Mohon tunggu...
noor johan
noor johan Mohon Tunggu... Jurnalis - Foto Pak Harto

pemerhati sejarah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Masih Perlukah UU HIP?

16 Juni 2020   22:27 Diperbarui: 16 Juni 2020   22:17 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah pandemi Covid-19 yang mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia dan puluhan ribu terpapar, di tengah lesunya perekonomian akibat pandemi ini, malah ruang publik dibikin gaduh karena inisiatif DPR mengajukan Rancangan Undang-Undang.

Inisiatif DPR ini membuat publik gaduh, berkeberatan mengenai beberapa hal dalam rancangan UU tersebut. Berkeberatan karena Tap MPRS no 25 tahun 1966 tentang larangan ajaran Komunis/Marxisme--Leninisme, tidak dimasukan dalam konsideran RUU.

Juga ditentang pasal 7 dari rancangan UU itu yaitu mengenai Pancasila diperas menjadi Trisila, dan Trisila diperas menjadi ekasila. Rancangan pasal 7 seperti mengulang perdebatan yang sudah selesai tentang UUD 1945. Rumusan Pancasila sebagai dasar negara sudah final dengan lima sila.

Mengenai Pancasila diperas menjadi Trisila, diperas menjadi Ekasila, adalah bagian dari pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, didepan sidung BPUPKI. Juga frasa "Ketuhanan yang berkebudayaan."

Pidato Bung Karno ini dibahas oleh Panitia 9 di mana Bung Karno yang menjadi ketua. Pembahasan oleh Panitia 9 pada 22 Juni 1945 dikenal dengan nama Piagam Jakarta.

Hasil dari Panitia 9 yakni Piagam Jakarta, dibahas kembali pada 18 Agustus 1945 dalam sidang PPKI di mana Bung Karno juga sebagai ketua. Pada pembahasan itu, tujuh kata dalam sila pertama yaitu Ketuhanan "dengan menjalankan syariat Islam bagi  pemeluk-pemeluknya" dihapus menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Dan Pancasila masuk sebagai bagian dari Mukadimah UUD 1945.

Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 adalah menyampaikan dasar negara Indonesia merdeka yaitu Pancasila. Pancasila sebagai: "Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi," tegas Bung Karno.

Masih dalam pidato itu, Bung Karno menyebut Pancasila sebagai "Weltanschauung", pandangan hidup yang harus diperjuangkan untuk menjadi kenyataan. "Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan, menjadi realiteit, jika tidak dengan perjoangan!", kata Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945.

Dalam pidato Pancasila pada 1 Juni 1945,  tidak sepatah kata "ideologi" pun disebut oleh Bung Karno dalam pidatonya. Disebut Pancasila sebagai dasar negara, filsafat, pikiran yang sedalam dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam dalamnya, philosofische grondslag itulan fondamen, dan weltanschauung---pandangan hidup.

Juga Bung Karno menyebut Pancasila sebagai azas; "Namanya bukan Panca Dharma, tetapi -- saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi." 

Dan Pancasila sebagai azas, pada era Orde Baru, dijadikan azas untuk semua organisasi--- dikuatkan dengan UU,  semua organisasi harus berazas Pancasila,  dikenal dengan azas tunggal Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun