PENDAHULUAN
a. Perkembangan Nilai
Bertens, K, menyatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Hans Jonas mengatakan bahwa nilai adalah the addressee of a yes (sesuatu yang ditunjukan dengan ya). (Sudjatnika, 2017)
Dalam kamus popular, nilai diartikan sebagai ide tentang apa yang baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna, sifatnya lebih abstrak dari norma. Ditinjau dari sudut pandangan tema filosofis tentang hakikat subjektif, nilai merupakan reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku. Pengikut teori idealisme subjektif seperti positivisme logis, emotivisme, analisis linguistik dalam etika, menganggap nilai sebagai sebuah fenomena kesadaran dan memandang nilai sebagai pengungkapan perasaan psikologis yaitu sikap subjektif manusia kepada objek yang dinilainya. Berbeda halnya dengan kaum rasionalis mengatakan bahwa nilai merupakan esensi-esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Sedangkan kaum empiris memandang nilai sebagai unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Â
Lorens Bagus dalam bukunya Kamus Filsafat menjelaskan bahwa nilai dalam bahasa Inggris disebut value, bahasa Latin valere artinya berguna, mampu akan sesuatu, berdaya, berlaku, kuat. Ditinjau dari segi harkat, nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan. Ditinjau dari segi keistimewaan, nilai adalah apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai sesuatu kebaikan. Lawan dari suatu nilai positif adalah "tidak bernilai" atau "nilai negatif". Baik akan menjadi suatu nilai dan lawannya (jelek, buruk) akan menjadi suatu "nilai negatif" atau "tidak bernilai". Ditinjau dari sudut Ilmu ekonomi memiliki arti kegunaan nilai tukar benda-benda material.
Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai dalam nilai adalah etika (ethics) atau moral (morals). Secara filosofis dikenal dengan istilah axios (nilai) dan logos (teori) atau aksiologi yaitu the theory of value atau teori nilai tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis, yaitu sesuatu yang memungkinkan seseorang berbicara tentang moralitas, melalui kata-kata atau konsep-konsep "seharusnya" atau "sepatutnya" (ought/should). Maka aksiologi merupakan analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepantingan. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Menurut Steeman dalam, (Harmadinayanti, 2019)
Jiwa pada individu manusia adalah ruh subyektif yang menciptakan dan mendukung nilai-nilai. Nilai-nilai ruh subyektif manusia kemudian diterima oleh umum (masyarakat luas) membentuk sistem nilai-nilai umum yang kemudian disebut nilai-nilai kebudayaan. Sistem nilai ini berfungsi sebagai pedoman dan norma hidup manusia baik sebagai individu atau kelompok misalnya dalam keluarga, organisasi, partai politik, masyarakat atau bangsa. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. (Sudjatnika, 2017)
Spranger memandang kebudayaan adalah sistem nilai-nilai atau kumpulan nilai-nilai yang disusun dan diatur menurut struktur tertentu. Dalam hal ini Spranger menggolongkan enam bidang nilai kebudayaan (lebensformen), antara lain (1) bidang pengetahuan-ilmu dan teori, (2) bidang ekonomi, (3) bidang kesenian, (4) bidang keagamaan, (5) bidang kemasyarakatan, (6) bidang politik. Empat bidang diatas diantaranya termasuk pada bidang nilai yang berhubungan dengan manusia sebagai individu, sedangkan dua bidang terakahir merupakan bidang nilai yang berhubungan dengan mansuia sebagai anggota masyarakat. (Sudjatnika, 2017)
PEMBAHASANÂ