Ibu penulis pernah bertanya, apa yang dilakukan penonton pertandingan sepakbola saat 15 menit istirahat  babak pertama.
Jawabannya banyak, Bu. Ada yang jajan, membeli makan dan minum dari pedagang yang ada di tribun, ada yang sholat, ada yang merokok, ada yang main handphone, bahkan dulu ada yang melamar kekasihnya di tribun stadion. Ngeri, bray.
Khusus pertandingan Persib, ada satu kebiasaan yang dilakukan oleh Panpel, yaitu menampilkan Prabu, maskot ofisial dari Persib untuk berjoget dan hal itu juga dilakukan pada pertandingan ini. Namun ada hal yang sedikit berbeda, pada kesempatan kali ini Prabu ditemani oleh Simba, maskot dari BOMBER.
Mungkin bagi pembaca yang tidak terlalu mengikuti Persib, sejak lama Bobotoh mempunyai maskot bernama Simba (Si Maung Bandung).Â
Hingga akhirnya di awal musim ini muncullah Prabu (Pangeran Biru) yang menjadi maskot ofisial dari Persib. Hal tersebut sempat menjadi perbicangan Bobotoh khususnya di dunia maya sampai akhirnya mungkin semua selesai pada pertandingan Persib vs PSM ini.Â
Hal tersebut dikarenakan melalui announcer pertandingan diumumkan bahwa Simba juga ditarik menjadi maskot ofisial bersama Prabu. Duh, Prabu aja udah berdua, kamu kok masih sendirian aja sih? Hehehehe.
Setelah dihibur oleh kelincahan Prabu dan Simba selama istirahat babak pertama, pertandingan dimulai kembali. Diawali oleh koreografi 3D dari Viking di tribun timur tempat penulis berada, Persib tetap menguasai permainan namun sulit untuk kembali mencetak gol. Ripuh jow.
Suasana di tribun tetap meriah, namun dengan suasana yang cukup berbeda dari pertandingan-pertandingan Persib lainnya.
Bobotoh terus bernyanyi namun seakan menunggu dan bertanya dalam hati. Bukan hanya menunggu dan bertanya kapan gol dari Persib datang kembali, tapi menunggu dan bertanya kapan sang legenda hidup, Hariono, untuk masuk ke dalam lapangan.
Betul saja, penulis tidak melihat menitnya, tapi Hariono akhirnya dimasukkan oleh Coach Robert Alberts menggantikan Ghozali Siregar. Sebuah pergantian yang sangat emosional. Seisi stadion menggemakan namanya, berteriak dengan mata yang berkaca-kaca.
Masuknya Hariono disambut sebuah pelukan hangat dari Supardi yang langsung memasangkan ban kapten kepadanya. Sebuah momen mengharukan yang sangat beruntung penulis bisa berada di sana dan melihat hal tersebut secara langsung.