Mohon tunggu...
noor johan
noor johan Mohon Tunggu... Jurnalis - Foto Pak Harto

pemerhati sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Demokrat Dikooptasi?

7 Maret 2021   12:22 Diperbarui: 7 Maret 2021   12:58 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah uji materi yang diajukan oleh Rizal Ramli ke Mahkamah Konstitusi mengenai Presidential Threshold 20% menjadi 0% ditolak, maka pada Pilpres 2024 presidential threshold 20% tetap berlaku.

Dengan ketentuan tersebut, maka partai-partai di luar koalisi masih memiliki peluang untuk mengusung Capres yaitu; Demokrat 8%, PKS 7%, PAN 6%---total 21%.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah cerminan partai kader yang berhasil. Partai ini dapat dikatakan solid, tidak mudah diintervensi.

Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) sudah menjadi "kapal pecah" setelah tokoh partai ini, Amin Rais, membelot dan mendirikan partai baru diberi nama Partai Umat.

PAN yang memiliki modal suara 6%,  pecah setelah Amin Rais membelot dan mendirikan Partai Umat. Pada Pemilu sebelumnya PAN mendulang suara 7%. Partai ini mulai sepi peminat dan bukan tidak mungkin akan terus tergerus. Karena itu, jika saja antara PAN dan Partai Umat meraih masing masing separuh suara dari pemilih setianya, maka masing-masing hanya mendapat suara 3%. Modal suara yang tidak memenuhi syarat untuk ke Senayan karena Parlement Threshold  4%.

Dengan dikooptasi Partai Demokrat melalui cara yang luar biasa yaitu Kongres Luar Biasa, maka partai di luar koalisi hampir pasti tidak dapat mengajukan Capres pada 2024. Karena sangat mungkin Partai Demokrat yang dikuasai Muldoko akan menjadi partai koalisi karena ia adalah Kepala Staf Sekretariat Presiden.

Jika dibuat simulasi  Capres dan Cawapres 2024 didapat komposisi sebagai berikut;

Pertama, PDIP (19%) dan Gerindra (12%)---[total 31%], menggadang Prabowo dengan Puan Maharani. Meskipun masih kurang tiga tahun, pasangan ini sudah viral dipublik.

Kedua, Golkar (12%) dan Nasdem (9%)---[total 21%], menggadang Erlangga Hartarto dengan Surya Paloh, atau Erick Tohir, atau Anis, atau Sandi.

Ketiga, Demokrat (8%) dan PKB (9%) ditambah PPP (4%)---[total 21%]. Maka muncul nama Muhaimin, Muldoko, Monoarfa, bisa saja ditambah Kepala Daerah yang sedang moncer, dengan kompromi komposisi yang disepakati untuk siapa di nomor satu dan dua.

Sedangkan PAN belum tampak langkah politiknya, dan PKS menjadi partai sepi sendiri namun mandiri tak tergoda masuk koalisi.

Bisa saja simulasi ini terjadi atau tidak terjadi. Yang jelas, kooptasi Demokrat menjadi konstilasi politik berubah serta suhu politik meninggi, padahal Pilpres masih lebih dari tiga tahun lagi, sementara yang menjadi masalah besar bangsa ini seharusnya adalah  mengatasi pandemi. []  

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun