Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menuju Sustainable Water: Blue Economy Strategy Terhadap Sumber Daya Air Untuk SDGs Indonesia

13 Juni 2024   10:40 Diperbarui: 16 Juni 2024   07:56 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Only 0.5% of water on Earth is useable and available freshwater-and climate change is dangerously affecting that supply. Over the past 20 years, terrestrial water storage-including soil moisture, snow and ice-has dropped at a rate of 1 cm per year, with major ramifications for water security (WMO, 2021).

Air menjadi persoalan krusial dalam situasi iklim yang terus berubah. WMO (2021) mencatat bagaimana kemudian hanya 0,5% air di bumi yang digunakan berpengaruh terhadap perubahan iklim dan berdampak buruk terhadap pasokan air tersebut. Selama 20 tahun terakhir, penyimpanan air di bumi, termasuk kelembaban tanah, salju dan es telah menurun dengan kecepatan 1 cm per tahun, yang berdampak besar pada ketahanan air. Ini artinya pada sisi perekonomian dalam keberlanjutan bisnis di seluruh dunia, akan menurunkan produksi sebesar 12% pada tahun 2030, 49% pada 2050, dan sebanyak 92% pada tahun 2100 mendatang.

'The Fresh Water' salah satu film dari 'the Egyptian' yang memenangkan penghargaan dunia pada tahun 2021 dengan audiovisual artistic fokus pada fresh water, aquatic ecosystem and water conservation. Film ini juga memuat bagaimana kemudian air dibutuhkan dalam berbagai industry dan kehidupan manusia, mulai dari pengolahan makanan, kebutuhan harian rumah tangga, produksi pakaian bahkan bangunan (https://amwaj-alliance.com/, 2021). 

Dalam pembangunan, fresh water diperlukan pada sektor primer mulai dari pertanian, kehutanan dan pertambangan, produksi industri, pembangkit energi dan sektor jasa. Artinya keberlanjutan bisnis manapun menggunakan air yang memiliki nilai ekonomi penting bagi pembangunan negara.

Perubahan iklim menjadi persolan dunia, tak hanya Indonesia. Tahun 2024, dinilai lebih panas atau disebut dengan 'mendidih' (boiling) karena panas ekstrem dengan suhu mencapai 1,45C, dan berbeda tipis dari IPCC Paris 2016, 1,5C (https://www.cnbcindonesia.com/, 2024). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga merilis 'Climate Outlook 2024' yang menjadi acuan seluruh lembaga dalam kegiatan pembangunan juga menyampaikan bahwa gangguan iklim dari Samudra Pasifik yakni ENSO yang berada pada fase lemah-moderat hingga netral di akhir 2024 (https://lestari.kompas.com/, 2024). 

Dalam menghadapi situasi yang sama, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), mengupas lebih dalam tentang arah kebijakan iklim Indonesia 'Indonesia Climate Policy Outlook 2024' dengan under demand, critical thinking dan under supply. Inilah yang menjadi pola dalam penyusunan kebijakan dengan harapan rendah karbon, termasuk situasi yang saat ini kita semua dihadapkan dengan perubahan iklim, dimana salah satu dampaknya adalah 'kekurangan sumber daya air'.

Begrbagai peristiwa terjadinya cuaca ekstrem, menyebabkan ketersediaan air terus menurun, semakin langka, tidak bisa diprediksi. Bappenas mencatat, pada 2022 lalu Indonesia mengalami 3.544 bencana alam dan justru 98% nya bersufat hidrometeorologi, sehingga berdampak pada 18 juta orang selama satu decade terakhir. Proyeksi Bappenas RI juga menyebutkan, adanya penurunan curah hujan 1-4% sejak 2020-2034 nantinya yang juga akan memicu kekeringan dan konflik alokasi air (Bappenas, kementrian PPN RI, 2024).

Dengan adanya berbagai kebencanaan yag bersifat hidrometeorologi, maka yang menjadi tantangan bagi Indonesia saat ini adalah bagaimana mempertahankan sumber daya air untuk dapat digunakan dan layak dikonsumsi sesuai dengan target pemerintah yakni 100%. Saat ini, Indonesia memiliki potensi sumber daya air yang cukup besar 2,78 triliun m3/thn dimana 691,31 nilai m3/thn dimanfaatkan dengan infrastruktur. 

Bahkan terdapat 61 bendungan yang dibangun sejak tahun 2014-2025 (29 bendungan telah selesai dan on going process sebanyak 32 bendungan). Tak hanya untuk kebutuhan irigasi 385.646 ha, namun juga mampu mereduksi banjir seluas 12.569,86 m3/det, Listrik 256,51 MW dan pemenuhan kebutuhan air baku 49,01 m3/det (Dirjen SDA PUPR, 2022).

 Artinya, Indonesia telah menyiapkan strategi khusus dalam penyiapan antisipasi secara kebutuhan air mapun antisipasi dan mitigasi kebencanaan di sektor perairan. Apalagi Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan ketersediaan 6% air yang dimiliki.

Strategi lain, Indonesia juga mulai melakukan penghitungan ketersediaan air, perhitungan kebutuhan air dan perhitungan neraca air, dimana kebutuhannya adalah: 1) Masyarakat semi urban (ibu kota kecamatan/kota (3.000-20.000 jiwa), 60-90 L/O/H (Liter/Orang/Hari), 2) Kota kecil (20.000-100.000 jiwa), 90-110 L/O/H, 3) Kota sedang (100.000-500.000 jiwa), 100-125 L/O/H, 4) Kota besar (500.000-1.000.000 jiwa), 120-150 L/O/H, 5) Metropolitan 1.000.000 jiwa, 150-200 L/O/H (Puslitbang SDA, PUPR 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun