masjid Darurrahman di komplek kami.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 WIB, tapi suamiku masih tidur dengan pulasnya. Pelan-pelan aku membuka pintu kamar, berniat membangunkannya. Hari ini Jumat, tadi pagi setelah berjemur dan senam pagi di atas kursi roda, suamiku sudah pesan ingin berangkat Jumatan ke"Ayah, yuk siap-siap. Nanti jam 11.30 kita mulai berangkat ke masjid. Langsung naik mobil aja, ya. Aku nggak kuat kalau ndorong kursi roda. Puanas, jee", aku membujuk suamiku untuk segera bangun.
Perlahan suamiku meraih walker, berdiri tanpa bantuanku. Kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan berwudhu. Setelah selesai bersih-bersih, aku mendandani suamiku. Karena tangan dan kakinya masih lemah akibat sakit strok, suamiku belum bisa berganti pakaian sendiri.Â
Baju koko putih dan celana pangsi biru dongker menjadi pilihan kali ini. Tak ketinggalan sebagai pelengkap, peci putih yang ada bordir benang biru dan parfum kesayangan. Suamiku terlihat tambah ganteng, bersih dan wangi. Aku sendiri sudah berdandan cantik, memakai gamis putih dan kerudung bernuansa biru dan putih.Â
Kami sering sekali pake baju yang bernuansa sama. Entah itu ketika pergi ke RS, ke masjid ataupun sekedar jalan-jalan ber-dua.Â
"Pokoknya kita bikin romantis aja, dech. Salah satunya dengan pake baju yang matching. Hehehe..."
Dengan mengendarai mobil, kami menuju masjid di komplek yang letaknya kira-kira 500 meter dari rumah. Tibalah kami di deket masjid dan aku langsung memarkir mobil. Kemudian mengeluarkan kursi roda dari dalam bagasi. Suamiku beranjak keluar dari mobil, berjalan dua langkah dan berpindah ke kursi roda. Siap kudorong mendekati masjid.
Di depan masjid, para pengurus, pemuda masjid dan tetangga-tetangga datang menyambut.
"Tante, biar aku yang dorong ke dalam masjid", Endi - salah seorang pemuda masjid langsung sigap mengambil alih pegangan kursi roda.
"Titip om, yaa Mas. Tante tunggu di luar, nanti selesai jumatan tante jemput lagi".
"Siap tante. Aman".Â
Setelah mengucap terima kasih dan berpamitan dengan suamiku, aku langsung berbalik menuju mobil.
Kira-kira sekitar pukul 12.45, sholat Jumat telah berakhir. Ketika para jamaah sudah berangsur-angsur pulang, aku menghampiri suamiku di pelataran masjid.
Seorang tetangga yang bernama mas Eko, bersalaman dengan suamiku dan kemudian nyeletuk ke aku, "Romantis banget sich mbak".
"Kok romantis tho mas? Apane seng romantis?", aku tersenyum geli dan bingung sama comment mas Eko.
"Ya iyaa romantis-lah. Nganterin yayangnya yang pengen Jumatan ke masjid."
Masyaa Allah. Tabarakallaah... Ternyata untuk kita bikin romantis itu sederhana saja, lho...
Mengutip sebait puisi karya ibu Yani Suryani di komunitas Forsham:
"Tak harus saling menggenggam tangan untuk disebut romantis. Tak melulu gambarkan cinta membara. Itupun romantis..." (Yani Suryani)
 Jakarta, 4 Oktober 2024
-nonk-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H