Lembaran kertas itu berwarna pastel, dengan aroma yang sedap dan tentu saja dengan lipatan yang sangat artistik. Lembaran-lembaran itu kemudian dimasukan pada amplop dengan warna dan aroma senada. Sungguh indah, membuat hati berbunga-bunga, bahkan sebelum membaca isinya.
Aksi mengirim surat cinta dengan cara seperti itu sempat trend pada akhir 1980-an hingga awal tahun 2000-an. Tak jauh berbeda dengan saat ini, remaja 80an hingga awal 2000an juga sudah saling suka. Hanya saja, bertemu langsung dan saling sapa masih berupa hal yang ‘tabu’.
Alhasil, surat menyurat menjadi ajang komunikasi yang dipilih. Teman yang dipercaya, menjadi ‘tukang pos’ untuk menyampaikan surat pada pujaan hati. Biasanya diselipkan diantara lembaran buku pelajaran, atau diletakan di laci meja penerima surat.
Untuk saat-saat istimewa, kartu ucapan menjadi pilihan. Belakangan kartu ucapan dengan latar music sempat jadi hits. Pada jaman itu, surat menyurat menjadi cara komunikasi yang awam. Bahkan sempat trend memiliki sahabat pena, yang alamatnya biasa didapat dari majalah remaja atau majalah anak-anak.
Saat hari raya tiba, berpuluh kartu ucapan dikirim melalui Kantor Pos. Bahkan cara itu dilakukan pula, untuk mengirim surat pada idola di ibukota. Balasan dari selebriti yang dikagumi biasanya berupa surat singkat, dilengkapi dengan foto diri yang ditandatangani.
Tapi itu dulu, dulu sekali. Kini, bertanya kabar cukup dilakukan melalui media sosial, pesan singkat atau surat elektronik. Surat menyurat kini hanya dilakoni oleh instansi, baik pemerintahan maupun swasta. Saat surat menyurat hampir redup, Kantor Pos sempat berusaha membuat penyelamatan dengan membuat lomba-lomba tulisan yang dikirimkan lewat Pos.
Namun, semua teknologi ada masanya. Surat menyurat tak lagi terselamatkan. Kini semua dilakukan dengan cara instan. Kantor Pos terpaksa move on, dengan melakukan usaha lain. Kini, surat menyurat bukan lagi bisnis utama mereka.
Pengiriman paket, pengiriman wesel pos hingga western union, barang pos hingga pembayaran aneka cicilan bisa dilakukan melalui pos. Selamat Hari Pos, semoga suatu hari nanti surat menyurat kembali hidup. Bukan sebagai kebutuhan, tapi sebagai budaya, sebagai pengingat, bahwa masa-masa itu pernah ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H