Merespon maraknya transaksi menggunakan uang elektronik (u-nik), Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang u-nik syariah.
Kajian MUI yang membahas prinsip syariah penggunaan uang digital dan kriteria syar'i u-nik tertuang dalam Fatwa DSN No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah.
Fatwa tersebut dikeluarkan DSN MUI pada bulan September 2017 sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menggunakan u-nik yang sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Berikut poin-poin penting u-nik syariah yang perlu Anda ketahui:
Terhindar dari transaksi yang dilarang. Uang elektronik tidak boleh digunakan untuk transaksi yang dilarang dalam ajaran agama Islam.
Biaya layanan menggunakan prinsip ganti rugi. Artinya, biaya penggunaan layanan ini berdasarkan biaya riil sesuai prinsip ganti rugi atau ijarah.
Dana harus ditempatkan di bank syariah. Ini untuk menjaga agar dana masyarakat yang mengendap di u-nik diputar sesuai dengan ketentuan syariah.
Kartu hilang, uangnya tidak otomatis hilang. Maksudnya, apabila kartu yang digunakan sebagai media u-nik hilang, maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang.
Akad yang berlaku antara penyelenggara dan penerbit adalah ijarah, ju'alah dan wakalah bil ujrah. Yang dimaksud dengan pihak penyelenggara sistem pembayaran nontunai yaitu meliputi: prinsipal, acquirer, pedagang, penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesaian akhir.
Akad yang berlaku antara penerbit dan pengguna u-nik adalah wadiahatau qardh. Alasannya, nominal uang di dalam chip atau server bisa digunakan atau ditarik kapan saja.
Akad yang berlaku antara penerbit dan agen layanan keuangan digital (LKD) adalah ijarah, ju'alah, dan wakalah bi al-ujrah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H