Saat ini, GLB difokuskan untuk peserta didik di Sekolah Dasar (SD,) selain karena anggaran terbatas ---untuk semua jenjang pendidikan, karena SD merupakan titik awal untuk memulai menumbuhkan dan berupaya meningkatkan kapasitas kecakapan berbahasa Indonesia melalui membaca dan menulis. Selain SD, sasaran lainnya adalah komunitas di masyarakat yang setingkat dengan usia SD, seperti anak putus sekolah.
Untuk itulah, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membangun ekosistem budaya literasi di GLB yaitu melibatkan dinas pendidikan, sekolah, komunitas, perguruan tinggi, Ditjen PAUD/DIKMAS dan duta bahasa sebagai fasilitator. Tahun 2016 dijadikan sebagai tahun percontohan, pelaksanaannya untuk setiap provinsi diwakili oleh satu SD dan satu komunitas.
Tahapannya adalah menyediakan bahan ajar, menyusun pedoman GLB, melatih tenaga/fasilitator literasi, melaksanakan pembelajaran literasi, dan puncaknya pada tanggal 28 Oktober 2016 akan diadakan Olimpiade Literasi. Olimpiade literasi itu adalah hasil dari proses GLB tadi. Pesertanya adalah peserta didik SD dan komunitas yang sudah mengikuti pembelajaran literasi.
MI Al-Istiqomah menjadi sekolah pertama yang menerapkan konsep pengembangan sekolah literasi yang ada di Sumatera Selatan. Program yang diinisiasi oleh Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa ini fokus pada pengembangan sistem pembelajaran dan budaya sekolah literasi. Sementara itu,
Dalam satu semester, peserta didik diwajibkan membuat karya tulis dengan cara mengajukan judul tulisan mulai dari bidang sosial, ilmu alam, eksperimen, penelitian sosial dan lainnya dengan sejumlah referensi, lalu dikerjakan secara bertahap. Di akhir semester, hasil karya tulis ilmiah peserta didik dipresentasikan kepada penguji yang ditunjuk oleh pihak sekolah. Sementara itu, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Palembang menunjuk SMA Negeri 5 Palembang sebagai sebagai Pilot Project Gerakan Literasi Sekolah di Palembang.
Selain di MI Al-Istiqomah dan di SMA Negeri 17 Palembang, SMA Negeri 5 Palembang, ada enam sekolah di Bumi Serasan Sekundang yang melakukan gerakan literasi. Yakni SMA Negeri 1 Unggulan Muara Enim, SMA Negeri 2 Muara Enim, SMA Negeri 1 Gelumbang, SMA Negeri 1 Gunung Megang, SMA Ngeri 1 Lawang Kidul, dan SMA Bukit Asam.
Gerakan literasi di SMA Negeri 17 Palembang telah memberikan nilai positif. Beberapa peserta didik diantaranya berhasil meraih sejumlah prestasi di tingkat nasional diantaranya : Juara 2 Creanovation Award dari Universitas Dian Nuswantoro, The Best Ilmiah dalam even The Young Scientist Conference dari Surya Institut dan meraih juara untuk even Chemfest yang digelar Politeknik Bandung. Tujuan utama gerakan literasi adalah mengajak peserta didik untuk hidup lebih cerdas. Gerakan literasi menekankan bahwa betapa pentingnya peserta didik membaca dan menulis. Gerak literasi dapat menciptakan, mendukung dan memajukan ekosistem pendidikan yang lebih cerdas, kreatif dan produktif.
Dibalik masih banyak pendidik yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya gerakan literasi di sekolah, pendidik harus memberikan contoh agar peserta didik rajin membaca. Disela-sela kegiatan belajar mengajar atau pun di kalah istirahat, pendidik mestinya memperlihatkan ketauladanan pada peserta didik bahwa mereka rajin atau selalu membaca. Bagi pendidik yang sudah sertifikasi harus mengalokasikan dana untuk membeli buku-buku untuk menambah wawasan keilmuan. Gerak literasi pun bukan sekedar menyuruh peserta didik sebatas membaca, lalu meninggalkannya atau hanya menyuruh peserta didik menjawab pertanyaan di buku sebagai tugas. Kegiatan membaca yang efektif tentu harus memiliki strategi.
Dengan adanya gerak literasi, Kemendikbud telah memberlakukan aturan baru bagi para peserta didik untuk membaca sebelum pelajaran pertama dimulai selama 15 menit (idealnya 30 menit) yang tujuannya tentu saja untuk meningkatkan dan membiasakan peserta didik membaca dan yang lebih penting bertujuan untuk mengeluarkan Indonesia dari krisis literasi. Sepertinya penjalanan gerakan literasi di Sumatera Selatan masih panjang karena hanya gelintir sekolah yang peduli dengan gerakan ini. Selain dilihat dari jumlah sekolah yang dikukuhkan atau mengukuhkan diri sebagai sekolah yang berbudaya literasi, hasil karya pendidik atau peserta yang jadi rujukan keberhasilan gerakan literasi, khususnya karya tulisan atau karya ilmiah, sangat minim sekali. Seandai ada pun sifatnya insidental dan keterpaksaan, seperti adanya persyaratan untuk naik pangkat atau ketika ada perlombaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H