(Wonolopo, 8/9/22) Pertanian diberbagai tempat tidak lepas dari berbagai Organisme Penganggu Tanaman (OPT) dimana yang berpotensi tinggi dalam menurunkan tingkat produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Berbagai jenis OPT seperti hama, penyakit dan gulma menjadi musuh yang dihadapi oleh petani sehari harinya di lahan.Â
Gulma merupakan salah satu OPT yang sangat mengganggu di lahan pertanian karena gulma menyerap berbagai nutrisi yang terdapat dalam tanah sehingga tanaman budidaya harus berkompetisi dalam mendapatkan asupan nutrisi tersebut. Akibatnya, tanaman budidaya tidak tumbuh secara optimal dan mengurangi produktivitas yang dihasilkan
Gulma dapat dikendalikan oleh berbagai cara seperti dengan cara mekanis, fisik, maupun kimiawi. Pengendalian gulma secara mekanis biasa dilakukan dengan pencabutan gulma secara langsung menggunakan tangan. Pengendalian gulma secara  fisik dapat dilakukan dengan cara pemangkasan dengan gunting taman maupun alat pertanian, pembakaran maupun pengolahan lahan menggunakan cangkul ataupun traktor.Â
Sedangkan pengendalian gulma secara kimia biasa dikendalikan dengan menggunakan herbisida. Herbisida merupakan senyawa kimia yang diaplikasikan pada lahan pertanian untuk mengendalikan gulma yang menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman.
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida kimia sintetis memberikan hasil yang cepat dimana gulma dapat mengering atau mati dalam waktu yang singkat. Namun, residu bahan kimia yang terdapat pada herbisida kimia dapat mencemari tanah pertanian dan mengakibatkan tingkat kesuburan lahan menurun.Â
Hal ini juga dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman budidaya yang menurun dan berakibat pada penurunan produksi dari tanaman budidaya.
Salah satu alternatif dalam pemberantasan gulma di lahan pertanian dapat menggunakan herbisida organik sebagai pengganti herbisida kimia sintetis dalam pengendalian gulma. Herbisida organik terbuat dari berbagai bahan organik dimana dapat terurai dengan baik di tanah dan meningkatkan kesuburan tanah. Salah satu bahan dasar organik yang biasa digunakan sebagai herbisida organik yaitu air kelapa tua yang difermentasi selama 14 hari.
Pemberian sosialisasi herbisida organik dilaksanakan di kebun KWT kampung flora dan diikuti oleh ibu ibu KWT kampung flora. Kegiatan sosialisasi diawali dengan penjelasan mengenai perbandingan herbisida kimia dengan herbisida organik.Â
Dilanjutkan oleh pelaksanaan demonstrasi pembuatan herbisida organik dan diikuti oleh pemberian penjelasan fungsi dari masing masing bahan yang terdapat pada herbisida organik air kelapa tua  serta penjelasan mengenai langkah pengaplikasian herbisida organik di lahan.Â
Dengan pemberian sosialisasi dan demonstrasi pembuatan herbisida organik, diharapkan kedepannya ibu ibu KWT dapat menjadi contoh kepada masyarakat kampung flora dan kampung sekitar lainnya dalam penggunaan herbisida organik kepada kebun pertaniannya maupun pada pekarangan rumahnya.