Mohon tunggu...
Novyana Handayani
Novyana Handayani Mohon Tunggu... aparatur sipil negara -

Dulu sempat menjadi jurnalis. Lima tahun saya rasa cukup, karena ternyata label media cetak hanya perusahaan kapitalis yang mementingkan rekening pribadi dibanding kesejahteraan karyawan serta informasi yang valid, berimbang serta aktual bagi khalayak. Kini, saya hanya seorang penulis tanpa kertas...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan Soal Gender dengan Tidak Terpilihnya Clinton

10 November 2016   09:11 Diperbarui: 10 November 2016   09:21 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dan bahkan warga AS sekalipun belum siap menerima Presiden wanita.....

yg hebat ya Indonesia....

Demikian status seorang teman di facebook, yang juga seorang pengamat sosial di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Beberapa teman lain juga menyampaikan hal yang sama, bahwa negara demokrasi terbesar di dunia sekalipun belum mampu menerima perempuan sebagai presiden.

Namun menurut saya ini bukan soal ‘burung’. Bukan soal Clinton seorang perempuan atau bukan. Masyarakat Amerika sudah mengenal demokrasi sudah sejak lama. Puncaknya adalah terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika selama dua periode berturut-turut (delapan tahun).

Padahal orang kulit hitam ‘kastanya’ masih lebih rendah dari perempuan dalam peta rasis Amerika. Sementara pada 2008 lalu mayoritas masyarakat Amerika memilih presiden berkulit hitam pertama, mencatat sejarah. Bagi saya, itu adalah puncak kemenangan demokrasi rakyat Amerika.  

Kini, banyak yang terkejut dengan kemenangan Trump. Bahkan Jerman sekalipun. Selama kampanye, Trump bagai ‘badut’ yang menampilkan trik-trik lucu hingga menarik minat media. Kalimat-kalimat rasis dalam kampanyenya, membuat Trump dibenci minoritas.

Nyaris tak terdengar program yang masuk akal. Entah kurang menarik minat pemberitaan media atau memang tidak ada program yang masuk akal. Berdasarkan survey, Clinton sempat diatas angin. Namun belakangan, karena kasus alamat surat elektroniknya kembali dibuka FBI, pamor Clinton menurun.

Ditambah lagi, belakangan Trump merubah gaya kampanyenya hingga merubah arah banyak pemilih. Disamping itu, dua periode kepemimpinan Demokrat dirasa cukup. Semula banyak yang berharap, Demokrat mampu membawa ekonomi Amerika kearah positif. Karena memang biasanya presiden dari Demokrat cenderung menitik beratkan ekonomi sebagai prioritas.

Namun ternyata, kenyataan tak sesuai harapan. Amerika sempat mendekati bankrut dibawah kepemimpinan Obama. Negara tak mampu membayar gaji pegawainya, pengangguran dan kredit macet. Cukup sudah! Dua periode Demokrat dirasa cukup, rakyat Amerika ingin mencoba rasa lain.

Yang tersedia tentu saja Trump, yang diusung Republik. Meskipun programnya sebagian besar terasa konyol, namun ia dirasa bisa member warna baru. Setelah dua periode ‘kulit hitam’ yang dari Demokrat, masyarakat menilai belum saatnya mantan first lady yang juga dari Demokrat, menetap di Gedung Putih.

Jadi ini bukan soal gender. Bukan soal Clinton punya ‘burung’ atau tidak. Ini soal check and balance yang merupakan bagian penting dari demokrasi itu sendiri.

Selamat kepada rakyat Amerika atas terpilihnya pemimpin baru. Banyak yang mengkhawatirkan kepemimpinan Trump yang diduga akan membawa pada world war III. Semoga saja itu tidak terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun