Mohon tunggu...
Nor Anisa Rahmah
Nor Anisa Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Jember

Saya adalah seorang mahasiswa dan saya ingin lebih banyak menulis dalam blog ini

Selanjutnya

Tutup

Financial

Sinergi Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Sebagai Stabilitas Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global

17 November 2024   22:43 Diperbarui: 17 November 2024   22:58 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketidakpastian ekonomi global telah menjadi tantangan utama bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Pandemi COVID-19, konflik geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas menjadi faktor yang menguji ketahanan ekonomi nasional. Dalam kondisi ini, kebijakan fiskal dan moneter menjadi instrumen kunci untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Artikel ini membahas bagaimana sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter dapat memperkuat ekonomi Indonesia di tengah tantangan global. 

Kebijakan fiskal adalah tindakan pemerintah dalam mengelola anggaran negara, yang meliputi pengeluaran publik dan penerimaan pajak, untuk mencapai stabilitas ekonomi. Sementara itu, kebijakan moneter adalah langkah yang diambil oleh bank sentral untuk mengatur jumlah uang yang beredar, suku bunga, dan kredit demi menjaga kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi.  Meski memiliki tujuan yang berbeda, kedua kebijakan ini saling melengkapi. Kebijakan fiskal berfokus pada aspek permintaan agregat melalui pengeluaran publik dan pajak, sedangkan kebijakan moneter mengendalikan sisi penawaran uang untuk memengaruhi inflasi dan stabilitas harga. 

Indonesia saat ini menghadapi beberapa tantangan utama. Inflasi global, tekanan pada nilai tukar rupiah, dan perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama memengaruhi stabilitas ekonomi domestik. Dalam konteks ini, kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat memperlambat pertumbuhan, sementara kebijakan fiskal yang tidak terarah dapat meningkatkan defisit anggaran. Oleh karena itu, sinergi antara keduanya menjadi sangat penting. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi. Salah satu instrumen utama yang digunakan adalah penyesuaian suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate. Dalam menghadapi inflasi tinggi, BI cenderung menaikkan suku bunga untuk mengurangi konsumsi dan investasi yang berlebihan. Namun, kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, BI juga menggunakan intervensi di pasar valuta asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Hal ini penting, mengingat Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan baku. Ketidakstabilan nilai tukar dapat memicu kenaikan harga barang, yang pada akhirnya berdampak pada inflasi. Di sisi lain, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara efektif untuk mendukung perekonomian. Pada masa krisis, kebijakan fiskal ekspansif seperti peningkatan belanja infrastruktur, subsidi energi, dan program perlindungan sosial dapat membantu mendorong perekonomian. Namun, kebijakan ini juga harus mempertimbangkan keberlanjutan fiskal agar tidak memicu peningkatan utang yang berlebihan. 

Salah satu tantangan kebijakan fiskal di Indonesia adalah meningkatkan penerimaan pajak untuk mendukung pembiayaan pembangunan. Reformasi perpajakan yang sedang dilakukan diharapkan dapat memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan penerimaan pajak yang lebih tinggi, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk melaksanakan program-program strategis. Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dalam situasi inflasi tinggi, kebijakan moneter yang ketat perlu diimbangi dengan kebijakan fiskal yang efisien. Misalnya, pengurangan subsidi energi secara bertahap dapat membantu mengurangi tekanan inflasi tanpa perlu menaikkan suku bunga secara agresif. Sebaliknya, dalam kondisi perlambatan ekonomi, kebijakan fiskal ekspansif dapat diperkuat oleh kebijakan moneter yang akomodatif. Penurunan suku bunga, misalnya, dapat mendorong investasi, sementara belanja pemerintah meningkatkan permintaan agregat. Dengan demikian, kedua kebijakan ini dapat saling mendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Pandemi COVID-19 menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan fiskal dan moneter dapat bersinergi untuk menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah Indonesia meluncurkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), sebuah langkah besar dengan alokasi anggaran mencapai Rp695,2 triliun pada tahun 2020, yang kemudian meningkat menjadi Rp744,7 triliun pada tahun 2021. Program ini difokuskan pada tiga pilar utama: dukungan sektor kesehatan, bantuan untuk UMKM, dan perlindungan sosial bagi rumah tangga miskin. Dalam sektor kesehatan, anggaran PEN digunakan untuk pengadaan vaksin, subsidi perawatan pasien COVID-19, dan penguatan infrastruktur kesehatan. Pada 2021, lebih dari 192 juta dosis vaksin COVID-19 berhasil didistribusikan, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan program vaksinasi terbesar di dunia.

Sementara itu, dukungan kepada UMKM menjadi prioritas dalam menjaga keberlangsungan sektor riil. Program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) berhasil menjangkau lebih dari 12 juta pelaku usaha kecil, dengan total dana yang disalurkan mencapai Rp184,83 triliun pada tahun 2021. Di sisi perlindungan sosial, bantuan tunai langsung, kartu sembako, dan program prakerja menjadi andalan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjangkau lebih dari 15 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) memainkan perannya melalui kebijakan moneter yang akomodatif. BI menurunkan suku bunga acuan (BI-7DRR) ke level terendah sepanjang sejarah, yakni 3,5% pada Februari 2021, untuk mendorong pemulihan ekonomi. Selain itu, BI membeli surat utang negara (SUN) melalui skema burden sharing untuk mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah. Pada akhir 2020, BI tercatat membeli SUN senilai Rp473,42 triliun, yang secara langsung membantu menjaga stabilitas pasar obligasi dan memastikan likuiditas yang cukup bagi pemerintah untuk melaksanakan program PEN.

Sinergi kebijakan fiskal dan moneter adalah elemen kunci dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks Indonesia, tantangan utama adalah memastikan bahwa kedua kebijakan ini dapat berjalan seiring dan saling mendukung, terutama di tengah tekanan eksternal yang terus meningkat.  Kolaborasi yang erat antara pemerintah dan Bank Indonesia diperlukan untuk merumuskan kebijakan yang responsif terhadap dinamika ekonomi. Dengan pendekatan yang terkoordinasi, Indonesia dapat menghadapi ketidakpastian global dengan lebih percaya diri dan memastikan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun