Perjuangan seorang guru di pelosok negeri
Siapa bilang menjadi guru itu pekerjaan mudah? Banyak yang mengira bahwa guru itu hanya mengajar materi pembelajaran ke anak-anak lalu mendapatkan gaji rutin setiap bulannya. Gaji rutin setiap bulannya tinggal masuk saku kantong tanpa perlu tahu seberapa kerasnya ia bekerja. Ada yang hanya mengajar karena ingin memenuhi tanggung jawabnya dan mendapatkan haknya yaitu gaji, tetapi ada juga mengajar tanpa peduli siswanya paham atau tidak, namun ada juga yang mengajar dengan sungguh-sungguh hingga para siswanya paham meski harus mengorbankan sebagian waktunya dan raganya.
Kita kesamping dulu mengenai rumor guru yang hanya makan gaji buta tanpa peduli hasil dari kegiatan mengajarnya berkualitas atau tidak. Mari kita melihat dari sisi guru yang benar-benar dan sungguh-sungguh bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa hingga ia bersusah payah mengorbankan raganya, meski harus ‘pontang-panting ga karuan’.
Banyak diantara kita yang tidak mengetahui seberapa besar pengobanan mereka, apalagi seorang guru wanita yang ditugaskan ke pelosok desa, yang sulit mendapatkan transport umum, bus maupun angkot masih minim, kalau sampai pulang sore malah tidak dapat kendaraan umum, gaji sebulan malah setengahnya bisa habis untuk transport dari rumah hingga sekolah yang pelosok, lalu bagaimana jika ternyata seorang guru wanita itu adalah tulang punggung keluarga? Semakin trenyuh hati ini melihat dan mendengar kisah-kisah guru yang ditugaskan ke pelosok negeri seperti itu.Â
Itupun masih banyak yang ga terima dengan profesi guru, yang dinilai makan gaji buta atau bahkan tugasnya yang dianggap mudah yaitu mengajar anak-anak di sekolah. Sehingga banyak yang ‘mengotak-ngatik’ kesejahteraan guru. Berkat guru jadilah seorang pejabat daerah maupun negara, berkat guru jadilah profesor, berkat guru jadilah dokter, berkat guru jadilah pengusaha sukses, berkat guru jadilah dai, berkat guru jadilah polisi, erkat guru jadilah tentara, berkat guru jadilah bupati, berkat guru jadilah gubernur, berkat guru jadilah pesiden, dan berkat guru jadilah seorang yang tak tahu apa-apa menjadi pandai dalam banyak hal.
Seharusnya kita berterima kasih pada guru-guru di waktu kita masih di taman kanak-kanak hingga sekolah menengah, merekalah yang patut kita hargai bukan kita hina, remehkan, lupakan maupun mengganggu kesejahteraannya. Padahal guru juga selalu menjadi langkah percobaan setiap ada perubahan dalam bidang pendidikan, bahkan dalam hal pergantian kurikulum membuat para guru sepuh/senior/tua masih merasa kesulitan mengikuti alurnya.Â
Mari kita renungkan seberapa besar tanggung jawab mereka pada bangsa ini dalam hal mencerdaskan bangsa, hingga mereka rela mengorbankan banyak tenaga dan pikiran, bahkan mereka tetap sabar dengan kenakalan siswanya, mereka pun selalu bahagia bila melihat siswanya menjadi oang sukses bahkan mereka menganggap para siswa seperti anak mereka sendiri, bahkan meski jarak sekolah yang terlampau jauh dari rumah bahkan dengan menggunakan transport umum menuju tempat mengajarnya yang terbilang sangat pelosok pun tetap ia tempuh perjalanannya. Taukah kalian bahwa guru juga memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam hal dunia tetapi juga akhirat. Jangan sekali-kali menghina guru maupun mengganggu kesejahteraan guru bila melihat betapa beratnya kehidupannya. Terima kasih dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H