Mohon tunggu...
nopelta elpinn
nopelta elpinn Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Hobi berlari

Selanjutnya

Tutup

Financial

Buruh Tak Pernah dianggap Penting dalam segala Aspek

29 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 29 Desember 2024   11:25 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Buruh yang Dianggap Tak Penting dalam Aspek Apapun

Nopelta Elpin

ABSTRAK

Tulisan ini mengulas kondisi buruh dari sudut pandang ekonomi, sosial, dan politik, dengan penekanan pada dinamika hubungan industrial, pemenuhan hak-hak pekerja, serta tantangan di era globalisasi. Pembahasan mencakup ketimpangan dalam upah, perlindungan hukum yang minim, dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan buruh. Selain itu, artikel ini menyoroti peran penting serikat buruh dalam membela hak-hak pekerja serta strategi kolektif yang digunakan untuk menghadapi dampak perubahan ekonomi global dan otomatisasi, serta tantang yang dihadapi kedepannya. Berdasarkan hasil analisis data dan literatur terbaru, artikel ini memberikan rekomendasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Pendahuluan

Buruh merupakan elemen vital dalam mendorong pembangunan ekonomi suatu negara. Dengan kontribusi besar di berbagai sektor, seperti manufaktur, jasa, dan pertanian, mereka menjadi fondasi utama aktivitas ekonomi. Namun, meskipun peran mereka sangat penting, pekerja sering menghadapi tantangan serius, mulai dari ketidakadilan dalam pengupahan, kondisi kerja yang tidak memadai, hingga lemahnya perlindungan hukum.

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi, tantangan yang dihadapi buruh semakin rumit. Perubahan pola kerja akibat otomatisasi dan digitalisasi, misalnya, telah meningkatkan risiko pengurangan tenaga kerja manusia di sejumlah sektor. Selain itu, serikat pekerja yang berfungsi sebagai wadah perjuangan hak-hak buruh kerap dihadapkan pada kendala struktural dan politis yang menghambat efektivitasnya.

Bagian pendahuluan ini bertujuan memberikan gambaran awal tentang isu-isu utama yang dihadapi buruh dalam konteks modern, sekaligus membuka ruang diskusi mengenai strategi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan memahami kompleksitas persoalan ini, diharapkan artikel ini dapat berkontribusi dalam merumuskan kebijakan dan pendekatan yang lebih adil serta inklusif bagi pekerja di masa mendatang.

Isi

D

alam konteks masyarakat, buruh memiliki peran yang signifikan dalam penggerakan roda perekonomian. Namun, posisi buruh sering kali dianggap tak penting dan berada dalam ketegangan antara kepentingan ekonomi,politik, dan sosial, yang menjadikan bahwa buruh tak segitu penting. Kita bahas dalam aspek buruh di negara Indonesia saat ini yang problem adalah dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka penangguran, rendahnya Sumber Daya Alam (SDA) tenaga kerja, dan jaminan sosial yang seadanya saja. Buruh itu sendiri adalah salah satu elemen penting dalam struktur masyarakat modern. Kenapa, karena mereka tulang punggung perekonomian di masyarakat. Kelompok buruh adalah tulang punggung industri dan pembangunan ekonomi. Mereka itu bekerja kontribusi langsung pada produk barang dan jasa yang mendukung kebutuhan di masyarakat. Nah problem yang didapat buruh ternyata tidak sedikit, dinamika sosial yang terjadi semisal yang terjadi pada buruh ialah upah yang tidak layak, jam kerja yang panjang, dan minimnya jaminan sosial. Awal bangkitnya kesadaran dikalangan buruh sekitar awal Abad ke-20, dan tahun 1920 berdiri Perserikatan Perhimpunan Buruh Indonesia (PPBI). Saat masa ini pemogokkan kerja oleh para buruh menjadi kekuatan kolektif mereka. Yang terjadi saat upah yang sedikit dengan kebutuhan hidup yang semakin meningkat di berbagai tempat di daerah masing-masing di Indonesia. Jam kerja yang panjang itu tadi juga membuat para buruh yang sudah kerja lama atau jam kerja yang lama namun upah pun yang didapat tak sebanding. Upah tersebut telah diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tantang Pengupahan tersebut. Ketidak adilan sering memicu konflik antara buruh dan perusahaan. Buruh yang kerap menggunakan aksi kolektif seperti mogok kerja, dan demontrasi untuk menuntut hak-hak mereka. Di sisi lain, perusahaan sering juga mengedepankan efisiensi perusahaan dan keuntungan, yang kebanyakan bertentangan dengan kesejahteraan buruh. Didalam aspek lain, buruh melalui kinerja mereka juga membantu mencapai target produksi, meningkatkan kualitas produk dan menciptakan nilai tambah. Buruh peran dalam kontribusi pembangunan nasional, yakni buruh membayar pajak dan mendukung pendapatan negara yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Selain itu, serikat buruh memperjuangkan hak-hak pekerja. Buruh sebenarnya jangan dipandang tidak penting, dalam aspek di politik buruh menjaga stabilitas dan partisipasi dalam pemilu,kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Gerakan buruh telah mengalami berbagai perubahan sepanjang sejarah. Pada masa kolonial, perjuangan mereka difokuskan untuk melawan eksploitasi oleh pihak penjajah. Setelah meraih kemerdekaan, tujuan utama bergeser ke upaya meningkatkan kesejahteraan dan memperjuangkan pengakuan atas hak-hak dasar, termasuk pendirian serikat buruh. Di era modern, gerakan buruh semakin terstruktur dan memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk membangun solidaritas. Media sosial kini menjadi sarana yang ampuh dalam menyuarakan aspirasi serta menyebarkan informasi tentang isu-isu buruh. Buruh berperan dalam mengelola modal yang dimiliki oleh Perusahaan maupun lembaga tempat kerjanya, dan bukan sekedar uang tetapi juga barang dan jasa. Kondisi sosial dan ekonomi yang terjadi dinegara berkembang sekarang jauh dari kata ideal, dengan banyak factor yang terjadi dari upah tadi, lalu buruh yang harus tinggal di tempat yang fasilitas yang jauh dari kata layak dan lain sebagainya. Selain dari aspek disampaikan diatas tadi juga bahwa efek dari tuntutan yang tidak logis dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaannya membuat pekerja/ buruh stress akan pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam suatu data menyebutkan bahwa, PHK yang terjadi tehadap buruh perOktober tahun 2024 sebanyak 59 ribu orang dan salah faktor permintaan dipasar menurun. Faktor lain juga adalah globalisasi dan teknologi, dimana globalisasi membuka peluang pekerjaan baru, namun banyak buruh yang kehilangan pekerjaan akibat relokasi industri ke negara dengan upah yang lebih tinggi. Automasi dan kecerdasan buatan juga menjadi ancaman keberlangsungan berbagai jenis pekerjaan manual, memaksa seorang buruh untukk adaptasi dengan keterampilan baru yang pernah pelajari bahkan ketahui sebelumnya. Namun, tranformasi ini juga membuat para buruh menciptakan peluang untuk berkembang. Pendidikan keterampilan menjadi kunci menghadapi tantangan, agar peran pemerintah dan perusahaan menyediakan akses terhadap transformasi yang ada untuk pelatihan keterampilan tersebut. Regulari terkait buruh ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yakni mengatur hubungan kerja, hak dan kewajiban buruh dan perlindungan kerja. Pada era modern seperti saat ini, buruh berperan terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim dan keberlanjutan, mendorong praktik industry yang ramah lingkungan. Sejarah juga menunjukkan bahwa buruh sering kali sebagai penggerak perubahan sosial, dan perjuangan mereka para buruh menghasilkan banyak kemajuan dari penghapusan kerja paksa, pengurangan jam kerja, dan pemberian hak cuti. Kondisi umum buruh di Indonesia mengalami deindustrialisasi sehingga pekerja yang bersifat informal semakin banyak. Deindustrilisasi yang dimaksud adalah kondisi ketika sektor industry tidak lagi menjadi pendorong utama perekonomian suatu negara, keadaan ini ditandai juga dengan penurunan kontribusi sektor industry tadi terhadap produk domestic bruto (PDB) nasional. Perubahan ini buruh menjadi tergantung terhadap pasar bebas sehingga berbagai aturan yang lahir terjadi dari pemerintah. Dalam membangun industry nasional ada beberapa syarat yakni, pertama; mendorong pembangunan infrastruktur; kedua, perbaiki kebijakan deregulasi; dan ketika, fasilitas pembiayaan hal itu sendiri untuk mendorong dua hal tadi untuk menguatkan modal upaya untuk membangun sumber daya manusia, sumber daya alam, serta teknologi inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri nasional telah membawa berbagai perubahan signifikan, baik dalam aspek pembangunan nyata maupun kebijakan. Salah satu dampaknya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang dikenal dengan istilah Omnibus Law. Omnibus Law merupakan regulasi yang dirancang untuk menyederhanakan berbagai aturan guna mempercepat terciptanya skema lapangan kerja di Indonesia. Kebijakan ini bertujuan mempermudah investasi, meningkatkan efisiensi birokrasi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan membuka lebih banyak peluang kerja. Omnibus Law aturan turunan terkait investasi dan skema perjanjian perdagangan bebas yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2011 tentang perubahan kebijakan bidang usaha penanaman modal. Mekanisme hukum Omnibus Law melalui Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 telah dinyatakan melanggar konstitusi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun demikian, implementasinya tetap berjalan dengan dukungan pemerintah, seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Mendagri No. 188/1518/OTDA tentang Identifikasi Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), serta Surat Edaran No. 5 Tahun 2021 mengenai pemberlakuan hasil rapat pleno Mahkamah Agung sebagai pedoman tugas pengadilan.

Situasi ini menyebabkan sejumlah aturan yang seharusnya dicabut tetap diberlakukan, sehingga sektor industri masih merujuk pada UU Cipta Kerja. Misalnya, pengaturan upah minimum untuk tahun 2022 masih menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2020. Selain itu, ketentuan terkait Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan juga terus mengacu pada undang-undang ini. Akibatnya, buruh menghadapi ketidakpastian hukum yang signifikan.

Ketidakpastian ini tidak hanya menyangkut aspek hubungan kerja dan pengupahan tetapi juga berdampak pada penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan di berbagai level. Banyak perselisihan di tingkat perusahaan tidak dapat diselesaikan karena tidak adanya kesepahaman mengenai landasan hukum yang digunakan. Bahkan, perdebatan hukum tersebut sering kali berujung pada intimidasi terhadap buruh, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak adil. Kondisi ini menegaskan perlunya tindakan tegas untuk memperbaiki mekanisme hukum yang ada dan memastikan perlindungan yang jelas bagi hak-hak buruh. Langkah ini penting untuk menciptakan kepastian hukum yang mendukung hubungan industrial yang adil dan berkelanjutan. Yah kita lihat ketika terjadinya pandemi Covid-19, yang membuat banyak perubahan dari perekonomian dan pembatasan mobilitas pekerja di Indonesia. Saat kondisi tersebut sekitar 2,9 juta pekerja Indonesia di PHK yang terjadi. 

Shifting Industri

Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar pada dunia kerja, baik dari segi teknis maupun kebijakan. Secara teknis, banyak pekerjaan kini harus beradaptasi dengan teknologi digital. Di sisi lain, kebijakan terkait informalisasi pekerjaan cenderung melemahkan posisi tawar buruh. Hal ini terjadi karena pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia kini mulai digantikan oleh mesin atau perangkat digital yang dioperasikan melalui teknologi canggih.

Liberalisasi di sektor ketenagakerjaan menjadi salah satu dampak dari dinamika ekonomi dan politik, terutama yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital. Perubahan pola industri, atau yang dikenal sebagai shifting industri, tak dapat dihindari di tengah derasnya arus transformasi digital yang mengubah wajah industri, baik secara global maupun nasional. Di Indonesia, kebijakan perindustrian mendorong adopsi teknologi industri 4.0, meskipun implementasinya belum merata. Teknologi ini lebih banyak digunakan dalam sektor layanan, seperti transportasi, logistik, pengiriman, pendidikan, konsultasi kesehatan, dan layanan serupa lainnya.

Dalam industri manufaktur, perubahan juga mulai terlihat. Perusahaan multinasional (MNC) cenderung lebih cepat beradaptasi dengan teknologi digital dibandingkan perusahaan lokal, terutama yang berperan sebagai perusahaan subkontraktor atau perusahaan cangkang. Peralihan teknologi ini juga memengaruhi kebijakan produksi. Rantai produksi yang sebelumnya jelas kini menjadi lebih fleksibel, dengan banyak pekerjaan bergeser menjadi bersifat musiman atau sementara.

Untuk mengurangi biaya produksi, termasuk upah buruh, perusahaan sering kali mempertahankan struktur industri yang mengandalkan efisiensi tenaga kerja. Namun, pekerjaan tertentu yang tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh teknologi tetap memerlukan keterlibatan pekerja manusia, meskipun dalam kondisi kerja yang sering kali kurang ideal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun