Pendidikan dianggap barang komersial. Biaya yang dikeluarkan dianggap sebagai modal yang harus kembali dalam bentuk keuntungan. Hitung-hitungan bisnis inilah yang menghalangi totalitas negara melayani pendidikan bagi rakyat.
Berdalih keterbatasan anggaran, padahal nyatanya memang Negara tidak sungguh-sungguh melayani. Sebab, jika sungguh-sungguh tentulah negara akan memberikan anggaran penuh bagi pendidikan, termasuk untuk menggaji guru.
Negara lebih senang menggelontorkan sejumlah dana untuk kepentingan dunia usaha (yang dianggap menguntungkan) dibanding pendidikan. Dengan kata lain, Negara telah gagal dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi warga negaranya. Inilah kenyataan hidup dalam negara yang tidak menerapkan hukum Islam.
Tentu, berbeda dengan kehidupan dalam masa Khilafah Islam. Pendidikan menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Pemenuhannya menjadi tanggung jawab Negara. Individu masyarakat pun berupaya mewujudkan pendidikan terbaik. Sebab, pendidikan menjadi kunci diraihnya kemajuan.
Guru mengajar karena dorongan mendidik. Negara pun memperhatikan kesejahteraan guru. Maka tak perlu ada guru sibuk mencari tunjangan hidup. Walhasil, pendidikan maju. Masyarakat sejahtera. Islam pun tersebar ke seluruh penjuru dunia hingga kini. Wallahu A'lamu. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H