Kritik sosial ini menambah deretan bagaimana kemudian kita harus membeli barang dengan 'eco-label' dengan harga mahal, sebagai sebuah trend, merasakan sensasi terhadap hal baru, atau menikmati status dengan barang baru. Tentu kebiasaan ini terkait dengan pembelian produk, dimana apabila kita membeli produk dan mencintainya, maka kita akan merawatnya dan tidak akan menggantinya sampai dengan tidak layak pakai.Â
Mungkin kita masih agak sulit menjelaskan bagaimana kita kemudian memilih fashion dengan second fashion atau thrift.Â
Thrift dianggap sebagian orang mungkin tidak layak, dengan berbagai alasan kesehatan dan ekonomis lainnya. Tapi tahukah kita bahwa dengan thrift kita bisa menyelamatkan 93 miliar meter kubik air atau sekitar 20% air limbah industri fashion di seluruh dunia dari proses pencelupan dan pengolahan selembar kain?
United Nations Environment Program (UNEP, 2023) menyebutkan industri fashion bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global setiap tahun dan diprediksi akan naik 50% di tahun 2030.Â
YouGov Omnibus (2017) juga mengungkapkan bahwa dua pertiga orang dewasa (66%) di Indonesia membuang pakaian dalam decade 1 tahun terakhir dan dan seperempat (25%) telah membuang lebih dari sepuluh item pakaian dalam 1 tahun terakhir.Â
Ini artinya, kita belum sepenuhnya mampu menerapkan sustainable living dengan yang menyeimbangkan upaya lokal dan global untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan tetap melestarikan lingkungan alam dari degradasi dan kerusakan, dimana menjadi prinsip utama dalam mendukung produk yang lebih sustainable.
Membeli Nilai atau Harga?
Exxon Mobil, Shell, BP, dan Chevron adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar, namun perusahaan ini mencoba untuk tetap concern dalam 'sustainable product' dengan melibatkan konsumen utama mereka.Â
Dalam Sustainability Report (SR), 2023, Exxon Mobil mulai melakukan pengurangan total emisi VOC, Sox dan NOx sejak 2016-2022 sebesar 23% dan100% air yang digunakan dalam operasional merupakan air daur ulang dari air payau serta 30% dari pembuangan hidrokarbon terkendali ke dalam air.
Sementara untuk fuel, konsumen masih menuntut untuk pengurangan pada penggunaan bahan bakar fosil yang semakin membawa dampak apabila tidak ada peran serta pengurangan dari keseluruhan perusahaan ini.
Dalam kasus ini, tentu related dengan bagaimana kemudian kita menerapkannya di industri yang related dengan kebutuhan eksplorasi fosil yang memang masih menjadi kebutuhan utama dalam pemenuhan energi negara.