Disinilah media berperan dalam agenda setting dan framing yang sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Ini membuat batasan yang tidak terlihat antara media dengan pemerintah. Pada faktanya media yang seharusnya menjadi pengawas kinerja pemerintah dan menyampaikan pada publiknya, lalu pemerintah berwenang untuk menjaga media dengan peraturan-peraturan yang dibuatnya. Namun batasan yang seakan hilang ini justru menjadikan hal tersebut tidak berjalan dengan semestinya.
 Untuk itu sangat diperlukan kesadaran publik untuk dapat mengetahui dan memahami bahwa karena adanya kepentingan dibalik yang media tampilkan, media swasta tidaklah selalu netral. Sehingga perlu menggunakan logika dan nurani yang lebih dalam dalam menyimpulkan pemberitaan suatu media agar kebenaran yang didapatkan publik tidak terhegemoni dengan menerima kebenaran versi masing-masing media. Sisi negatif lain dari konglomerasi media adalah dari aspek ekonomi.
 Implikasi nyata dari konglomerasi media adalah memperbesar gap antara si kaya dengan si miskin. Seperti diketahui konglomerat media di Indonesia, mulai dari Chairul Tanjung, Hary Tanoesudibyo, Aburizal Bakrie, Eddy Suriatmaja, Surya Paloh, Dahlan Iskan, dan Jakob Oetama, yang mana mereka adalah penguasa media, baik media elektronik, cetak, digital maupun insfrastuktur komunikasi, dan bisnis lain yang terafiliasi dengan media. Selain itu, televisi swasta dan kapitalisme global juga tidak dapat dipisahkan.Â
Di mana kehadiran televisi swasta sangat melayani kebutuhan kapitalisme global yang hendak menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk impor. Televisi memberikan keuntungan besar melalui total belanja iklan yang menguasai pasar. Begitu pula dengan media lain, meskipun keuntungannya tidak sebesar televisi namun dengan konglomerasi ini tentu saja pusaran ekonomi berada dipihak mereka lebih besar.Â
Dari hal-hal tersebut terlihat bahwa media global belum mendominasi pasar di Indonesia, meskipun banyak yang sudah masuk. Media global memang ada, akan tetapi belum mampu memberikan pengaruh besar dipasar Indonesia. Dengan konglomerasi yang diikuti latar belakang kepentingan tertentu masih sulit untuk menjadikan media nasional menjadi media global.Â
Seperti dikatakan Ross Tapsell dalam bukunya Media Power In Indonesia: Oligarch, Citizens, and the Digital: "perusahaan-perusahaan media global belum mendominasi pasar Indonesia dan bukan pendorong utama industri di Indonesia. sebaliknya, konglomerat media nasional yang mempunyai kuasa dan pengaruh".
DAFTAR PUSTAKA
Khisan Thissu,Daya.2000.International Communication Continuity and Change.New York Oxford University Press In.
https://amp.tirto.id/8-konglomerat-media-di-indonesia-via-jalur-media-tv-amp-cetak-cEv7 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H