Mohon tunggu...
noor johan
noor johan Mohon Tunggu... Jurnalis - Foto Pak Harto

pemerhati sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Orde Baru Berhasil Menyederhanakan Partai Politik

14 Desember 2024   17:28 Diperbarui: 14 Desember 2024   17:28 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Noor Johan Nuh

Kemerdekaan adalah "jembatan emas" menuju masyarakat adil dan makmur.  Kemerdekaan bukan akhir dari perjuangan melainkan awal perjuangan untuk menuju masyarakat adil dan makmur,  demikian ditulis oleh Bung Karno dalam risalah, Mencapai Indonesia Merdeka.

Di awal kemerdekaan, Presiden Soekarno menghendaki satu partai saja yaitu Partai Pelopor.

Namun pada 3 November 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan  Maklumat no X yang isinya mendorong pembentukan partai politik sebagai bagian dari demokrasi.

Sebelas hari setelah Maklumat no X, tanggal 14 November, terjadi perubahan politik yang sangat signifikan.

Sutan Syahrir, Ketua Partai Sosialis Indonesia, terpilih menjadi Perdana Menteri. Peristiwa ini menjadi anomali karena UUD 1945 menganut sustem presidensial bukan parlementer.  

Sistem parlementer resmi diberlakukan berdasarkan UUD 1950. 

Partai  politik terus berkembang biak sampai Pemilu 1955 diikuti oleh 36 partai politik.

Pada dekade 1950 kabinet jatuh bangun karena mosi tidak percaya dari partai oposisi di parlemen yang dapat menjatuhkan Perdana Menteri.

Pada dekade tersebut  terdapat tujuh Perdana Menteri bahkan ada Perdana Menteri yang menjabat hanya enam bulan.                                                                                                                                          

Pada peringatan hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1956, Presiden Soekarno melontarkan gagasannya untuk "mengubur partai-partai politik". Dikatakannya demokrasi macam itu adalah demokrasi liberal.                                                                                             

Menurut Presiden Sukarno sistem kepartaian telah menggagalkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yaitu menuju masyarakat adil dan makmur.

Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrik kembali ke UUD 1945. Dengan kembali ke  UUD 1945 maka berlaku sistem presidensial yaitu presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara.

Dengan sistem presidensial kekuasaan presiden menjadi sangat dominan dan pada tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia.

Dan pada 12 Maret 1966, Partai Komunis Indonesia yang terlibat dalam kudeta berdarah G30S/PKI dibubarkan.

Setelah Pemilu pertama tahun 1955, Pemilu kedua  diadakan pada tahun 1971 di era Orde Baru.

Pemilu kedua ini diikuti 9  partai politik dan 1  golongan karya. Dalam Pemilu ini Golongan Karya meraih 62% suara sedangkan  sembilan partai pilitik hanya meraih 38% suara.                                                           

Berbagai argumen diungkapkan mengenai komposisi perolehan suara tersebut. Kemenanganan mutlak Golongan Karya pada Pemilu itu, sangat mungkin disebabkan kejenuhan masyarakat pada partai politik yang selama lebih dari dua puluh lima tahun tidak memberikan kontribusi kemakmuran.

Kejenuhan masyarakat pada partai politik selama Orde Lama,   memudahkan Orde Baru menyederhanakan partai politik menjadi dua plus satu golongan karya tahun 1973, padahal tokoh-tokoh politik yang sudah berkiprah sejak perang kemerdekaan seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, IJ Kasimo, masih aktif.

Dengan slogan politik no pembangunan yes, selama tiga dekade Orde Baru berhasil melakukan pembangunan secara terencana, terukur  dan berkesinambungan sehingga pada tiga dekade tersebut, Indonesia berhasil keluar dari negara miskin  menjadi negara berkembang.

Masuk pada era reformasi, sistem politik Orde Baru dianggap salah  dengan menyebutnya sebagai sistem otoriter.  

Undang-undang kepartaian diubah dan kembali partai politik bermunculan. Pada pemilu pertama di era reformasi diikuti oleh 49 partai politik, sekaligus menandakan partai politik mendominasi politik Indonesia kembali.

Selanjutnya sejak 1999 sampai 2003,  UUD 1945 diamandemen sehingga format politik menjadi Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota dipilih langsung oleh rakyat.

Maka terjadi pertarungan antar partai politik  merebut kekuasaan dengan biaya yang tidak masuk akal.

Hingga Presiden Prabowo dalam sambutannya di hari ulang tahun Golkar (12/12) di Sentul mengusulkan untuk mengevaluasi sistem politik sekarang ini yang disebutnya mengeluarkan dana triliun rupiah untuk meraih jabatan publik seperti Gubernur, Bupati/Walikota.  Sedangkan pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Tv One (13/12) menyebut sistem politik sekarang ini dengan "demokrasi gila".

Menjelang peringatan delapan puluh tahun kemerdekaan Indonesia (2025), apakah kita sudah melewati jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur yang disebut oleh Bung Karno di awal kemerdekaan? Atau jembatan itu sudah tidak ada. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun