Dalam perjalanan ke Jakarta, seorang penumpang bus yang duduk di bagian paling depan, sibuk memutar lagu dan mencari berbagai koleksi lagu yang bisa dinikmati oleh seluruh penumpang. Akan tetapi karena lagu yang dicarinya tidak ketemu, ia lalu bertanya kepada seorang sopir, "Pak, ada spotify?"Â
Sang sopir menjawab, sambil tetap memegang setir bus, bahwa dia memiliki berbagai aplikasi musik yang bisa dibuka di HP yang memang menjadi salah satu fasilitas bus, lengkap dengan sound system sebagai satu kesatuan demi peningkatan pelayanan kepada penumpang dan menjadi daya tarik tersendiri.
Benar saja, ketika lagu 'Kok Iso Yo' punya Denny Caknan feat Bagus Guyon Waton diputar, semua penumpang yang mayoritas berasal dari Semarang ini merasa 'happy'.Â
"Iki wae mas enak iki lagune", kata penumpang yang duduk di bangku ketiga dekat kaca jendela dan diamini oleh penumpang lainnya. Lagu koplo Jawa ini memang menjadi salah satu lagu favorit di tahun 2022 dan selalu menghiasi layar Youtube maupun Spotify.
Aplikasi App, kini menjadi kebutuhan hampir seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang kelas sosial dan batasan usia. Â
Di daerah pedalaman pun akan sangat mudah kita jumpai berbagai smartphone lengkap dengan berbagai fitur aplikasi. Apalagi hari ini, hampir semua kebutuhan kitab Isa dipenuhi dengan App.Â
Dari yang awalnya kebutuhan transportasi ojek, kini bertransformasi dengan 'market'. Dari sekadar 'alat mendengarkan musik' kini menjadi 'podcast super asyik', atau bahkan dari yang sekadar jasa 'pengantaran' kini menjelma pelayanan 'super canggih one stop services'. Semua perubahan ini karena kecanggihan 'Super App'.
Super App pada awalnya diperkenalkan oleh perusahaan etknologi China, Tencent Holding, dengan mengadopsi Supper App pada aplikasi WeChat.Â
Markey.id menyebut, WeChat yang tadinya hanya perpesanan bersifat mobile dan disebut sebagai kombinasi yang menggabungkan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, PayPal, berkembang manjadi Super App yang menyediakan berbagai fitur bagi pelanggan, mulai dari kesehatan, pengantar makanan, pemesanan transportasi online hingga layanan lainnya. Tak ketinggalan adalah layanan game didalam WeChat yang turut menyumbangkan sekitar 32% dari total pendapatan di tahun 2008.
Aplikasi ini dinilai menarik dan akan mampu memenuhi semua kebutuhan, tanpa harus mengistal berbagai macam aplikasi ke depan, ditambah ketergantungan bagi para penggunanya.Â
Asia Tenggara khususnya kini mulai berlomba memperebutkan pasar ini yang diperkirakan akan mencapai U$D 240 miliar di tahun 2025 (markey.id).Â
Super App merupakan aplikasi layanan melalui selular atau web dengan seuluruh kebutuhan dasar transaksi digital.Â
Super App menjadi platform perdagangan hingga komunikasi saat ini mengikuti berbagai kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang.Â
Hal ini dianggap lebih mudah dan fleksibel bagi masyarakat urban Indonesia. Kemudahan yang didapatkan dengan berbagai sistem teknologi komprehensif, kemudahan akses jaringan, ini yang kemudian mendorong mengapa Super App dibutuhkan.
Pemerintah pun telah melihat ini sebagai peluang pengembangan. Kominfo secara resmi menginformasikan melalui laman m.kominfo.go.id rencana penghapusan 24.400 aplikasi yang telah digunakan masyarakat baik dari Lembaga maupun kementerian. Super App digadang akan menyinergikan semua kebutuhan dalam satu aplikasi.Â
Mengapa ini menjadi cita-cita pemerintah? Karena, hingga saat ini, electronic government telah menggunakan 2.700 pusat data, dengan 3% berbasis cloud dan sisanya ethernet (bekerja sendiri-sendiri), sulit dalam interoperabilitas, tidak efisien, dan berbeda di setiap unit lembaga ataupun pemerintah dan belum memenuhi implementasi data driven policy di Indonesia.
Sebagai informasi, hari ini pemerintah melalui Kominfo, juga mulai merancang 4 pusat data berbasis cloud, mulai dari area Ibu Kota Negara (Jabodetabek) di tahun 2024, di Nongsa, Batam, Kepulauan Riau dengan kapasitas yang sama dengan ibu kota, di Kawasan Indonesia Tengah dan Indonesia Timur (pusat data di IKN), dan terakhir adalah Labuan Bajo, yang berposisi sebagai fiber optic network (penghubung Indonesia bagian Barat, Tenggara, Timur).
Upaya Super App ini tidaklah mudah. Dukungan berbagai pihak tentu sangat dibutuhkan, terlepas dari apakah memang 'kita' sudah saatnya membutuhkannya? Ataukah kita memang masih butuh waktu untuk beradaptasi dengan 'digitalisasi' berbagai sistem kehidupan yang juga mengubah tatanan kita?Â
Jawabannya adalah Indonesia negara besar dengan jumlah penduduk 237,88 juta per Desember 2021, di mana 89% telah menggunakan smartphone pada rentang usia 25-34 tahun (BPS, 2021), tentu penting beradaptasi dengan pola perubahan digital pada seluruh sistem yang nantinya terintegrasi dalam Super App.
