Mohon tunggu...
Noormannidya Putri
Noormannidya Putri Mohon Tunggu... -

Just ordinary women

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Dokter dan Nyawa Seorang Anak Laki-Laki

12 Juni 2014   19:35 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:03 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter berjalan terburu-buru menuju ruang operasi. Hari ini, dia mendapat panggilan mendadak karena seorang pasien kritis dan butuh penanganan segera. Namun di depan pintu ruang operasi, jalannya telah dicegat oleh pria dengan pandangan sinis.

“Kenapa Anda lama sekali? Tahukah Anda nyawa putraku dalam bahaya? Mana tanggung jawab Anda?” ungkap pria yang ternyata ayah dari pasien.

“Maaf, Pak. Saya tadi sedang berada di luar rumah sakit, tapi saya berusaha datang secepat mungkin setelah ditelepon. Sekarang, Bapak tenang dulu, biarkan saya akan menjalankan tugas,” jawab dokter itu ramah.

Namun pria itu tak mau mengerti. Dia tak habis pikir kenapa dokter itu begitu santai sementara dirinya begitu khawatir dengan kondisi anaknya. Hal ini membuat pria tersebut sangat marah dan merasa tak dihargai.

“Tenang? Bagaimana jika yang ada di dalam sana adalah anak Anda? Bagaimana jika dia mati karena tak segera ditangani?” lanjut pria tersebut marah.

Dengan gaya yang masih santai, dokter buru-buru masuk ruangan, dan segera menjalankan tugasnya. Dia baru keluar beberapa jam kemudian, dan menunjukkan wajah berseri-seri.

“Syukurlah, anak Anda selamat. Kalau ada pertanyaan, silakan bertanya pada perawat ya,” ungkap dokter tersebut, lalu berlalu.

Sikap dokter itu membuat ayah pasien semakin bingung. Dia tak habis pikir kenapa dokter itu begitu sombong sehingga menolak bicara pada pria yang hampir dikecewakannya. Namun saat dia mengadukan rasa kecewanya pada perawat, jawaban yang diterima malah sangat mengejutkan.

“Kemarin, Anak dokter meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Saat dihubungi untuk operasi anak Anda tadi, beliau sedang di pemakaman. Makanya, setelah menyelamatkan nyawa anak Anda, dia bergegas melanjutkan acara pemakaman anaknya sendiri,” ungkap sang perawat dengan berurai air mata.

Well, itulah hidup. Kadang kita dengan mudahnya menghujat orang lain dan menganggap mereka kurang bermoral. Padahal, kita bahkan tidak tahu apa yang sedang dihadapi orang lain. Mungkin saja kita bahkan memiliki hati yang jauh lebih mulia dari kita. Semoga kisah ini menginspirasi kita untuk lebih menghargai orang lain.

Artikel ini pernah penulis publish www.cantik.co, dipublish lagi dikompasiana siapa tau bisa menginspirasi pembaca dan kita bisa belajar untuk lebih menghargai orang lain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun