Benar bahwa sikap itu adalah sikap bermartabat namun sikap itu bukanlah petanda kemajuan. Maka menganggap istimewa sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan justru menunjukkan betapa rendahnya standar kualitas masyarakat dalam memaknai realitas, terlebih lagi jika pejabat yang mundur menganggap sikapnya sebagai sebuah prestasi, itu tak lebih dari justru semakin menunjukkan betapa rendahnya kualitas dirinya sebagai pejabat publik.
Jadi selain sikap mundur identik dengan kesalahan dan pelanggaran namun lebih dari itu sikap mundur adalah simbol ketidakjujuran dan memaksakan diri ketika sebelumnya mengajukan diri dan atau saat dipromosi mendapatkan jabatan. Di Indonesia justru ada kalimat dari Kopassus, korps TNI AD yang masuk dalam daftar pasukan terbaik di dunia, “Lebih Baik Pulang Nama Daripada Gagal Dalam Tugas”. Ini menunjukkan bahwa ketika seseorang sebelumnya sudah menyatakan sanggup mengemban sebuah tugas, maka dia sudah rela menerima konsekwensi "pergi tak ada yg rindukan, mati tak ada yang tangisi, pulang gagal dicaci maki, pulang sukses tak ada yang puji". Pantang menyerah demi kehormatan menuntaskan tanggung jawab adalah lebih pantas. Pejabat yang mengundurkan diri tidak akan dikenang sebagai seorang pahlawan, tapi justru seumur hidupnya dia akan dikenang sebagai contoh seorang pecundang.
*Kontributor : Dr. Rey Suryo Simanungkalit, Peniliti Business Ethics di University of Leiden, Netherland
Sumber gambar: emirhandincer.com