Ada pengalaman menarik sekaligus menjadi tantangan tersendiri, dimana ketika mengimprovisasi anggota tim kerja yang berasal dari Gen Z di dalam industri-bisnis. Gen Z ternyata lebih banyak menanyakan, benefit apa yang bisa didapatkan dan apakah perusahaan ini mapan? Bagaimana jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan dari dampak ekonomi global dari industri ini? Tentu saja, ini tidak mudah untuk dijawab, namun cara yang elegant untuk merangkul gen Z dan menjadikannya sebagai aset sumber daya manusia dalam core business kita adalah;
Pertama, kenali siapa Gen Z yang menjadi bagian dari tim kerja kita, mulai dari kultur, kebiasaan, potensi, bahkan apa yang menjadi harapan saat ia memutuskan untuk bergabung di dunia industri-bisnis.
Kedua, temukan prioritas apa yang menjadi fokus utama mereka, apakah 'benefit-profit oriented', 'goal development' atau bahkan 'wants to be their own self'.
Ketiga, gunakan literasi teknologi yang digunakan oleh Gen Z, dan isu  apa yang paling banyak dibicarakan ketika berdiskusi terkait dengan industri-bisnis yang sedang kita geluti.
Keempat, lakukan pengukuran kinerja secara terukur, sesuai dengan kapasitas kemampuan yang Gen Z miliki. Jangan salah, Gen Z menurut dataindonesia.id (2022)Â menyebutkan Gen Z adalah generasi yang paling optimis menghadapi situasi ekonomi mendatang. 86,5% Gen Z menganggap ekonomi justru akan lebih meningkat dan membaik di tahun mendatang dengan keyakinan kemampuan menghadapi ancaman ekonomi di angka 79,4%.
Kelima, asahlah kemampuan dan trust building dengan bekerja sebagai partner. Gen Z akan lebih senang memposisikan dirinya sebagai partner kerja dan bukan hubungan top down antara 'bawahan dan atasan'. Mengapa? Karena dengan menjadikan Gen Z sebagai partner kerja dengan sendirinya akan terbangun mindset menghargai keberadaan mereka dan mendukung apa yang sedang mereka bangun atau kerjakan.
Keenam, berikan reward ketika Gen Z berhasil mencapai achieve dari apa yang mereka kerjakan. Karena pada dasarnya Gen Z adalah generasi dimana eksistensi diri dan penghargaan untuk eksis menjadi hal penting untuk mendorong mereka lebih berkembang secara karir dan masa depan di dunia industri-bisnis.
Enam langkah diatas tentunya sebagai gambaran Gen Z dengan dunia industri-bisnis mereka. Merujuk pada Mc-Kinsey (2018), dimana Gen Z adalah 'undefined ID'Â (memahami keterbukaan dengan berbagai karakteristik yang berbeda), 'the communaholic' cenderung realistis dan analitis dalam mengambil keputusan, dan 'digital native' erat dengan teknologi.Â
Ini yang kemudian mendorong Gen Z menjadi generasi yang work-life balance, dimana salah satu prioritas dan preferensi utama Gen Z akan sebuah industri-bisnis adalah berbagi dan membantu orang lain (Agarwal & Vaghela, 2018). Untuk mencapai work-life balance, maka perusahaan harus menyediakan jam kerja yang fleksibel, cuti libur berbayar, cuti sakit berbayar, dan cuti hari kesehatan mental berbayar, dan lainnya.
Jika kita sebagai leader team dari Gen Z maka yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan improvisasi, men-develop melakukan co-create bersama, co-innovate atau berinovasi bersama dengan membangun tujuan yang sama-memberikan perubahan yang bermakna bagi perusahaan dan masyarakat secara sosial-lingkungan. Gen Z bisa menjadi katalisator, pembaharu dan tentu saja memiliki keselarasan kerja yang baik dan balance dalam mengimbangi nilai karakteristik diri dan nilai-nilai industri-bisnis dengan gaya kerja inovatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H