Oleh: Noor Fahima Sania
Beberapa tahun yang lalu saya terlibat dalam sebuah program kerja disuatu organisasi, diprogram kerja tersebut saya mengunjungi sebuah panti asuhan setempat. Saya mengunjungi panti tersebut setiap bulan ramadhan untuk memberikan bantuan dan memberikan dukungan moral kepada anak-anak yatim yang tinggal disana.
Saat pertama kali saya menginjakkan kaki dipanti asuhan itu, saya disambut dengan senyuman hangat dari anak-anak yang penuh semangat. Mereka mungkin kehilangan orang tua, tetapi semangat hidup mereka tidak tergoyahkan. Melalui interaksi dengan mereka, saya merasakan kebutuhan mereka akan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan. Setelah bebrapa kali melakukan kunjungan di panti asuhan, saya baru menyadari akan banyaknya anak yatim yang terlantar dilingkungan saya. Hal itu pun mendorong empati saya sebagai manusia yang mempunyai hati nurani untuk memberikan dukungan kepada mereka.
Tumbuh dilingkungan kecil, saya pernah bertemu dengan dua orang anak yatim dilingkungan saya. Keadaan mereka sangat menyayat hati saat mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saya akan menceritakan sedikit tentang kisah hidupnya. Sedari kecil mereka hidup dalam keluarga broken home. Mereka berdua adalah seorang kakak beradik dengan usia kakak 6 tahun dan sang adik 4 tahun. Ibunya lebih memilih pergi meninggalkan suami dan anak-anaknya dan memilih untuk menikah lagi dengan lelaki lain. Kakak beradik itu pun terpaksa harus tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu.
Setelah bertahun-tahun mereka menjalani hidupnya, badai petir datang secara tiba-tiba, mereka harus kehilangan sosok ayahnya untuk selama-lamanya. Dan mereka harus berjuang sendiri untuk bisa hidup diumur yang masih sangat muda. Dan lebih tragisnya ibunya menghampirinya tetapi bukan untuk merawatnya melainkan menjadikan anaknya sebagai objek agar mendapatkan belas kasih orang-orang untuk meminta-minta karena faktor keuangan dari keluarga barunya. Dan mengembalikan anaknya ketika sudah mendapatkan uang. Kejadian tersebut sangat mengguncang psikis mereka sehingga sang kakak memilih untuk berhenti melanjutkan sekolah karena alasan satu dan lain hal.
Kejadian tersebut yang membuat hati saya merasah iba dan berempati lebih dalam lagi terhadap mereka. Karena menurut saya mengeksploitasi anak yatim untuk keuntungan pribadi adalah perbuatan yang sangat merugikan dan tidak bermoral. Anak-anak yatim yang sudah mengalami kehilangan orang tuanya seharusnya mendapatkan perlindungan dan dukungan, bukan menjadi sasaran eksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Justru kehadiran mereka yang rentan harus menjadi panggilan bagi kita untuk memberikan perlindungan dan perhatian ekstra, bukan menjadi peluang untuk keuntungan pribadi. Tindakan mengambil keuntungan dari keadaan sulit anak yatim, seperti memanfaatkannya untuk mengemis atau pekerjaan berbahaya, adalah bentuk ekploitasi yang tidak hanya melukai anak tersebut secara fisik dan emosional, tetapi juga mencoreng martabat dan kemanusiaannya.
Eksploitasi anak yatim memiliki dampak jangka panjang yang serius. Selain merugikan perkembangan fisik dan mental anak, tindakan tersebut juga menciptakan lingkungan yang tidak aman dan merusak kepercayaan anak terhadap dunia di sekitarnya. Selain itu, secara moral dan etis, mengeksploitasi anak yatim adalah pelanggaran hak asasi manusia yang mendasar. Setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau status sosialnya, memiliki hak untuk hidup dengan martabat dan keadilan.
Hal tersebut yang menjadi alasan saya dan keluarga saya dalam mengambil keputusan untuk menampung dan merawat mereka. Kami sadar dan tau bahwa kami harus melakukan semua yang kami bisa untuk membantunya melewati masa-masa sulit ini. Kami memberinya tempat tinggal, makanan, dan yang paling penting, cinta dan dukungan.
Ketika kami mulai merawatnya, saya teringat akan hadist tentang anak yatim. Hadis ini mengajarkan kita bahwa anak-anak yatim adalah amanah dari Allah, dan merupakan tugas kita untuk menafkahi mereka dan membantu mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Juga ditekankan bahwa anak-anak ini harus diperlakukan dengan baik dan penuh kasih sayang, karena mereka mungkin telah mengalami kesulitan di masa kecilnya. Â
Selain itu didalam hadist lain juga dijelaskan bahwa, apabila kita menanggung atau mengasuh anak yatim maka disurga akan bersama rasulullah seperti jari telunjuk dan jari tengah. Artinya merawat anak yatim ini memiliki keutamaan yang sangat luar biasa. Kita dapat mengambil pelajaran bahwa merawat anak yatim bukan hanya merupakan tindakan kebajikan, tetapi juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anak yatim adalah salah satu cara untuk mencapai keberkahan dan pahala di dunia dan akhirat.
Pengalaman ini mengajarkan saya banyak hikmah tentang pentingnya mendukung anak yatim, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Salah satunya adalah betapa besar pengaruh kecil kita bisa membawa perubahan besar dalam kehidupan anak yatim. Memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan moral bukan hanya tindakan kecil, melainkan investasi berharga dalam membentuk masa depan mereka. Saya juga menyadari bahwa kebahagiaan bukan hanya diperoleh melalui materi, tetapi juga melalui ikatan emosional dan sosial. Anak-anak yatim membutuhkan bukan hanya bantuan finansial tetapi juga perasaan dicintai dan diperhatikan.
Pengalaman pribadi saya dengan anak yatim membuktikan bahwa hadist tentang anak yatim tidak hanya sekedar ajaran, tetapi sebuah panggilan untuk bertindak. Mengambil inspirasi dari ajaran islam, kita diingatkan untuk menjadi orang yang peduli, membantu, dan menyediakan dukungan bagi mereka yang membutuhkannya. Melalui kecilnya upaya kita, kita dapat menjadi bagian dari perubahan besar dalam hidup anak yatim, menciptakan jalan menuju masa depan yang lebih cerah bagi mereka. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H