Sebenarnya aku merasa agak kurang nyaman menunggu di Ruang Tunggu Keluarga Pasien. Masih terbayang peristiwa setahun yang lalu, ketika aku menunggu di sini karena suamiku dirawat di Ruang ICU selama 10 hari.
Ruang tunggu ini memang dikhususkan untuk keluarga pasien yang dirawat di Ruang ICU/Intermediate dan yang sedang dioperasi. Saat ini suamiku sedang menjalani operasi Angiografi Venoplasti, jadi mau nggak mau aku harus memasuki Ruang Tunggu Keluarga Pasien. Menunggu di sini adalah terbaik buatku, dari pada di kamar rawat inap yang jauh dari ruang operasi.
Menurut aku, Ruang Tunggu Keluarga Pasien sarat dengan aura mencekam, dingin dan duka. Hilir-mudik dan silih-berganti keluarga pasien dipanggil dokter -- mengabarkan operasi telah selesai, kondisi pasien terkini, kondisi kritis pasien ICU atau berita pasien meninggal.
Teringat peristiwa setahun yang lalu, ketika keluarga bapak Zulfikar menangis histeris. Mereka mendapat berita bahwa kondisi pak Zulfikar semakin kritis karena gagal jantung. Beberapa saat sebelumnya, keluarga ibu Umi yang dipanggil ke ruang ICU. Mengabarkan kondisi bu Umi yang semakin memburuk. Belum lagi berita duka, tadi pagi pukul 04.00 WIB ada pasien yang meninggal.Â
Astaghfirullah hal adzim. Emosiku bercampur aduk menghadapi itu semua. Tak lepas doaku memohon ampunan, kesembuhan, keikhlasan dan kekuatan Allah. Kadang untuk menetralkan suasana hati, aku jalan-jalan di halaman RS sambil terus berdzikir. Sambil menghirup udara pagi dan berjemur di bawah sinar matahari.Â
Rasanya seperti terapi memeluk diriku sendiri -- recharging, sangat menenangkan dan menjadi mood booster. Membuat hati, pikiran dan tubuhku menjadi tetep waras.
Aku jadi teringat sebait puisi M. Aan Mansyur,Â
"Sudahkah kau memeluk dirimu hari ini? Lenganmu memang terlalu pendek buat tubuhmu, tetapi tentu saja cukup panjang buat tubuhku..."
Kita butuh recharging... Sudahkah kau memeluk dirimu sendiri hari ini?
Jakarta, 20 November 2024
-nonk-