Menjadikan diri sebagai teko yang kosong ketika mempelajari suatu pengetahuan ternyata bukanlah suatu hal yang mudah bagi sebagian orang. Tidak jarang pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dan dianggap sebagai kebenaran menjadi patokan mutlak yang tidak bisa ditawar. Kecuali jika Tuhan memberinya sebenar-benar petunjuk kepada pengetahuan yang benar.
Tetiba saya teringat cerita seorang teman ketika sedang ujian lisan Aljabar Abstrak. Ketika pak dosen bertanya tentang asal pengetahuan Aljabar Abstrak, apakah dari Tuhan atau manusia. Teman saya pun menjawab bahwa Aljabar abstrak itu adalah ilmu buatan manusia, namun untuk mendapatkan pemikiran tentang ilmu ini tidak lepas dari kekuasaan Tuhan.
Dan petunjuk kepada pengetahuan yang benar itu bukanlah sesuatu yang bisa dibeli melainkan benar-benar atas kehendak Tuhan. Lalu apakah manusia hanya menunggu hingga petunjuk itu datang menghampiri dan tidak berusaha mencari kebenaran. Meyakini kebenaran yang dipegangnya bahkan meskipun sumber kebenaran itu masih sebatas pemikiran manusia.
Disinilah jelas terlihat sulitnya menjadi teko yang kosong, memberi ruang untuk pemikiran lain yang bisa jadi memiliki nilai kebenaran yang lebih tinggi dibanding yang telah ada di dalam teko itu sendiri.
Tidak ada yang mutlak benar di dunia ini kecuali kebenaran yang datangnya dari Tuhan.
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. [Al Qashash/28 : 56]
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, Kecuali orang yang beriman dan orang-orang yang yang mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat dan menasehati supaya menetapi kesabaran.". [Al Ashr/ 1-3]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H