Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Instagema, Inovasi Percepatan Penurunan Stunting melalui Gerakan Ekonomi Sirkular

2 Januari 2024   17:46 Diperbarui: 8 Januari 2024   10:47 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ekonomi sirkular. (Sumber: BsWei/Shutterstock via kompas.com) 

Indikator Global SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting), kurus (wasting), gizi kurang (underweight), dan gizi lebih (overweight).

Berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 (Riskesdas, Kemenkes RI, 2023), angka stunting mengalami penurunan sekitar 2,8 % di 2022 (dari 24,4% menjadi 21,6%), wasting justru mengalami kenaikan 0,6% dari 7,1% pada 2021 menjadi 7,7%, underweight mengalami kenaikan 0,1% tahun 2022, dari 17,0% di 2021 menjadi 17,1% pada 2022 dan overweight dari 3,8% pada 2021 menjadi 3,5%, mengalami penurunan 0,3% pada 2022. 

Khusus pada stunting prediksi tahun 2023 hanya 17,8% dan target RPJMN pada 2024 hanya 14% saja. Secara nasional, Sulawesi Barat masih menjadi peringkat stunting yakni diangka 35,0%, Kalimantan Selatan di 24,6% dan terendah adalah Bali, 8,0%. 

Secara umum, prevalesni stunting di Bali di angka 8,0% jauh lebih rendah dibandingkan prevalensi stunting nasional sebesar 24,4% dan angka prevalensi stunting secara global 22% (2022).

Bali menjadi contoh yang baik dalam penanganan stunting, mulai dari prenatal, natal hingga pra-natal. Bali melakukannya dengan menjaga kearifan local dengan gerakan Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) muai dari penghidupan lahan pekarangan, pemantauan intensif gizi remaja, ibu hamil dan balita. 

Tak hanya Bali, keberhasilan dalam upaya penanganan stunting juga dilakukan di Kabupaten Banjar. Tepat di tahun 2023, Kabupaten Banjar menjadi 3 besar nasional dimana prevalensi stuntingnya mengalami penurunan signifikan mencapai 14,3% (https://home.banjarkab.go.id/, 2023). Prestasi ini mencatatkan prestasi, Dimana sebelumnya Kabupaten Banjar berada pada angka 40% dan turun menjadi 26,4%

Gerakan sirkular secara kolaboratif mennnjadi strategi pendekatan yang dicanangkan oleh Kabupaten Banjar. Tak hanya pemerintah daerah, namun juga private sector, akademisi hingga masyarakat diajak untuk bahu membahu mnurunkan prevalensinya. 

Strategi ekonomi sirkular dipilih karena persoalan stunting juga tidak berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan beberapa hal yang saling berkelindan, seperti halnya:

1) Kemiskinan. Stunting sangat umum disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi, protein dan zat besi. Pada wilayah kantong kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan kasusnya karena keluarga tak cukup kemampuan memenuhi kebutuhan asupan gizi dan nutrisi bagi balita. 

Dilansir oleh https://p2ptm.kemkes.go.id/post (2023), angka stunting tinggi juga memiliki kemiskinan tinggi di atas rata-rata nasional (10,64%). 

Ada 5 daerah yang masih tercatat memiliki stunting sekaligus dalam kategori miskin adalah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun