Siapapun pasti senang kebersihan karena selain sehat, kebersihan juga sedap dipandang mata, nyaman dan standar kehidupan yang berkualitas. Kebersihan juga merupakan salah satu tanda kemakmuran suatu daerah atau negara karena kebersihan itu tercipta dari kerjasama yang baik antara pemerintah daerah itu dan penduduknya sendiri yang sadar kebersihan dan kesehatan. Dari berbagai survey yang dilakukan oleh perorang atau kelompok tersebutlah beberapa negara yang mencapai indeks kebersihan lingkungan yang cukup tinggi. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Universitas Columbia dan Universitas Yale. Penilaian difokuskan pada 25 faktor diantaranya kebersihan udara, air, penggunaan pestisida dll. Switzerland menempati urutan pertama dari 140 negara dengan indeks performa kebersihan lingkungan yang mencapai nilai 95,5 dari skala 100. Kualitas hidup yang tinggi meningkatkan tingkat ekspektasi usia penduduk Switzerland yang mencapai rata-rata usia 81 tahun. Keberhasilan Switzerland tersebut tentunya memberikan kita banyak inspirasi dan motivasi agar kita mencontoh hal yang positif itu. [caption id="attachment_222223" align="alignnone" width="300" caption="beberapa lansia sedang berjalan kaki di suatu jalan di Switzerland yang tenang dan bersih "][/caption] Saya berfikir ketika bak sampah di samping rumah menumpuk oleh sampah-sampah daun dan rumput liar yang baru saja dibersihkan dari taman. Daun-daunan dan rumput liar itu akan berakhir di tempat pembuangan akhir sampah dan tidak akan bernilai. Sampah sebanyak itu dihasilkan hanya dari satu rumah saja, belum lagi dari rumah yang lainnya. Berapa banyak sampah organik yang terbuang sia-sia? Sebenarnya daun-daun & rumput itu bukan sampah tapi bisa dimanfaatkan untuk pupuk dengan proses pengolahan. Seandainya saya punya lahan kosong yang jauh dari pemukiman penduduk, maka saya akan membangun tempat pengolahan sampah organik dan menampung sampah-sampah daun yang juga dibuang oleh banyak orang. Hasil pemrosesan itu akan menghasilkan pupuk yang bisa saya gunakan sendiri untuk kebun sayuran organik saya dan dijual sehingga menambah penghasilan saya. Sayuran organik yang dihasilkan pun bisa saya masak sendiri dan juga dijual. Jadi dapat tambahan penghasilan ganda. Selain itu saya bisa memberdayakan masyarakat di sekitar tempat pengolahan sampah dan menciptakan lapangan kerja baru. Tapi itu hanyalah rencana di dalam benak saya dan saya pun tidak tahu pasti bisakah rencana itu terwujud. Saat ini saya hanya mampu menjaga kebersihan di rumah dan lingkungan sendiri, selebihnya ...saya masih belum mampu menangani. Yang menjadi titik utama perhatian saya selama ini berkaitan dengan kebersihan di Indonesia secara umum adalah rendahnya kesadaran sebagian besar masyarakat untuk menjaga kebersihan. Di tempat umum kita akan menemukan sampah berserakan, padahal sudah disediakan tempat sampah. Selain itu pemerintah sepertinya kurang memprioritaskan kebersihan dalam program kerjanya. Jika pemerintah mempunyai program kebersihan lingkungan yang sistematis dan menyeluruh dan program tersebut dilakukan secara sungguh-sungguh dan serius, mungkin masalah sampah itu tidak akan serumit ini. Sudah sekian lama kali Ciliwung dibersihkan dari sampah tapi tumpukan sampah itu kembali menggunung disana dan mengakibatkan banjir. [caption id="attachment_222238" align="aligncenter" width="100" caption="sungai sampah di Indonesia"][/caption] Yang membuat saya agak heran, Indonesia belum termasuk kedalam 10 negara-negara dengan predikat terkotor sedunia, masih ada Dhaka, Ukraina, Kyrgistan dll yang menempati urutan teratas predikat itu. Mudah-mudahan saja predikat buruk itu tidak akan disandang oleh negeri kita tercinta ini untuk selama-lamanya...mungkin suatu saat nanti kita akan bersanding dengan Switzerland dalam bidang kebersihan lingkungan dan Jakarta bisa menandingi Calgary, Canada. Kapan ya kita bisa ber-gandola dengan suasana yang romantis di kali Ciliwung? Sumber: http://blog.ratestogo.com/cleanest-dirtiest-cities/ http://trifter.com/practical-travel/top-10-cleanest-countries-in-the-world/ *teman-teman....mohon dikoreksi jika ada data yang salah atau kurang. Maklum masih proses belajar menulis. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H