Pada tahun 1965 merupakan awal berdirinya negara Papua yang di proklamirkan di Manokwari. Kemerdekaan bangsa Papua pertama kali dilakukan oleh Johan Ariks, seorang tokoh kharismatik dan memiliki wibawa yang sangat baik di tanah Papua, mampu memproklamirkan kemerdekaan Papua. Pemimpin kharismatik ini juga dibantu oleh para panglima militernya yang merupakan bekas anggota PVK (Papoea Vrijwilligers korps) atau yang lebih dikenal sebagai batalyon Papua.[1] Yaitu Mandatjan bersaudara. Inti dari gerakan organisasi Papua Merdeka ini adalah menginginkan kemerdekaan penuh bagi tanah Papua yang terjadi akibat dari kekurangannya bahan pangan serta pengangguran yang tinggi di suku tersebut.[2]
Pada tahun yang sama tonggak awal dimulainya gerakan-gerakan pembebasan dan gerakan-gerakan kemerdekaan yang dilakukan di Papua Barat. Gerakan-gerakan tersebut selanjutnya dinamakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Organisasi Papua Merdeka memulai pergerakannya di kota Manokwari dengan adanya penyerangan yang dilakukan oleh orang-orang Arfak terhadap barak tentara batalyon 751 Brawijaya yang menyebabkan dua anggota pasukan tentara tersebut terbunuh.[3] Kemudian, pemberontakan awal dan gerakan-gerakan pembebasan Papua berhasil dilumpuhkan oleh Almarhum Panglima Sarwo Edhie Prabowo yang pada saat itu menjabat sebagai kepala PANGDAM dan juga Ketua proyek Pelaksana Daerah Papua dan bertanggung jawab atas pengendalian, penggerakan dan koordinasi kegiatan semua aparatur pemerintah daerah, sipil dan swasta serta ABRI.[4]
Seiring dengan penumpasan yang dilakukan oleh pasukan PANGDAM terhadap gerakan pemberontakan dan pembebasan Organisasi Papua Merdeka, selanjutnya pada tahun 1971, tepat empat tahun pasca berdirinya negara Papua yang diproklamirkan oleh Johan Ariks di Manokwari. Organisasi Papua Merdeka kembali memproklamirkan diri untuk yang kedua kalinya dan menyatakan kemerdekaannya.[5] Proklamasi ini dilakukan oleh seorang tentara yang dididik oleh tentara Indonesia, yaitu Seth Jafet Rumkorem di sebuah daerah yang terletak di desa Waris, Kabupaten Jayapura yang berbatasan dengan Papua Nugini. Yang dijuluki oleh masyarakat Papua sebagai Markas Victoria (Mavik). Pada awalnya, Seth Jafet Rumkorem merupakan seorang dari suku Biak yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti latihan militer di Cimahi, Jawa barat setelah masuknya Papua menjadi bagian dari wilayah Indonesia sebelum ditugaskan di Papua dengan pangkat Letnan satu bidang Intelegen di bawah komando pasukan Diponegoro. Namun, ketika terjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, maka Seth Jafet Rumkorem bersama beberapa temannya untuk kembali ke “hutan” untuk melakukan gerakan pembebasan dan kemerdekaan bagi Papua karena kekecewaannya terhadap Indonesia yang banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia serta tindakan-tindakan kecurangan dalam penentuan pendapat rakyat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H