Pak Harto walaupun punya ide pada saat itu, tidak bisa melaksanakan sendiri. Tentu harus melapor pada atasan---disetujui---baru dilaksanakan. Jadi tidak mungkin Pak Harto melakukan serangan tanpa melapor pada komando atas. Selanjutnya Kiki mengatakan: "Peran Pak Harto dalam peristiwa ini sangat besar. Kegagalan serangan menjadi tanggung jawab beliau sedangkan jika berhasil menjadi keberhasilan bersama."
Sedangkan Dr. Fadli Zon, politikus yang menyelesaikan S3 sejarah di Universitas Indonesia, mengkritisi Keppres tersebut karena sama sekali tidak menyebut peran  Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),  pada hal  saat dilakukan Serangan Umum 1 Maret 1949, pemerintahan diselenggarakan oleh Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai Ketua PDRI---setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan.
Lalu dalam podcast Hersubeno Point, Â 7 Maret 2022, penggiat sejarah Batara Hutagalung tegas mengatakan bahwa tidak ada peran Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Apa lagi dengan menyebut sebagai "penggerak." Bagaimana mungkin dalam posisi keduanya sebagai tawanan bisa menggerakkan pasukan hampir satu divisi sesuai dengan perintah Panglima Divisi III/Gubernur Militer Bambang Sugeng tanggal 18 Februari 1949.
Sesuai dengan Keppres tersebut, tanggal 1 Maret 2023 akan diperingati untuk pertama kalinya sebagai Hari Penegak Kedaulatan Nasional---memperingati momentum Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa Letnan Kolonel Soeharto, komandan dalam serangan tersebut. Qoa Vadis. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H