saya mengenal nama-nama petenis semisal Yustedjo Tarik dan Yayuk Basuki, membaca panasnya persaingan Grand Slam antara Martina Navratilova dan Steffie Graf, seolah masuk dalam ketegangan final All England antara Icuk Sugiarto melawan Morten Frost Hansen, atau ikut merasakan kesedihan manakala menatap foto Ellyas Pical terduduk berlumur darah, kalah KO dihajar Khaosai Galaxy. 

Saya pun jadi tahu nama-nama Grandmaster seperti Gary Karparov, Anatoly Karpov, Bobby Fischer, atau Viswanathan Anand. Pada lain waktu, saya turut bereuforia dalam kebanggaan saat AC Milan menguasai Eropa dengan trio Belandanya lalu mencapai keagungannya--tak terkalahkan hingga 58 pertandingan--sampai-sampai dijuluki Tim Impian.

Selain beberapa hal tersebut di atas, masih ada lagi ulasan keren Rob Hughes, rubrik Catatan Ringan-nya Sumohadi Marsis yang renyah dan bergizi, komik Sepakbolaria yang tak pernah kekeringan ide dari Nunk, dan banyak lagi aneka info olahraga yang up to date.

Kumulatif informasi itu memenuhi isi kepala kecil ini, dan sebagiannya tersimpan di alam bawah sadar. Artinya, ada bagian yang sudah dihafal luar kepala, secara otomatis terprogram di otak untuk bisa dibicarakan kapan saja dalam suasana apa saja. Bagaimana tepatnya otak melakukan itu masih merupakan misteri, namun kita semua tahu bahwa sistem pengingatan kembali otak luar biasa efisien, kecuali ketika kita mencoba mengingat kembali di mana meletakkan kunci motor.

Bisa dibilang, saya adalah "anak asuh" dari BOLA. Pada masa belum ada internet, Tabloid BOLA, majalah Bobo, dan juga koran semisal Kompas menjadi "medsos" kami, tetapi sifatnya tidak interaktif. Untuk mendapatkan berita, orang-orang menonton televisi, mendengarkan radio, membaca majalah, koran, atau tabloid.

Menurut pemikiran saya saat itu, penting untuk "mengkurasi" beberapa edisi Tabloid BOLA yang terbit pada peristiwa-peristiwa olahraga penting, dan yang saya anggap penting untuk dikenang selalu adalah beberapa turnamen Piala Dunia. Saya sempat membundel lalu menyimpannya namun entah bagaimana ceritanya semuanya hilang. Padahal, saya ingin momen-momen penting itu akan selalu bisa dibaca lagi kapan saja di waktu-waktu mendatang. 

Maksud saya, bundelan itu berfungsi sebagai pengingat sebab memori otak tak bisa mengingat semuanya. Mengandalkan ingatan semata merupakan kesia-siaan belaka sebab hidup makin kompleks dengan implikasinya adalah otak dihujani begitu banyak informasi yang juga kompleks.

***

Seperti kita ketahui bersama, literatur-literatur tertulis dicipta untuk membantu menyimpan informasi agar lestari. Begitulah yang terjadi manakala saya membundel lembaran-lembaran kertas benama BOLA. Kini saya tak perlu repot berpikir untuk membuat bundel-bundel lagi, kliping atau semacamnya. Majalah dan tabloid satu per satu tergulung zaman, kalah cepat dengan internet, tak lagi dilirik dan akhirnya tutup.

Di bangku kuliah, saya dikenalkan pada disket. Benda persegi panjang itu dapat menyimpan materi-materi mata kuliah yang membosankan, sementara saya dan teman-teman bisa menggunakan otak alami yang letaknya di kepala ini untuk bersenang-senang khas mahasiswa yang kurang serius kuliah. Lalu semuanya cepat berubah di mana disket berkapasitas 1,44 MB tiba-tiba hanya jadi sejarah saja. Posisinya digantikan hardisk berkapasitas besar dan dari waktu ke waktu bertambah dan bertambah besar. Obsesi kita terhadap sesuatu yang makin besar pada dasarnya merupakan hal tak aneh, bukan?

