Hari Senin ini terasa lebih istimewa, karena kami pergi untuk Hemodialisa/HD ditemani anak-anak tercinta. Anak-anak berkesempatan mudik ke Jakarta karena ada libur long week end. Suamiku tidak bisa menutupi kebahagiaannya, berangkat ke RS dengan formasi full team seperti ini.
"Selamat pagi pak. Ceria sekali long week end-nya ditemani anak-anak". Sambil membantu membukakan pintu lobby utama, pak Satpam yang sudah familiar dengan rutinitas kami menyapa suamiku dan mempersilahkan masuk. Anak bujang mendorong kursi roda ayah dengan gagahnya. Sedangkan anak gadis berjalan di belakang, beriringan denganku.
Setelah selesai di bagian pendaftaran, kami segera menuju ruang HD di lantai 5. Jam menunjukkan tepat pukul 07.06 WIB, ketika kami disambut dengan ramah oleh suster Indah dan suster Ari. Empat orang pasien lainnya sudah memulai proses cuci darah, yang akan memakan waktu 4 sd 4,5 jam.
Suamiku adalah pasien CKD on HD. Atau pasien dengan Penyakit Gagal Ginjal Kronik/Chronic Kidney Desease (CKD), yang saat ini membutuhkan HD secara rutin (on HD) minimal 2x sepekan. Ginjal suamiku mengalami percepatan kehilangan fungsi ekskresi, hormonal, dan metabolik yang sifatnya tidak bisa dikembalikan. Dengan kata lain, suamiku harus menjalani cuci darah seumur hidup sebagai upaya untuk menjaga kualitas hidupnya.
Ruang HD diliputi duka cita, karena semalam telah berpulang ke Rahmatullah salah seorang sahabat kami -- Pak Sulaeman. Beliau adalah pasien paling senior diantara 12 pasien lainnya. Senior dalam arti sudah menjalani cuci darah paling lama, yaitu hampir 9 tahun. Dengan ditemani anak gadisnya -- Nadia, pak Sulaeman menjalani cuci darah rutin sejak bulan Desember tahun 2015. Tak pernah bolos sekalipun dari jadwal yang sudah ditetapkan dokter. Sampai akhir perjuangannya, Pak Sulaeman rutin menjalani HD 3x sepekan.
Istri pak Sulaeman sudah meninggal dunia 10 tahun yang lalu, sebelum pak Sulaeman divonis sebagai pasien CKD on HD. Hanya Nadia yang setia mendampingi dan merawat papanya 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam sepekan.Â
Nadia gadis yang manis dan cerdas, berusia 28 tahun. Belum menikah, belum bekerja dan mendedikasikan hidupnya untuk pak Sulaeman. Di tengah kesibukan merawat dan membersamai papanya, Nadia bisa menyelesaikan studi SMA, S1 dan S2-nya dengan baik.Â
Sungguh perjuangan yang luar biasa!
Sendirian - Nadia menjalani semuanya. Termasuk menghadapi kondisi pasien CKD on HDÂ yang tidak stabil secara fisik dan emosional. Seringkali kondisi kesehatannya naik turun, disebabkan penyakit lain yang menyertai. Seperti gangguan jantung, paru-paru, hipertensi, diabetes militus dan lainnya. Keluar masuk ruang rawat inap RS adalah hal yang sering terjadi. Nadia anak berbakti, sangat menyadari bahwa merawat orang tua adalah wasilahnya ke Surga.
Perjuangan pak Sulaeman dan Nadia menjadi inspirasi dan kekuatan buatku. Tak berani aku sering berkeluh kesah, malu rasanya dengan Nadia. Aku kok jadi seperti kurang bersyukur, dengan nikmat Allah yang tak terhitung banyaknya.
 "Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (wahai jin dan manusia)?" (QS Ar Rahman -- ayat 13).
Dalam setiap kesulitan, ada pilihan yang dapat kita buat.Â
- Apakah menyerah pada kepedihan?Â
- Atau berusaha menemukan sisi baik dari peristiwa tersebut.Â
Pak Sulaeman dan Nadia membuktikannya, dengan memilih menjalani semua dengan penuh keikhasan dan harapan menggapai Ridho Allah.
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS Al Mulk -- ayat 2).
Selamat jalan pak Sulaeman. Teriring doa, insyaa Allah beliau termasuk dalam golongan orang-orang yang baik. Diletakkan catatan amalnya di surga yang tinggi dan Nadia diberikan ketabahan dan keikhlasan. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin...
Â
-Jakarta, 16 September 2024-
-nonk-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H