Pada akhirnya, dari sela-sela obrolan dapur dengan para ibu di Yogyakarta, meskipun jauh dirantau dari tanah Minang, 'rendang' membawa diri makna filosofinya yang tak akan sama ketika itu dipandang sebagai sebuah 'bumbu masakan biasa' yang bisa dipraktekkan oleh juru masak dimanapun berada. Rendang, juga tak hanya makna 'penghormatan leluhur' tetapi sejarah bagaimana 'masakan itu tercipta dan menyebar menjadi milik bangsa'.Â
Jika hanya dipandang tanpa filosofi, mungkin rendang bisa disajikan dalam satu balutan rasa dengan babi, namun apabila rendang ditilik dari makna sejarah dan antropologi, maka balutan rasa itu tak akan sampai di hati.
Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana memaknai 'rendang' sebagai warisan budaya, filosofi, hakikat dalam kejernihan pendalaman adat basandi syara' di Minangkabau, selaras dengan peristiwa, konteks bahkan proses dari berbagai perubahan dimensi sejarah.Â
Selalu akan terbuka perpaduan balutan rasa rendang dengan empati tinggi terhadap masyarakat Minang yang menjunjung tinggi nilai budaya Islam dalam berbagai ragam karya masakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H