Minggu (23/9) kemarin Penulis bersama dengan empat teman menonton langsung pertandingan Persib vs Persija di tribun barat samping selatan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).
Sebuah pertandingan panas yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh masyarakat Indonesia. Perjuangan kami cukup panjang hanya untuk menyaksikan laga tersebut, dari pembelian tiket online yang sulit, penukaran tiket yang memakan antrian kurang lebih satu jam, bermacet-macet ria dalam perjalanan ke GBLA, sampai akhirnya mengantri lagi untuk masuk ke dalam tribun.
Tidak hanya sampai disitu, setelah bisa masuk dan duduk di tribun penonton pun kami harus merasakan perihnya gas air mata dari pihak keamanan yang sampai saat ini saya masih belum tahu untuk apa aparat menggunakan gas air mata tersebut, padahal kondisi dalam tribun saat itu terpantau kondusif.
Namun semua perjuangan tersebut akhirnya berakhir dengan indah setelah klub kebanggaan kami berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 3-2 lewat gol dari Ezechiel, Bauman dan Malisic.
Hal yang patut disyukuri karena membuat Persib bisa tetap mempertahankan posisi puncak klasemen sementara. Setelah pertandingan kami pun sholat maghrib dan isya di masjid dekat stadion lalu pulang dengan riang gembira menuju rumah masing-masing.
Sesampainya di rumah, Penulis dikagetkan dengan adanya kabar supporter Persija yang dikabarkan meninggal setelah dikeroyok oleh Bobotoh di tempat parkir GBLA.
Awalnya penulis tidak percaya soal kabar tersebut, karena situasi dan kondisi di dalam stadion cukup kondusif, jadi tidak mungkin ada kejadian tersebut, penulis pun berharap hal tersebut sekedar hoax yang disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Namun rupanya kabar tersebut benar adanya, Haringga Sirila, supporter Persija, meninggal di dekat Gerbang Biru GBLA setelah dipukuli belasan Bobotoh.
Penulis yang tadinya begitu senang dengan kemenangan Persib menjadi sangat terpukul, marah dan kecewa mendengar kabar tersebut. Begitu biadab dan tidak berperikemanusiaannya mereka sampai tega membunuh seseorang hanya karena berbeda klub kebanggaan. Setan apa yang merasuki diri kalian dulur-dulurku?
Setelah menonton video yang sempat tersebar di internet, penulis juga merasa heran dengan aparat keamanan dan ribuan Bobotoh lain yang hanya melihat dan merekam kejadian tersebut tanpa ada usaha untuk melerai. Penulis yakin bahwa kalau saja ada sebagian Bobotoh dan aparat yang coba melerai mungkin nyawa Haringga masih bisa diselamatkan.
Haringga menjadi korban nyawa kesekian dari rivalitas kebablasan antara Bobotoh Persib dan The Jak Mania. Meninggalnya Rangga (2012) dan Ricko (2017) karena pengeroyokan di dalam stadion, seakan tidak menjadi pelajaran bagi kedua supporter untuk menahan diri dan berdamai untuk menghilangkan segala rivalitas yang sudah kebabalasan ini. Rivalitas yang sudah tidak sehat dan berbahaya, rivalitas kebablasan yang sepertinya terus dijaga oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Lalu apa upaya yang bisa dilakukan agar perdamaian diantara kedua supporter bisa terjadi? Berikut merupakan pendapat penulis pribadi:
Intensifkan Pertemuan Antar Petinggi Kedua Kelompok Supporter
Dengan intensifnya pertemuan antar petinggi kedua kelompok supporter akan memberikan contoh bagi supporter lainnya, khususnya supporter "grassroot" untuk memulai perdamaian.
Selama ini Ketua Umum The Jak, Ferry Paulus, sudah cukup intensif menjalin hubungan dengan petinggi-petinggi Bobotoh di Bandung dan daerah perbatasan, bahkan beberapa waktu lalu sempat berkunjung ke acara ulang tahun BOMBER dan bertemu dengan Heru Djoko dan Yana Umar selaku Ketua dan Dirigen Viking. Hal yang juga harus dilakukan oleh petinggi Bobotoh untuk datang dan bersilaturahim ke Jakarta.
Pembangunan Monumen PerdamaianÂ
Monumen perdamaian ini bisa menjadi langkah selanjutnya dari perdamaian. Di Bandung, monumen bisa dibangun di tempat (Alm.) Haringga ditemukan, di Jakarta bisa dibangun di daerah Gelora Bung Karno. Pembangunan monumen ini bisa menjadi pengingat agar tidak ada lagi kekerasan yang melibatkan kedua supporter.
Mulai Memberikan Jatah Supporter Away Dalam Jumlah Terbatas
PSSI, Kemenpora, BOPI, Kepolisian dan pihak berwenang lainnya harus berani mengambil resiko untuk duduk bersama dan menetapkan hal ini. Selama ini ada sebuah aturan dan regulasi yang sangat jelas saat Persib dan Persija bertanding.
Jika Persija menjadi tuan rumah, maka Bobotoh tidak boleh datang langsung ke stadion, begitu juga saat Persib menjadi tuan rumah, maka The Jak tidak boleh datang ke stadion.
Aturan yang (katanya) baik, namun sampai kapan akan terus dipertahankan? Toh tetap saja tidak efektif, malah semakin berbahaya karena kedua supporter tetap saja ada yang bandel dan melanggar aturan tersebut, lalu menyusup ke dalam stadion, hal yang membuat pihak keamanan pun kesulitan untuk mengamankan mereka dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Dengan diterapkannya kuota terbatas, misalnya 50 orang supporter away, tentunya dengan pengamanan ekstra dari pihak keamanan, setidaknya kedua supporter sudah bisa belajar untuk menerima kehadiran supporter tim tamu.
Dengan saling terbiasanya kedua supporter bertemu di stadion walaupun dalam jumlah sedikit, peluang perdamaian diantara kedua supporter akan lebih cepat terlaksana. Bukan tidak mungkin dari 50 orang supporter away tersebut akan terus berkembang sampai akhirnya warna biru dan oranye bisa benar-benar duduk berdampingan di dalam stadion tanpa harus ada pengamanan lagi.
Melupakan Segala Kejadian di Masa Lalu dan Membuka Lembaran Baru
Rivalitas yang terjalin sejak tahun 2001 mungkin menyisakan dendam dan luka yang begitu dalam. Namun dengan melupakan segala kejadian di masa lalu dan membuka lembaran baru, maka rivalitas kebabalasan ini akan berhenti dan berubah menjadi rasa persaudaraan yang kuat.
Bobotoh dan The Jak bisa belajar dari hubungan Bonek dan LA Mania yang saat ini semakin akrab setelah kedua supporter membuka lembaran baru dan melupakan kejadian suram di masa lalu.
Menahan Diri di Sosial Media
Sosial media merupakan pedang bermata dua, betapa banyak kejadian memilukan bersumber dari provokasi di sosial media. Begitupun dengan permasalahan Bobotoh dan The Jak, banyak tawuran, penghadangan, sweeping dan aksi kekerasan lainnya yang disebabkan oleh provokasi di media sosial.
Maka dari itu, kedua supporter harus lebih menahan diri dari segala bentuk provokasi, apakah itu dari opini pribadinya ataupun menyebarkan dari orang lain. Dengan ademnya obrolan Bobotoh dan The Jak di sosial media, maka potensi adanya kejadian kekerasan di dunia nyata akan semakin kecil.
Ya, begitulah pendapat penulis soal rivalitas kebablasan ini, tulisan ini bukan hanya untuk Bobotoh dan The Jak, tetapi juga untuk seluruh supporter di Indonesia, khususnya Bonek, Aremania, Brajamusti, Maident, Pasoepati, BCS, Slemania, dll.
Hentikan semua Rivalitas kebablasan ini, karena seperti yang diucapkan oleh Bambang Pamungkas, "Tidak ada satupun pertandingan sepakbola yang seharga dengan nyawa manusia".Â
Untuk kalian supporter goblog yang masih ingin mempertahankan rivalitas kebablasan ini, saya hanya ingin bertanya, "Sampai kapan? Sampai anggota keluargamu juga menjadi korban?"
Akhir kata, mari kita berdoa untuk (Alm.) Haringga agar semua amal ibadahnya diterima dan ditempatkan di Surga-Nya. Aamiin.
Tidak lupa, Rabu (26/9) besok, Viking Persib Club akan mengadakan doa bersama bertempat di Stadion Persib Jl. Ahmad Yani, Bandung pukul 18.30 wib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H