Pertama, desain strategi keamanan. Belajar dari berbagai kasus soal kebocoran data pribadi hingga kebocoran 'rekening nasabah' dengan adanya 'e-money' sebagai bentuk 'fintech', penting mendesain strategi keamanan sebagai prioritas dalam mewujudkan 'Super App Indonesia'.Â
Hal ini harus dilakukan misalnya dengan kenali pola traffic data yang tidak biasa, di tengah berbagai traffic data atau bot yang berseliweran. Begitu juga dengan threat intelligent guna mengantisipasi seberapa besar ancaman aplikasi ini dapat dihack.
Kedua, mengenalkan literasi digital transformation, termasuk dalam pola kehidupan sosial yang dijalani masyarakat dalam keseharian.Â
Digital transformation pada dasarnya adalah penggunaan sistem digital dalam organisasi, bisnis, pendidikan, kesehatan dan lainnya secara efisien. 'Adaptasi' merupakan kata kunci untuk membudayakan pola penggunaan sistem digital di tengah masyarakat.
Adaptasi ini bukanlah hal mudah, di mana Indonesia merupakan negara kepulauan, jangkauan yang luas dengan 37 provinsi yang belum semuanya bisa akses internet dan belum semua teredukasi dengan teknologi.Â
Perlu dipersiapkan terlebih dahulu perangkat bangunan 'platform digital'Â dan tentu ini membutuhkan waktu untuk mengakselerasi seluruh sistem atau disebut dengan digital infrastructure.Â
Ada 3 hal penting dalam membangun adaptasi untuk transformasi ini, di antaranya participation (berpartisipasi-berkontribusi dalam tujuan yang sama), remediation (mengubah budaya lama ke arah inovasi budaya), dan bricolage (tetap memanfaatkan apa yang sudah ada untuk membentuk hal baru).Â
Tiga pilar ini tentu saja diharapkan dapat bersama-sama mendukung Super App yang digagas oleh pemerintah melalui kerja kolaboratif, adaptif dan efisien.
Ketiga, membangun prinsip inklusifitas dan tanggung jawab sosial-lingkungan. Beralihnya kita pada Super App, bukan berarti mengesampingkan prinsip inklusifitas dan tanggung jawab sosial kita.Â
Dalam arti, pemindahan dunia 'fisik' ke dunia 'digital', bukan kemudian menjadikan kita sebagai 'pribadi' yang berbeda. Melainkan tetap menjadi diri sendiri dengan 'identitas' kita sebagai pribadi manusia, yakni 'makhluk sosial' dengan rasa 'empati dan emosional'.
Adapun tanggung jawab sosial-lingkungan di sini adalah, penting ke depan kita mulai memikirkan, bagaimana Super App juga bisa berkontribusi dalam management risk dampak sosial dan lingkungan.Â
Seperti halnya ketika kita, memesan ojek online melalui aplikasi, mungkin kita mulai berkontribusi pada pelepasan karbon yang dihasilkan dari 'transportasi' yang kita pesan.Â
Atau bagaimana kemudian kita turut berkontribusi pada pengurangan sampah plastic yang menjadi pembungkus 'barang' yang kita pesan melalui aplikasi. Ataukah mungkin kita juga bisa mulai berkontribusi dengan 'mengadopsi pohon' yang memberikan 'oksigen' melalui aplikasi, bahkan juga bersinergi dengan pola 'management waste'Â sebagai bentuk kontribusi kita terhadap tanggung jawab dari Super App.
Tiga hal di atas patut kita renungkan bersama, mulai menyusun strategi dalam membangun ekosistem Indonesia menuju digital life. Paling tidak harapannya 'sinergi dan kolaborasi' masih menjadi dua kata utama kita menuju pada Indonesia lebih baik.Â
Dan tentu kita semua tidak ingin dampak yang sangat beresiko seperti yang digambarkan oleh Todd Williams dalam film 'Cell' pada 2016 lalu.Â
Film 'Cell' yang diadaptasi dari novel Stephen King, menceritakan bagaimana dampak signal telephone (the pulse) yang mampu menginfeksi manusia menjadi 'zombie' (Phoner).Â
Film ini memberikan gambaran pada kita, bagaimana ketergantungan kita pada hari ini bisa dan mampu mengubah jati diri kita, dari yang sosial menjadi anti sosial, dari nyata menjadi digital, dari humanis menjadi de-humanis, hingga mampu menciptakan ketergantungan pada ponsel dan mengalahkan menariknya dunia di sekeliling kita atau sekadar menyapa orang-orang di sekeliling kita dengan senyuman.
Kembali pada Super App, teknologi yang nanti akan kita gunakan bersama, harapannya bisa membawa dampak positif, bernilai humanis, ada tanggung jawab sosial-lingkungan, aman kita gunakan dan memiliki proteksi yang kuat, serta membantu memudahkan aktivitas masyarakat dan bukan menjadi beban dalam pola adaptasi akselerasi penggunaan app-nya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI