Pertama, ada banyak sekali potensi minyak nabati di Indonesia. Kelapa misalnya, sangat mungkin diandalkan dengan tingkat ketersediaan potensi produksi Rp.50,2 triliun. Hal ini tentu saja menjadi peluang untuk kembali pada kearifan local mengolah Kembali kelapa menjadi minyak goreng dengan proses sederhana, skala rumah tangga untuk menekan kebutuhan.Â
Kedua, membangun mekanisme baru dalam pola perdagangan dengan mengedepankan potensi masyarakat dan petani di Indonesia.Â
Ketiga, mengakselerasi business model dengan value creation, value capture dan value delivery berbasis digital dalam skala pemenuhan food security. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir kelangkaan lesunya pasar produk masyarakat.
Paling tidak, tatanan ekonomi baru tidak mengagetkan masyarakat dengan nilai inflasi yang sangat besar, sehingga gap paradoks terlihat nyata antara jumlah produksi sawit misalnya dengan langkanya minyak goreng.Â
Atau, alternatif pemenuhan kebutuhan melalui ketersediaan bahan-bahan nabati mulai dari kelapa, jagung, kacang-kacangan yang bisa diolah dengan tradisi local Kembali dilakukan melalui local empowerment.Â
Sehingga interlinkage dengan kebutuhan melalui platform digital perdagangan secara market yang lebih luas. Kali ini, aku berhasil menjawab pertanyaan Emak, minimal mengetahui kemana perginya minyak goreng di negeri ini dengan tetap berbesar hati dalam menanti kebijakan positif negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H