Kita bisa menyimpan dokumen dalam format apa saja, bisa menyimpan puluhan film favorit, atau berpuas diri mengambil ratusan foto dalam satu kejadian tak penting untuk selanjutnya menyimpan semuanya ke dalam hardisk itu.

Disket, hardisk, google drive dan lainnya semacam itu pada dasarnya adalah memori buatan yang tugas utamanya membantu otak menyimpan informasi. Kini kita tak perlu repot-repot mengingat atau mencari kenangan masa lalu penting. Pekerjaan kita terbantu dengan otak buatan seperti tersebut di atas. Kita cuma mencarinya di dalam hardisk, atau membuka google drive. Semuanya ada seperti pada waktu kita menyimpannya di awal, tak kurang suatu apa.

Ada juga internet yang menyimpan miliaran data. Untuk mengingat peristiwa olahraga penting seperti Piala Dunia 1998, misalnya--di tanggal 3 Januari 2023 ini--saya hanya tinggal mengetik kata kuncinya, semuanya akan ditampilkan. Lengkap. Sungguh mengasyikkan jika hanya dengan bermodalkan kuota internet dan kelincahan jari-jemari saja, kita mendapat informasi berlimpah ruah sedetail mungkin yang bahkan tak semuanya berguna buat kita. Kehilangan bundelan BOLA nyaris tak lagi berarti. Meski nilai sejarah bundelan tersebut tak tergantikan, internet masa kini memberi saya informasi jauh lebih lengkap daripada bundelan-bundelan itu.

***

Sesuai karakter alami manusia yang terobsesi ingin selalu lebih dan lebih lagi, media penyimpanan pun bertambah. Ada satu fenomena yang saya lihat di Facebook. Orang-orang mendokumentasikan kegiatannya di "dinding", entah itu berupa narasi maupun gambar. Dinding menjadi sarana penyimpanan yang mudah dicari sebab ada opsi untuk memilih postingan kita sesuai waktu tertentu.

Jika Anda berada pada suatu perayaan misalnya, hanya dengan beberapa foto dan narasi singkat, beberapa kali klik, menunggu beberapa detik laksana pesulap Houdini, muncullah semuanya di dinding, abadi selamanya. Facebook akan dengan senang hati mengingatkan Anda tahun depan dan tahun-tahun berikutnya, jam dan hari yang sama. 

Suatu hari di tahun 2030, Anda mungkin tak ingat momen bersejarah itu namun tiba-tiba Anda dikagetkan dengan pemberitahuan di ponsel, mengingatkan. Beberapa detail sudah betul-betul terlupakan namun begitu Anda membuka foto-fotonya, Anda seakan terbang masuk kembali ke saat itu. Sungguh, media penyimpanan sekaligus pengingat yang simpel namun efektif.

Pada momen sepak bola akbar semisal Piala Dunia, saya menyempatkan waktu menulis narasi tentangnya lalu menjadikannya status Facebook. Tak afdol rasanya tak melibatkan diri, masuk ke dalam ingar-bingar pesta Piala Dunia, pesta nan glamour. Inilah pilihan saya untuk terus mengenang peristiwa bersejarah empat tahunan tersebut. Bukan hanya soal Piala Dunia namun jika ada hal yang dirasa penting -- sesuai dengan kalimat provokatif di dinding: apa yang Anda pikirkan -- kita bisa melakukan apa saja.

Media sosial selalu memunculkan dua sisi bertolak belakang. Ia bisa memisahkan orang-orang, membuat polarisasi, namun secara pribadi, saya, dan juga banyak lainnya, memanfaatkannya untuk menyimpan sesuatu yang dirasa penting, dan akan menjadi kenangan. Tanpa disadari, media sosial telah menjelma menjadi otak buatan. 

Terdengar aneh memang, tapi ada orang tertentu yang saking sibuknya sampai lupa tanggal ulang tahunnya sendiri. Semoga bukan Anda salah satunya.

Tetapi jangan khawatur, mesin Facebook menaruh perhatian pada situasi ini. Anda akan diingatkan dengan begitu spesial. Bukan hanya itu, Facebook juga akan memberitahukan ulang tahun pasangan, saudara Anda, teman-teman satu kota Anda, rekan nun jauh di seberang, bahkan ulang tahun mantan Anda.

Sungguh, pengingat yang luar biasa.

JAVARIO

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun