Mohon tunggu...
Noor Wahidah A.W.
Noor Wahidah A.W. Mohon Tunggu... -

Mahasiswi yang sedang menempuh Manajemen Pendidikan Islam di Pasca Sarjana IAIN Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dilema Mahasiswa

3 Mei 2016   10:01 Diperbarui: 3 Mei 2016   10:07 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa, mendengar satu kata itu seakan tinggi maknanya. Mahasiswa dapat dipisahkan menjadi maha dan siswa. Maha yang berarti lebih tinggi sedangkan siswa yang berarti orang yang dididik/peserta didik. Jadi mahasiswa itu tingkatannya lebih tinggi atau di atasnya siswa. 

Tak dipungkiri bila dilihat dari segi akademisnya, mahasiswa dibilang lebih tinggi pemahaman ilmunya dibandingkan siswa. Karena itulah mahasiswa dituntut untuk aktif dalam berpartisipasi mengeluarkan pendapatnya dalam diskusi berdasarkan ilmu-ilmu yang ia dapatkan dari membaca, mengamati sekitar, dan kritis dengan lingkungan. Demo yang marak terjadi itu pun juga kebanyakan dari mahasiswa karena mereka lebih kritis dan berani berpendapat di depan publik. Bahkan ada ungkapan yang bilang bahwa ‘bukan mahasiswa namanya kalau belum pernah ikut demo’. Tetapi tentu saja tetap ada batasnya ketika mahasiswa ingin menyampaikan pendapatnya pada publik khususnya pada pemerintah negeri ini selain demo yang berujung ricuh dan menganggu ketertiban umum.

Ada yang bilang bahwa mahasiswa itu lebih menyenangkan dibandingkan pelajar/siswa. Alasannya, mahasiswa terkesan tidak harus belajar menghafal rumus-rumus matematika yang ‘jelimet’ dan materi-materi eksak maupun sosial yang setiap hari ada dalam sekolah-sekolah formal seperti di SD, SMP dan SMA. Adapun mengenai waktu dimana sekolah selalu berlanjut dalam sehari yang hanya dipisahkan dengan waktu istirahat sekitar 15 menit. Sedangkan mahasiswa kuliah sesuai dengan jadwal jam saja dan sering berpindah-pindah ruang sesuai jadwal sedangkan istirahatnya bisa dibilang lebih panjang sehingga mahasiswa lebih sering menghabiskan waktu mereka di organisasi kampus. Dan bahkan tak ada ujian negara atau ujian nasional yang membuat para siswa takut yang serempak dilaksanakan dalam satu waktu, karena mahasiswa lulusnya dengan syarat telah menjalani penelitian seperti skripsi, tesis dan disertasi yang tentunya beda waktunya di tiap-tiap perguruan tinggi/tidak serempak

Namun jangan merasa senang dulu, meskipun terdengar jadi mahasiswa itu asyik dan menyenangkan, jangan salah sangka dulu, ternyata banyak dilema yang dialami oleh mahasiswa pada umumnya yaitu tugas seabrek dari dosen hingga skripsi yang menjadi ‘momok’ paling penting bagi mahasiswa. Apalagi kalau dosennya super ‘killer’ yang susah dapat nilai bagus atau tinggi di mata kuliahnya. Bahkan ada yang sampai mewajibkan beli buku dari dosen hingga ratusan ribu agar dapat nilai memuaskan, kalau tidak beli tak ada jaminan nilai bagus. Tidak hanya itu, yang paling susah kalau berhadapan dengan skripsi, tesis, dan disertasi. Syarat kelulusan mahasiswa untuk mendapatkan gelarnya harus dibayar dengan skripsi, tesis dan disertasi. 

Parahnya lagi kalau dosen pembimbingnya malah dapat yang ‘killer’, susah ketemunya karena jam terbang dosen yang padat, bimbingan selalu revisi berkali-kali, terkadang kalau kedua pembimbing tak sependapat yang galau malah mahasiswanya karena bingung. Bahkan sampai mengulangi seminar proposal maupun sidang akhir skripsi/tesis/disertasi, sampai-sampai ada yang mengulangi penelitiannya dari awal hingga mengulang setahun perkuliahan. Harus sabar jadi mahasiswa.

Tak hanya disitu saja dilemanya mahasiswa, bagaimana kalau dilema mahasiswa yang ‘ngekost’ dan yang rumahnya jauh mengharuskannya berkendara berjam-jam menuju kampusnya. Mahasiswa yang ‘ngekost’ terkesan lebih banyak sangunya tetapi bagaimana kalau mahasiswa itu dari keluarga tak berkecukupan yang jarak rumah dengan kampusnya sekitar 2 hingga 4 jam kalau berkendara bahkan sampai luar pulau, mereka akan berhemat meski harus makan mie instan setiap hari-hari menuju weekend (alias ‘bokek’). Kalau yang berkendara jauh pun juga selalu saja ada halangan di jalan bahkan sampai terlambat masuk kul hingga dapat hukuman dari dosen dengan tidak mendapatkan absen bahkan ada yang di suruh keluar dan tak boleh ikut perkuliahan. Hahaha malah jadi curhat, tetapi memang begitulah dilema jadi mahasiswa, mungkin masih banyak lagi dilemanya yang tak dibicarakan di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun