Mohon tunggu...
Nophie Frinsta
Nophie Frinsta Mohon Tunggu... -

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilematis Subsidi BBM

22 November 2014   19:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:07 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini bukan soal pemerintahan Jokowi atau SBY atau yang sebelum2nya. Ini tentang keadaan sebenarnya.

Bahwa kenaikan harga BBM di era pemerintahan manapun, PASTI di tentang oleh sebagaian besar rakyat. Mau di bungkus dengan cara seperti apapun tetap ada penolakan.  Karena efeknya bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat. Belum lagi kepentingan2 terselubung dari orang atau kelompolpok  tertentu. Terlepas kenaikan itu benar atau sekedar manipulasi. Yang jelas, ketika harga BBM naik, maka kepentingan rakyat langsung terusik karena dalam hitungan matematis akan langsung paham bahwa beban nya akan bertambah.  Penolakan bisa di sikapi dengan hanya sekedar ngedumel, kemudian bersuasa secara wajar, sampai yang demo turun ke jalan, bahkan ada yang sampai anarkis dan membawa korban.

Berbeda dengan ketika hutang negara bertambah. Meski bertambahnya sampai ratusan trilliun, tetapi tidak langsung menyentuh kepentingan dan kebutuhan rakyat, maka rakyat hampir tidak terusik sama sekali. Kalaupuan ada yang bersuara itu hanya sedikit sekali gaungnya. Padahal hutang negara juga adalah beban semua rakyat. Negara harus membayar hutang itu salah satunya dari hasil pajak rakyat. Tapi setahu saya belum pernah ada aksi demo mahasiswa atau warga turun ke jalan, bakar2 ban, karena persoalan hutang negara yang saat ini katanya sudah mencapai Rp. 3000 Trilliun.

http://economy.okezone.com/read/2014/03/19/20/957589/utang-luar-negeri-ri-capai-rp3-000-triliun-di-awal-tahun

Padahal hutang negara menjadi semakin besar, diantaranya juga karena dana yang ada di gunakan untuk memberikan subsidi BBM. Agar rakyat mendapatkan BBM murah. Jadi saya pikir ini kok seperti mekanisme kredit saja.

Membeli barang secara kredit.  Dengan DP murah (Subsidi BBM), tetapi cicilian mahal dan lama (Bayar hutang negara). Atau membayar DP lebih mahal, tetapi cicilan murah dan lebih cepat.

Tetapi ini sudah terlanjur. Subsidi BBM sudah terlanjur di biasakan. Di implementasikan dari awal tanpa S&K ( Syarat dan Ketentuan berlaku). Jadi rakyat juga terlanjur menganggap bahwa BBM murah itu bukan karena di subsidi. Pengambil kebijakan subsidi tidak  pernah memberi tahu rakyat bahwa subsidi itu ada batasnya. Entah itu batas waktu atau batas kemampuan.  Coba tanyakan sama rakyat yang tidak melek informasi, tentang apa itu Subsidi BBM. Kebanyakan mereka tidak tahu. Kita2 yang pengakses informasi saja yang tahu. Mereka tahunya bensin itu murah atau mahal.  Harganya naik atau turun.

Padahal kita harus tahu BBM itu adahal hasil bumi yang tidak bisa di perbaharui. Tentu ada batasnya. Misalnya extrem ( Bila tanpa mempertimbangkan tentang energi alternatif ) , suatu ketika BBM itu habis, apakah soal subsidi masih jadi persoalan? apa yang mau di subsidi sedangkan barangnya saja tidak ada.

Kesimpulan saya adalah : Subsidi BBM ini meleset dari perkiraan dan tujuan awal mula adanya subsidi. Tetapi saat ini sudah terlanjur menjadi benang kusut yang sulit diurai.

Untuk itu saran saya kepada pemerintah saat ini dan selanjutnya  :


  1. Sudah saatnya negara tidak bergantung pada BBM saja. Cari energi alternatif yang bisa terbarukan.
  2. Negara harus di urus dengan benar. Sumber daya alam dan kekayaan alam harus di lindungi, di olah dan di pergunakan untuk kepentingan rakyat, agar kesejahteraan bisa merata.
  3. Pembangunan infrastruktur ( darat, laut, udara) merata di seluruh Indonesia.
  4. Subsidi-subsidi apalagi dibidang konsumtif  seperti BBM di hapuskan, Tetapi perbesar subsidi-subsidi di bidang produktif. Misalnya subsidi bantuan sekolah, bantuan dana riset, bantuan modal kerja, modal usaha, bantuan pemasaran dll.
  5. Mafia-mafia di berantas. Koruptor di libas.
  6. Hutang negara harus di kurangi, bukan di tambah dengan memperbaiki no 1,2, 3 dan 4.


#hanya_sudut_pandang_rakyat_jelata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun