Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sustainable Product: Membeli Produk, Trend, atau Nilai?

16 Januari 2024   13:58 Diperbarui: 17 Januari 2024   00:40 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sustainable product | Dok Pri Nor Qomariyah, 2023

Sustainable product hari ini menjadi perbincangan banyak orang diberbagai belahan dunia. Sustainable product juga dianggap menjadi salah satu cara bagaimana mengukur kepedulian kita terhadap planet tempat kita tinggal, dimana produk ini dianggap memiliki kelebihan dengan bahan yang berkualitas dan tentunya meminimalisir dampak terhadap lingkungan ditengah climate change yang terjadi. 

Pemilihan dan pemilahan sustainable product menjadi nilai tersendiri bagi gen Z yang menjelma menjadi segmen khusus dalam pasar global. Mereka juga merupakan konsumen aktif yang bisa menentukan 'nilai' produk dari sisi kelayakan untuk save people and planet sebagai konsumen.

Berdasarkan data The Sustainability Imperative Nielsen edisi 2015 yang melibatkan 30.000 konsumen di 60 negara, sebanyak 66% dari responden mengaku bersedia membayar lebih untuk membeli produk berkelanjutan atau green product (https://lestari.kompas.com/,2023). 

Produk berkelanjutan dimaksudkan untuk membangun pertumbuhan perekonomian Indonesia ke arah green economy, yakni mendorong ekonomi rendah karbon, menggunakan sumber daya hayati, mengurangai bahan bakar fosil, meningkatkan kesejahteraan sosial sehingga mampu menguramgi dampak negative terhadap alam.

Dengan green economy, Indonesia juga tumbuh 5,3% di tahun 2022 oleh terms of trade yang positif dari sektor komoditas dan konsumsi swasta. Berlanjut pada 2023 tumbuh 5,05% dan 5% diperkirakan akan tumbuh di 2024 (https://www.worldbank.org/,2023). 

Komitmen besar Indonesia terhadap green economy juga telah dibuktikan dalam 'Leaders Declaration' dalam gelaran G20 di Bali pada 2022 lalu, mulai dari (i) Pandemic Fund untuk mengatasi pandemi di masa depan sebesar USD1,5 miliar, (ii) Special Drawing Right (SDR) oleh IMF dalam bentuk Resilience and Sustainability Trust (RST) sebesar USD81,6 miliar, (iii) Mendorong komitmen perubahan iklim pada Glasgow Pact dari negara maju sebesar USD100 miliar per tahun, (iv) Kelanjutan komitmen untuk memastikan setidaknya 30% dari daratan di dunia dan 30% dari laut dunia dikonservasi atau dilindungi pada tahun 2030, serta (v) Kelanjutan komitmen untuk mengurangi degradasi tanah secara sukarela sampai 50% di tahun 2040 (https://www.ekon.go.id/, 2022).

Bicara green economy tentu tidak terlepas dari green product and green services yang kini menjadi trend dalam membangun branding. Contoh paling gampang adalah anak-anak kalangan muda yang memiliki pandangan praktis dan realistis ini justru paling sadar ternyata dengan kemunculan isu ini. 

Farid, sebut saja begitu. Salah satu teman diskusi, yang memiliki concern terhadap green product. 

Menurutnya, green product itu penting untuk membantu anak-anak muda memahami bagaimana mengelola lingkungan dan menjaga planet yang sudah semakin parah kerusakannya. 

Beberapa campaign yang dilakukan diantaranya mulai dari memperkenalkan kain tenun berbahan alam, climate change card, management food consumption, fashion termasuk dengan cara mengelola sampah dengan bijak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun